Budaya Ngaret: Mau Sampai Kapan?

Komang Genta Ayu Saraswati
Mahasiswi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
Konten dari Pengguna
12 Desember 2022 20:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Komang Genta Ayu Saraswati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
source : shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
source : shutterstock.com
ADVERTISEMENT
“Buat apa datang tepat waktu, paling yang lain juga telat”
ADVERTISEMENT
“Ah nanti saja, ini Indonesia pasti ngaret karena pakainya jam Indonesia”
“Buat apa datang tepat waktu? Buru-buru banget”
“Lebih baik tiga jam lebih cepat daripada satu menit terlambat.” -William Shakespeare
Siapa nih yang sampai sekarang masih suka ngaret? Janji jam 10 berangkat jam 12, sayangnya hal seperti ini sudah sangat sering kita temui di sekitar kita, bahkan mungkin kita juga sering jadi pelakunya. Saat ini tanpa kita sadari ngaret sudah menjadi budaya yang diserap melalui kebiasaan loh teman-teman. Perilaku tidak tepat waktu ini sudah dianggap sebagai hal manusiawi yang kerap dilakukan dengan sengaja. Bahkan, semakin bertambahnya usia dari bumi yang kian menua ini, orang yang datang tepat waktu justru kerap dianggap aneh, terlalu rajin, cari perhatian dan tak jarang menuai cemooh verbal loh!
ADVERTISEMENT
Ngaret lebih dari kebiasaan
Saat ini terlambat sudah menjadi hal yang menyatu dan dinormalisasi dalam masyarakat, terlambat tidak hanya dilakukan saat memiliki janji dengan teman dekat atau acara yang tergolong santai karena saat ini sudah banyak acara resmi yang memberikan toleransi keterlambatan (Tantomi, 2019). Pemberian toleransi ini seolah mendukung orang-orang untuk terus datang terlambat dan menjadikannya sebagai kebiasaan baru. Ngaret tidak hanya terjadi pada situasi nonformal, bahkan menurut data perilaku ngaret turut terjadi pada maskapai penerbangan, tercatat telah terjadi penurunan sebesar 0.81% dalam segi ketepatan waktu terbang yang terjadi pada masa pandemi covid-19 (Godeliv, n.d.). Banyaknya perilaku normalisasi keterlambatan membuat ngaret lebih dari sekadar kebiasaan.
Saat ini ngaret atau keterlambatan waktu yang sudah sangat erat kaitannya dengan masyarakat dapat dikategorikan sebagai sebuah budaya negatif yang tidak dapat dipisahkan dengan perilaku masa kini. Ngaret secara tidak langsung selalu menjadi perilaku yang berlindung dibalik kata ‘santai’ dan mengabaikan perilaku ‘malas’ yang sedang dimanjakan. Ramai aksi menolak kemalasan dengan perilaku hidup produktif yang sedang disuarakan berbagai sumber dan kubu pelosok bumi mulai dari pejabat, influencer, tenaga pendidik, bahkan remaja awam. Namun perilaku yang dikaitkan hanyalah mengenai bangun di pagi hari lalu beraktivitas tak lupa menaruh potret dirinya di sosial media dengan tulisan ‘morning person’, melakukan segala aktivitas lalu merasa rajin layaknya pekerja keras padahal faktanya saat menghadiri janji selalu terlambat dengan kalimat andalan “ah, nanti saja”.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari media antara, menemukan bahwa terdapat seorang penulis bernama Alfie Kohn, dosen dan penulis perilaku manusia, dalam Psychology Today menulis berbagai alasan seseorang datang terlambat. Seperti senang menjadi pusat perhatian, atau mungkin terlalu sibuk dengan hidup dan dunia mereka sendiri sampai harus membuat orang menunggu (News, 2017). Artinya, menurut psikologi terdapat kondisi psikis seseorang yang menginginkan dirinya menjadi pusat perhatian, atau terlalu sibuk dengan dunianya. Seseorang dengan perilaku ngaretnya melakukan perilaku yang tanpa mereka sadari adalah perilaku negatif demi memuaskan hasrat dirinya.
Pertanyaan terbesar yang saat ini ada di kepala masyarakat tentu saja bagaimana mengubah budaya negatif tersebut, karena meskipun sudah menjadi budaya tak jarang terdapat orang yang juga risih dengan budaya tersebut. Banyak orang yang sadar bahwa perilaku ini harus diubah namun sayangnya hal ini hanya menjadi sebuah fiksi tanpa adanya aksi yang dilakukan. Banyak pertanyaan yang tersimpan dalam otak tentang apa dampaknya dan bagaimana mengubahnya. Sayangnya selalu ada berbagai alasan untuk turut memaklumi budaya datang terlambat ini ketika disodorkan fakta relevan yaitu macet, ketiduran, dan sebagainya. Apakah hal ini dapat terus dinormalisasi menjadi sebuah budaya permanen?
