NTB, Rumah 2 Gunung Api di Indonesia yang Letusannya Mengubah Dunia (Bagian 2)

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
17 Juni 2022 4:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Puncak kaldera Tambora saat matahari terbit. Foto: Harley Sastha.
zoom-in-whitePerbesar
Puncak kaldera Tambora saat matahari terbit. Foto: Harley Sastha.
ADVERTISEMENT
Masih di Nusa Tenggara Barat, setelah membaca kisah kedahsyatan letusan Samalas di Pulau Lombok, berikutnya, cerita mengerikan letusan gunung api Tambora, di Pulau Sumbawa, pada 10-12 April 1815.
ADVERTISEMENT
Dengan kekuatan 4 kali lebih besar dari letusan gunung Krakatau pada Agustus 1883 dan 170 ribu kali kekuatan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima, menjadikannya letusan gunung api terbesar yang terjadi dalam 500 tahun terakhir.
Tidak hanya itu, para ahli juga mengatakan, ini merupakan letusan gunung api paling besar dan mematikan dalam sejarah manusia modern yang terekam dalam ingatan.
Puluhan ribu manusia tewas seketika saat itu di tanah Sumbawa. Tetapi, efek yang menyebar ke seluruh dunia, jauh lebih banyak hingga menimbulkan kemarian beberapa tahun berikutnya. Para ilmuwan memperkirakan letusan Tambora, memicu kemarian jutaan hingga puluhan juta di seluruh dunia.
Ilustrasi letusan Tambora pada 10 April 1815. Foto: Tangkapan layar Film Majestic Tambora.
Para ahli percaya korelasi atau hubungan langsung antara letusan Gunung Tambora dengan iklim dingin yang terjadi beberapa tahun pasca letusannya.
ADVERTISEMENT
2. Gunung Tambora
Malam 10 April 1815, sekitar pukul tujuh malam waktu setempat, Tambora yang berdiri menjulang setinggi 4300 mdpl di Jazirah Sanggar, Pulau Sumbawa, telah memulai letusan kolosalnya. Berlangsung selama tiga hari. Walau pun, tiga tahun sebelumnya, beberapa saksi mata telah melaporkan, kalau sang raksasa ini sudah menunjukkan gejala bangun dari tidur panjangnya.
Bahkan, dentuman keras pertama letusan Tambora sudah terjadi pada lima hari sebelumnya. Namun, tidak ada seorang pun yang menduga, kalau letusan tersebut menjadi babak baru kisah Tambora.
Hanya dalam waktu singkat, diceritakan seluruh bagian tubuh gunung seperti menyala, diselimuti lahar yang menyebar ke segala arah. Suara letusannya terdengar hingga sejauh 2.600 km ke empat penjuru mata angin.
Penulis berdiri di tubir puncak kaldera raksasa Tambora. Foto: Harley Sastha.
Dampak letusan pun menembus batas benua. Bukan hanya benua Asia. Bahkan hingga Amerika dan Eropa. Satu tahun pasca erupsi Tambora, abu vulkanik masih menyelimuti bumi di lapisan atmosfer. Cuaca dingin dan ekstrem, menyebabkan timbulnya kelaparan dan kegagalan panen. Fenomena saat itu dikenal dengan Tahun Tanpa Musim Panas atau A Year Without Summer. Dan Jerman, menyebutnya Tahun Pengemis.
ADVERTISEMENT
Letusan Tambora menggulung peradaban tiga kerajaan sekaligus: (pa) Pekat, Sanggar, dan Tambora yang ada di lingkarnya. Hanya Sanggar yang tidak benar-benar musnah. Beberapa penduduknya selamat, termasuk Raja Sanggar.
Tanah Sumbawa bergetar dan gelap gulita. Seolah kiamat telah terjadi waktu itu. Raja Sanggar yang memerintah saat itu, menjadi salah satu saksi mata kedahsyatan letusan hebat Tambora. Ia menceritakan bagaimana besarnya hujan abu dan lontaran batu yang menghujani wilayah kerajaannya serta kolom api yang keluar dari puncak Tambora.
Aliran lava atau lava flow yang telah membeku dapat dilihat saat mendaki menuju puncak kaldera Tambora. Foto: Harley Sastha.
