Kata Siapa Dangdut Norak? Millennials Suka Kok!

1 Februari 2017 8:34 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Alat musik gendang. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Alat musik gendang. (Foto: Wikimedia Commons)
"Dangdut, cikicik, dangdut, cikicik, dangdut, cikicik..."
Dendang gendang dangdut yang menggelitik di telinga itu kadang dipandang generasi millennial sebagai musik kelas dua, kalah pamor ketimbang aliran musik lain seperti jazz, pop, atau klasik.
ADVERTISEMENT
Tak cuma kelas dua, dangdut juga kerap dianggap tua di mata kaum millennial atau generasi Y --mereka yang lahir periode 1981 hingga 1994 dan tumbuh bersama teknologi modern.
Kesan tua itu muncul karena sebagian penyanyi dangdut sudah beda generasi dengan millennials, alias tak seumuran. Selera sejumlah pedangdut zaman baheula pun terkesan out of date: baju neon berkelap-kelip, bibir merah. Duh, terlampau semarak.
Image itu lantas membuat millennials ilfeel alias ilang feeling dengan musik dangdut.
Eh, tapi apa iya begitu? Tunggu dulu, ada baiknya kita simak hasil survei Nielsen, perusahaan informasi global, yang dirilis tiga bulan lalu, November 2016.
Berdasarkan survei Nielsen Radio Audience Measurement (RAM) terhadap 8.400 orang berusia 10 tahun ke atas di 11 kota di Indonesia, program musik dangdut populer di kalangan generasi X dan Baby Boomers yang masuk kategori pendengar dewasa.
ADVERTISEMENT
Generasi X ialah mereka yang lahir pada periode 1965-1980 saat dunia mengawali penggunaan personal computer (PC) dan internet, sedangkan Baby Boomers lahir pada periode 1946-1964 pasca-Perang Dunia II dan karenanya mereka disebut “orang lama.”
Yang menarik, dangdut ternyata juga digemari kaum muda, yakni generasi Z dan Millennials --meski dengan porsi lebih rendah dari musik pop. Tercatat, 17 persen generasi Z menyukai dangdut. Sementara pada millennials atau generasi Y, angkanya bahkan lebih tinggi sebesar 33 persen.
Generasi Y alias millennials, seperti telah disebut di atas, adalah mereka yang lahir antara 1981-1994, berbarengan dengan pertumbuhan pesat teknologi modern dan teknologi komunikasi instan. Sedangkan generasi Z lahir pada periode 1995-2010 dan tumbuh di era digital dengan akses luas terhadap internet.
ADVERTISEMENT
Masih menurut survei Nielsen RAM, pendengar musik dangdut sebanyak 43 persen berprofesi sebagai pengusaha kecil menengah, 39 persen ibu rumah tangga, dan 36 persen pekerja kerah biru atau buruh. Umumnya, secara keseluruhan, dangdut merajai segmen masyarakat menengah ke bawah.
Survei Nielsen RAM yang dipublikasikan November 2016 itu merupakan survei pengukuran kependengaran radio yang dilakukan di 11 kota besar, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Makassar, dan Banjarmasin.
Masyarakat tengah asik bergoyang dangdut. (Foto: Official Facebook D'Academy)
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat tengah asik bergoyang dangdut. (Foto: Official Facebook D'Academy)
Survei Nielsen yang menunjukkan 33 persen millennials merupakan penyuka dangdut tidaklah aneh. Sebab semarak kontes dangdut menyegarkan kegemaran mereka akan dangdut. Sebut saja Kontes Dangdut Indonesia dan D'Academy.
Bagi millennials, lagu-lagu dangdut yang dibawakan pada kontes-kontes itu lebih ear friendly dan terkesan lebih modern. Kostum para penyanyinya pun eye catching layaknya kaum “gaul” millennial.
ADVERTISEMENT
Lihat mereka yang jebolan kontes dangdut seperti Lesti D'Academy, Danang D'Academy, Weni D'Academy, serta Rizky dan Ridho D'Academy. Mereka mendapat julukan yang sama di belakang nama mereka karena sama-sama satu akademi dangdut.
Pedangdut Millineals (Foto: Instagram Weni, Danang, Lesty D'Academy)
zoom-in-whitePerbesar
Pedangdut Millineals (Foto: Instagram Weni, Danang, Lesty D'Academy)
Tampang para pedangdut idola millennials itu juga cukup rupawan. Tapi paling penting, mulai musik yang dibawakan sampai pilihan penampilan mereka, mematahkan stereotip bahwa dangdut itu tua dan norak.
Millennials menyukai mereka karena para pedangdut itu pun millennials. Mereka misalnya menggunakan media sosial sebagai wadah untuk berinteraksi dan menjaga eksistensi. Medsos menjadi bentuk afirmasi atas popularitas mereka di dunia nyata.
Para pendangdut millennial bahkan memiliki tim engagament khusus alias pasukan media sosial sendiri. Contohnya, duo pedangdut lulusan D'Academy 2 Rizky dan Ridho selalu menjadi trending di Twitter tiap mereka akan tampil di panggung
ADVERTISEMENT
Hal itu terjadi karena tim engagement mereka menulis cuitan dan tagar di Twitter mengenai Rizky dan Ridho. Selanjutnya, para buzzer menulis tema yang sama dengan tim engagement, namun dengan kata dan kalimat yang berbeda.
Trending Twitter Rizki dan Ridho D'Academy (Foto: twitter.com)
zoom-in-whitePerbesar
Trending Twitter Rizki dan Ridho D'Academy (Foto: twitter.com)
Sementara Weni Wahyuni, penyanyi dangdut D'Academy 3, memanfaatkan fitur Live Instagram ketika sedang beraksi. Fitur ini membuat ia bisa ditonton secara langsung oleh penggemarnya melalui Instagram.
Millennials dangduters pun kadang menjadi endorser untuk mempromosikan suatu produk. Semacam bintang iklan di jagat maya.
Rizky D’Academy 2 yang punya 240.000-an pengikut misalnya mencantumkan “Open Endorse” di Twitter-nya. Sudah seperti artis ibu kota.
Jadi, apa kamu masih berpikir dangdut itu kuno? Think it over, guys.
Jangan lewatkan juga kisah berikut
ADVERTISEMENT