ADVERTISEMENT
Dampak Ngaret
Kalimat panjang nan lebar rasanya tak cukup membahas ngaret hanya melalui cuap-cuap semata. Karena ngaret lebih dari sekedar perilaku sepele yang dapat dipertahankan. Memang pergerakan akan lebih berguna dibanding hanya pemahaman tanpa gerak. Namun saat ini banyak orang yang justru belum memiliki pemahaman dan kesadaran tentang perilaku terlambat yang hidup berdampingan dengannya ini. Mari mengenal dampak ngaret dan kita lihat saja apakah masih ingin dipertahankan? Dampak perilaku ngaret yang dikutip melalui CNN Indonesia (Indonesia, 2019). Beberapa dampak yang akan sangat terasa adalah dicap buruk, tidak dipercaya, ketinggalan, sulit mendapat pekerjaan, terancam kehilangan pekerjaan. Banyaknya dampak di atas harusnya mampu menggerakkan hati nurani untuk berpikir rasional meninggalkan budaya negatif ini bukan? Bagaimana caranya?
ADVERTISEMENT
Cara mengatasi ngaret
Meskipun budaya ini tidak hanya ada di Indonesia, namun selagi masih bisa diubah ke arah yang lebih positif bukankah tidak ada salahnya untuk mulai mencoba? Gaya hidup terlambat atau ngaret merupakan gaya hidup manusiawi yang sangat mampu untuk diubah. Namun memang dalam mengubah sebuah budaya tentu membutuhkan konsistensi dan niat yang kuat. Diambil dari media hipwee (Mudiana, 2018)terdapat beberapa cara untuk mengatasi ngaret.
Pertama, membuat reminder atau pengingat. Membuat pengingat merupakan cara ampuh untuk terhindar dari ngaret. Terutama di zaman yang sudah canggih seperti saat ini, tentu pengingat bisa didapatkan melalui berbagai aplikasi seperti notes, alarm, atau bahkan buku kecil. Membuat catatan kecil tentu membuat seseorang akan hidup lebih teratur. Bayangkan saja, saat menjalani hari yang padat lalu membuka catatan kecil atau mendengar dering alarm dari ponsel yang tak pernah lepas dari genggaman, bukankah hal ini akan membuat kita menjadi langsung bergegas mengambil posisi sigap menuju tempat temu sesuai janji yang disepakati?.
ADVERTISEMENT
Kedua, perkirakan waktu lebih awal. Memperkirakan waktu temu dengan waktu berangkat sangat penting karena hal ini dapat dijadikan upaya antisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan seperti macet, hujan, dan lainnya sehingga tidak ada lagi alasan irasional untuk datang terlambat. Seperti ketika mengetahui memiliki janji temu, seseorang dapat berangkat lebih awal dari waktu yang ditentukan untuk menghindari keterlambatan. Terlebih tidak ada ruginya untuk menjadi orang tepat waktu, kan? Bukankah dengan menghadiri sebuah janji dengan tepat waktu maka sebuah urusan juga akan lebih cepat terselesaikan? Jadi, seharusnya sudah tak ada lagi terlambat dengan alasan ‘malas’ atau ‘macet’
Berikutnya adalah Memotivasi diri sendiri. Semua tidak akan berarti jika tanpa niat dan motivasi dari dalam diri. Dengan adanya motivasi untuk mengubah gaya hidup maka seseorang akan lebih semangat untuk menjalaninya, melakukan berbagai aktivitas dengan maksimal dan menyenangkan. Semua hal akan terasa lebih ringan dan mudah ketika seseorang memiliki motivasi dalam dirinya. Mungkin memang tak mudah untuk membiasakan diri kembali pada hal positif setelah lama berada dalam belenggu budaya buruk yang merasuk diri, namun dengan adanya motivasi semua pasti bisa terlewati dengan baik dan mudah.
ADVERTISEMENT
Dilansir dalam medcom.id, seorang tokoh bernama David Maister dalam “The Psychology of Waiting Lines” pernah menggambarkan kondisi yang bisa terasa lebih lama seperti waktu ketika menunggu (Nurlaila, 2019). Bayangkan ketika berada dalam posisi seseorang yang menunggu, apakah kita akan rela menghabiskan waktu untuk menunggu orang yang tak peduli terhadap waktu kita? Mungkin sebagian besar akan menjawab tidak, untuk apa?, dan kalimat sejenisnya. Namun tak pernah disadari dirinya sering menjadi alasan seseorang menunggu dan membuang waktu orang lain. Padahal ketika kita hidup teratur dalam waktu yang tepat maka kita juga akan mendapat kepuasan karena berhasil mengikuti sebuah kegiatan dengan waktu sesuai ekspektasi. Apakah kalian pernah merasa puas ketika menghadiri acara tepat waktu? Simpel saja, jika jawabannya tidak maka kalian masih berada dalam lingkaran ngaret. Kalian semua pasti mau berubah kan?
ADVERTISEMENT
Jadi, mulai saat ini apabila kalian memiliki janji temu usahakan untuk tidak datang terlambat, ya. Mulailah perilaku yang baik dari dalam diri dan berusahalah menghargai setiap hal yang dilakukan terutama waktu. Sampai kapan ingin mengabaikan fakta dan dampak demi mempertahankan perilaku buruk yang masih bisa diubah? Jika ingin terus hidup terlambat dengan waktu seperti karet sih, ya, terserah. Akan tetapi, apakah kamu ikhlas terlahir sebagai manusia namun berperilaku seperti karet? Ngaret tidak hanya berpengaruh pada waktu yang kalian buang namun juga pada waktu orang lain yang terbuang untuk menunggu. Ayo perlahan berubah, ubah pola pikir dan gaya hidup terlambat ya, selamat menjadi produktif sesungguhnya!