Setahun pasca letusan, tahun 1816, iklim dunia berubah drastis. Pada belahan bumi bagian utara, musim panas menjadi dingin membekukan. Akibatnya, timbul bencana kelaparan yang keluar. Bahkan dalam catatan sejarah lain, dikatakan kondisi darurat iklim akibat letusan Tambora terjadi hingga tiga tahun ke depan, 1815-1818. Dalam bukunya 'Tambora, Letusan Raksasa dari Indonesia', Gillen D’Arcy mengatakan selama tiga tahun sesudah letusan hampir di mana pun di dunia ini hidup berarti lapar.
ADVERTISEMENT
Wilayah Amerika pun menjadi dingin yang tidak seperti biasanya. Efeknya, panen pun gagal, terjadi kelaparan, harga gandum naik–sebagaimana juga terjadi pada letusan Samalas 1257.
Perubahan angin muson melanda India, Bangladesh, dan Pakistan. Menyebabkan banjir bah terjadi pada musim kemarau. Perubahan alam akibat dari efek dari ledakan Tambora terus meluas. Penyakit mematikan–wabah kolera–menyebar dari India hingga Rusia.
Di Sarae Nduha, kawasan Doro Ncanga, Dompu, dapat dilihat ketebalan endapan material vulkanik hasil erupsi Tambora, April 1815. Foto: Harley Sastha.
Tidak sampai di situ, epidemi tifus dan dan pes merajalela di Eropa Tenggara dan wilayah Mediterania, setidaknya, merenggut hingga 10 ribu jiwa. Tidak heran, jika sejarawan menyebutkan, ledakan Tambora telah menyebabkan krisis terakhir dan terbesar di dunia barat.
Di Italia dan Hungaria, akibat tercemar abu vulkanik Tambora yang menembus lapisan stratosfer, lalu berkelana ke seluruh dunia, salju yang turun berwarna coklat dan kemerahan. Sedangkan, di New England, tahun 1816, dikenal dengan sebutan ‘eighteen hundred and froze to the death’.
ADVERTISEMENT
Tidak terkecuali China yang juga merasakan dampaknya. Hujan yang turun terus menerus, membuat sungai-sungai dan membanjiri kota. Bahkan air bah terjadi di sungai Yang Tze. Kegagalan panen dan kelaparan yang melanda, menewaskan hingga ribuan jiwa warganya. Kemudian, terjadi tren mengubah tanaman pangan menjadi Opium.
Lanskap padang savana di jalur pendakian Piong (Zollinger Route), Taman Nasional Tambora. Foto: Balai Taman Nasional Tambora dan Tim Jelajah 54 Taman Nasional Indonesia.
Bukti-bukti dan sumber tertulis yang pada waktu itu menyebarkan informasi ke seluruh dunia tentang letusan hebat Tambora, sebagian diantaranya adalah: Journal dua mingguan berbahasa Inggris – Java Governmen Gazette – sumber tertulis pertama kali memuat peristiwa letusan dahsyat Gunung Tambora, pada April 1815.
Kemudian, ada The Asiatic Journal and Monthly Register for British India and Its Dependencies, Vol. 1 (Januari – Juni 1816), dan catatan kaki Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java (1817; hal. 29-33).
ADVERTISEMENT
Selain itu, manuskrip atau naskah kuno Kerajaan Bima: Bo Sangaji Kai dan Kerajaan Dompu: Bo Sangaji Dompu, di dalamnya juga termuat gambaran tentang suasana saat peristiwa tersebut terjadi.
Hingga saat ini, para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu dan sejarawan terus mencari dan menggali bukti-bukti lain mengenai peristiwa mengerikan lebih dari dua abad silam yang telah mengubah peradaban dunia tersebut.
Suasana sunset dari lereng puncak kaldera Tambora. Foto: Harley Sastha.
Pasca letusan dahsyatnya, April 1815, Tambora telah menyisakan bentukan kaldera raksasa dengan diameter mencapai lebih dari 7 km dan kedalaman lebih dari 1,2 km – kaldera gunung api aktif terdalam di dunia.
Bentang dan lanskap alam Tambora yang tersaji kini, terlihat begitu mengagumkan. Perpaduan hutan dan padang savana dengan pemandangan perairan Teluk Saleh dan Semenanjung Sanggar yang menakjubkan.
ADVERTISEMENT
Kamu akan melihat dan merasakan betapa suasana matahari terbit dan terbenam dari lereng dan puncak kalderanya terasa begitu magis.