Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Moral Hazard BUMN Raksasa
4 Maret 2025 10:59 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ruslan Effendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Prolog
ADVERTISEMENT
Dalam konteks kontrak keuangan, moral hazard dapat menyebabkan manajer mengambil risiko yang lebih besar tanpa transparansi penuh kepada investor atau pemberi pinjaman. Jika tidak dikendalikan, moral hazard dapat meningkatkan biaya modal bagi perusahaan karena investor akan mengompensasi risiko mereka dengan menurunkan harga sekuritas perusahaan.
Salah satu contoh nyata dari moral hazard adalah krisis keuangan tahun 2007 hingga 2008. Pada periode ini, banyak institusi keuangan yang dianggap terlalu besar untuk gagal mengambil risiko berlebihan karena mereka mengandalkan bailout dari pemerintah. Mereka menyamarkan risiko tersebut dengan berbagai teknik akuntansi, seperti menghindari konsolidasi entitas di luar neraca. Hal ini berkontribusi terhadap kegagalan pasar dan krisis finansial global.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi moral hazard, beberapa mekanisme kontrol telah diterapkan. Pasar tenaga kerja manajerial dapat membantu mengendalikan moral hazard, tetapi tidak sepenuhnya efektif. Regulasi akuntansi seperti penerapan standar akuntansi nilai wajar dapat meningkatkan transparansi dan mengurangi moral hazard, meskipun berpotensi meningkatkan volatilitas pelaporan.
Kasus empiris
Berbagai kasus menunjukkan berbagai bentuk moral hazard yang terjadi dalam pengelolaan BUMN di berbagai negara. Salah satu pola utama yang muncul adalah intervensi politik yang berlebihan, seperti yang terjadi pada PDVSA di Venezuela dan Petrobras di Brasil. PDVSA digunakan sebagai alat kebijakan negara untuk membiayai program sosial, yang akhirnya membuatnya kehilangan aset strategis di luar negeri akibat gagal bayar utang. Demikian pula, Petrobras menjadi pusat skandal korupsi besar karena dijadikan alat politik untuk mendanai proyek-proyek pemerintah yang tidak transparan. Kedua kasus ini menunjukkan bahwa keterlibatan politik yang terlalu dalam dalam manajemen BUMN dapat menyebabkan risiko keuangan yang besar serta hilangnya kepercayaan investor.
Selain intervensi politik, pengelolaan utang yang tidak terkendali juga menjadi bentuk moral hazard yang nyata dalam banyak kasus. Evergrande di Cina menjadi contoh bagaimana ekspansi agresif berbasis utang yang tinggi tanpa strategi mitigasi risiko yang kuat dapat menyebabkan krisis likuiditas besar. Hal yang sama terjadi pada Vale S.A. di Brasil, yang mengalami tekanan keuangan akibat utang besar untuk ekspansi globalnya. Krisis likuiditas ini juga terjadi pada South African Airways (SAA), yang selama bertahun-tahun terus mengalami kerugian dan bergantung pada dana talangan pemerintah tanpa ada perbaikan struktural. Ketergantungan BUMN pada bailout semacam ini menciptakan insentif buruk bagi manajemen, karena mereka tidak terdorong untuk melakukan efisiensi dan reformasi yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan bisnis.
ADVERTISEMENT
Selain masalah utang dan intervensi politik, investasi spekulatif tanpa mitigasi risiko yang kuat juga menjadi penyebab utama moral hazard dalam BUMN. Temasek Holdings di Singapura mengalami kerugian besar akibat investasi pada FTX, perusahaan kripto yang mengalami kebangkrutan karena fraud. Kasus serupa terjadi di sektor energi hijau di China, di mana dorongan pemerintah yang terlalu agresif terhadap investasi energi hijau menyebabkan kelebihan kapasitas dan kerugian miliaran dolar bagi perusahaan-perusahaan BUMN. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa kajian risiko yang matang, investasi BUMN di sektor baru yang berisiko tinggi dapat menjadi bumerang bagi keuangan negara.
Tata kelola yang buruk dan minimnya transparansi juga menjadi akar moral hazard dalam banyak kasus. Kasus Yukos di Rusia menunjukkan bagaimana privatisasi dan nasionalisasi yang dilakukan tanpa aturan yang jelas dapat berujung pada sengketa hukum internasional dan merugikan negara dalam jangka panjang. Sementara itu, kasus dualisme kepemimpinan dalam BSNL dan MTNL di India menggambarkan bagaimana peran ganda BUMN sebagai entitas bisnis dan alat kebijakan negara dapat menciptakan konflik kepentingan yang melemahkan daya saing. Ketika BUMN dipaksa menjalankan agenda pemerintah tanpa fleksibilitas operasional, mereka kesulitan untuk bersaing dengan perusahaan swasta yang lebih efisien.
ADVERTISEMENT
Epilog
Dari berbagai kasus ini, terlihat bahwa moral hazard dalam BUMN terjadi akibat kombinasi dari intervensi politik yang tidak terkontrol, pengelolaan utang yang sembrono, investasi tanpa mitigasi risiko, serta lemahnya transparansi dan akuntabilitas. Untuk menghindari risiko serupa di Indonesia, BUMN harus memiliki batasan yang jelas antara kepentingan bisnis dan kebijakan negara, menerapkan strategi manajemen utang yang lebih hati-hati, melakukan due diligence yang ketat dalam investasi, serta meningkatkan tata kelola dan transparansi dalam pengambilan keputusan. Tanpa langkah-langkah tersebut, moral hazard dalam BUMN dapat berdampak serius pada stabilitas ekonomi dan keuangan negara dalam jangka panjang.