Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Badai Membantu Spesies Hewan yang Dianggap Merugikan Semakin Menyebar
9 November 2020 19:24 WIB
Tulisan dari Dasar Binatang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Musim badai Atlantik 2020 telah memecahkan rekor dengan kemunculan lebih banyak badai dari biasanya. Badai yang rata-rata muncul dengan 12 nama pertahun, tahun ini terhitung lebih dari 20. Badai besar bisa menyebabkan tornado yang berakibat pada meninggalnya korban jiwa dan kehancuran yang bersifat meluas. Selain itu, badai ternyata memiliki efek lain, seperti menyebarkan spesies hewan yang dianggap merugikan ke habitat baru.
ADVERTISEMENT
Menurut tim Nonindigenous Aquatic Species dari Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS), badai Isaias memiliki beberapa dampak signifikan yang merugikan. Badai yang menghantam Karibia dan Amerika Serikat bagian timur itu menyebabkan kenaikan muka air laut dan memindahkan setidaknya 114 spesies dari satu aliran sungai ke aliran sungai yang lainnya.
(Baca juga: Mampukah Hewan Memprediksi Bencana Alam? )
Sejak tahun 2017, para ilmuwan telah menggabungkan data banjir dan penampakan spesies invasif untuk memetakan bagaimana hewan-hewan ini menyebar setelah badai Samudra Atlantik. Tim juga mempelajari kemungkinan manfaat yang didapatkan oleh spesies berpindah tersebut.
Siput apel yang berasal dari Amerika Selatan banyak ditemukan di Amerika Serikat karena pada awalnya menjadi objek perdagangan. Tetapi, kemunculan badai ternyata dapat berpengaruh penyebaran siput menjadi lebih meluas ke beberapa negara bagian. Bahkan, musim badai aktif baru-baru ini telah mendorong siput lebih jauh ke habitat pedalaman.
ADVERTISEMENT
Sebelum tahun 2017, beberapa ilmuwan telah menyelidiki peran badai dalam penyebaran spesies invasif. Ternyata, fenomena itu secara keseluruhan merugikan ekonomi Amerika Serikat setidaknya 120 miliar US Dollar setahun. Kemunculan badai diprediksi akan lebih sering karena dampak perubahan iklim akibat ekosistem yang tidak lagi seimbang.
Badai Andrew 1992 merusak fasilitas penangkaran ular sanca Burma di Florida Selatan. Akibatnya, lusinan reptil sepanjang 10 kaki lepas ke alam liar. Terlepas dari cerita itu benar atau tidak, USGS mencatat bahwa spesies invasif berkembang biak di daerah tersebut setelah bencana alam. Sejak saat itu, ular menguasai wilayah basah di negara bagian dan memakan segalanya mulai dari kelinci hingga aligator.
(Baca juga: Cara Satwa Liar Menghadapi Kebakaran Hutan )
ADVERTISEMENT
Badai Andrew juga menyebabkan lepasnya ikan singa merah, hewan asli perairan Indo-Pasifik dengan warna mencolok. Ikan akhirnya terlepas ke lautan di sekitar Florida. Predator rakus telah menghancurkan populasi ikan dan mengubah komposisi terumbu karang.
Pada tahun 1990-an, belut rawa Asia melarikan diri dari akuarium, peternakan ikan, atau pasar makanan di Florida bagian selatan. Belut akhirnya menetap pada wilayah basah di daerah tersebut. Dampak negatif dari perpindahan ini membuat rantai makanan air tawar menjadi terganggu akibat kemunculan karnivora licin itu. Terlebih lagi, badai membantu belut semakin menyebar ke daerah pedalaman.
Nicholas Phelps, direktur Pusat Penelitian Spesies Invasif Akuatik di University of Minnesota, mengatakan mobilisasi hewan baik disengaja atau tidak memiliki efek yang luas. Hewan pendatang akan menyusun jaringan makanan baru, atau ketika hewan tumbuh sangat pesat, kemungkinan bisa mengalahkan spesies asli yang sudah lama tinggal di habitat tersebut.
ADVERTISEMENT
Steve A. Johnson, seorang profesor ekologi dan konservasi satwa liar di University of Florida, menganggap bahwa aktivitas perdagangan hewan merupakan penyebab utama hewan invasif berkembang. Para pemilik akan menjadi bosan dan cenderung dengan tega membuang hewan begitu saja tanpa mempertimbangkan dampak ekosistem yang akan terjadi.
Kendati demikian, Johnson juga tidak membantah bahwa badai merupakan penyebab nomor dua dari masalah ini. Pada akhirnya, menurut Johnson, cara paling efektif untuk mengurangi penyebaran adalah dengan tidak menjadikan hewan invasif sebagai peliharaan. Selain itu, menjaga lingkungan agar dampak perubahan iklim dan ekosistem tidak semakin buruk juga merupakan kewajiban yang tidak boleh dilupakan oleh setiap orang.