Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Mengenal Sell Shock, Penyakit Trauma Akut yang Dialami Tentara Pasca Perang
23 Maret 2022 10:38 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Viral tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Banyak risiko yang mengintai tentara di medan perang. Mulai dari tertembak hingga terkena ledakan yang berujung kematian.
ADVERTISEMENT
Namun rupanya, ada satu potensi yang bisa mengancam para tentara pascaperang, yakni penyakit Sell Shock atau gangguan saraf yang menimbulkan trauma mendalam.
Dikutip dari History.com, penyakit ini mulai populer ketika Inggris menghukum mati ratusan tentara dalam Perang Dunia I. Inggris mengeksekusi mati karena menilai mereka pengecut untuk terjun ke medan perang lagi.
Salah satu yang dieksekusi adalah Harry Farr dari British Expeditionary Force Inggris (BEF) yang dieksekusi bersama 306 tentara lainnya pada 1916. Dia bersama ratusan prajurit Inggris dan Inggris Raya itu menolak bertempur lagi ke medan perang.
Farr bersama para tentara Inggris lainnya ikut terjun dalam Perang Dunia I. Medan perang pertama Farr setelah bergabung dengan BEF adalah Prancis pada 1914. Dalam satu waktu di medan perang, Farr sempat pingsan dan gemetar sebelum akhirnya dilarikan ke rumah sakit untuk perawatan. Beberapa waktu kemudian, Farr kembali ke medan petempuran dalam Serangan Somme.
ADVERTISEMENT
Karena menolak kembali berperang, Farr dan tentara lainnya dianggap pengecut. Pengadilan militer Inggris mengadilinya dengan vonis hukuman mati bersama 306 tentara lain.
Keluarga dan keturunan Farr yang berjuang terus menerus untuk membersihkan namanya menyebut, bahwa Farr menderita Sell Shock parah. Penyakit trauma akut yang diakibatkan gangguan saraf itu telah merusak fisik maupun psikologis akibat pengalamannya di medan pertempuran, terutama pemboman berat yang berulang kali dilakukan oleh dia dan rekan-rekannya di garis depan.
Sell Shock sendiri pertama kali digunakan petugas medis bernama Charles Myer pada 1917. Penyakit ini merupakan gangguan trauma mendalam, termasuk kecemasan yang melemahkan, mimpi buruk yang terus-menerus, dan penderitaan fisik mulai dari diare hingga kehilangan penglihatan.
Perang Dunia I pun berakhir, namun Inggris 'dipaksa' untuk menangani sekitar 80 ribu kasus Sell Shock. Meskipun semuanya menjalani perawatan, hanya seperlima dari mereka yang melanjutkan tugas militer. Tapi tidak dengan Farr. Dia menolak bertempur lagi sebelum akhirnya dieksekusi mati.
ADVERTISEMENT
Tuntutan pembersihan nama Farr yang berstatus 'tentara pengecut' baru membuahkan hasil pada Agustus 2006. Pengadilan Tinggi Inggris mengabulkan maaf untuk Farr, yang kemudian pemerintah Inggris meminta persetujuan parlemen untuk mengampuni 306 tentara lain yang dieksekusi mati karena pengecut untuk balik lagi bertempur selama Perang Dunia I.
Penyakit Sell Shock yang membuat ratusan tentara dieksekusi mati ini kemudian mendapat beragam tanggapan dari warganet usai diposting oleh akun @creepy_id di Instagram.
"Kasihan juga pd hal dia berjuang untuk bela tnh air dan printah atasan..mlahan plg di suruh mti ksihan bgt," komentar seorang warganet.
"biasa itu mah, namanya pion pasti jd korban... jendralnya yg dpt penghargaan," timpal warganet lain.
"Udh trauma dibunuh lagi," tambah yang lain. (ace)
ADVERTISEMENT