Faisal Basri Kritik Tarif Cukai Rokok Masih Rumit

31 Mei 2021 17:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buruh linting rokok menempel pita cukai di salah satu pabrik rokok di Blitar, Jawa Timur, Kamis (25/3/2021). Foto: Irfan Anshori/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Buruh linting rokok menempel pita cukai di salah satu pabrik rokok di Blitar, Jawa Timur, Kamis (25/3/2021). Foto: Irfan Anshori/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, mengkritisi kebijakan cukai hasil tembakau atau cukai rokok di Indonesia yang masih sangat rumit. Menurutnya, struktur tarif cukai rokok yang kompleks ini membuat harga rokok semakin terjangkau.
ADVERTISEMENT
“Untuk mengurangi keterjangkauan rokok, kebijakan cukai harus diiringi dengan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau,” ujar Faisal dalam keterangannya, Senin (31/5).
Faisal yang juga Dewan Pembina Komnas Perlindungan Tembakau itu menjelaskan, banyak pabrik rokok yang mempertahankan jumlah produksinya di golongan bawah. Hal ini agar perusahaan membayar cukai yang lebih rendah, terutama perusahaan asing.
Selain itu, Indonesia yang saat ini memiliki 10 lapisan tarif cukai rokok memiliki celah bagi perusahaan untuk berbuat curang. Sehingga menurutnya, pemerintah harus mulai menyederhanakan struktur tarif cukai rokok.
“Hargalah yang paling dominan di sini ditambah dengan money illusion dengan jumlah batang yang dikurangi. Maka, ini sudah harus disederhanakan, rokok is rokok. Dalam bentuk apa pun, itu harus diperketat,” tegas Faisal Basri.
Pengamat ekonomi, Faisal Basri. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Kerumitan struktur cukai juga berdampak pada peningkatan konsumsi rokok masyarakat, khususnya pada anak-anak atau penduduk usia di bawah 18 tahun. Harga rokok yang murah juga dapat berkontribusi bagi semakin meningkatnya tingkat kemiskinan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, pemerintah juga telah membuat roadmap penyederhanaan struktur tarif cukai rokok melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017. Namun baru setahun berjalan, roadmap ini dibatalkan pada tahun 2019.
Saat ini, rencana penyederhanaan struktur tarif cukai rokok kembali masuk dalam agenda Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.
Renova Siahaan, Kasubdit SDM dan Pembiayaan Kesehatan Bappenas, menyebutkan bahwa simplifikasi struktur tarif cukai merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk menurunkan prevalensi perokok anak dan remaja, sesuai dengan RPJMN 2020-2024.
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
“Di dalam RPJMN sudah diatur tegas, pertama pertumbuhan ekonomi dengan reformasi struktural. Selain cukainya dinaikkan, juga simplifikasinya dibenahi. Ini menjadi komitmen pemerintah, dalam lima tahun ini, yaitu 2020-2024, ada target kenaikan tarif serta strukturnya disederhanakan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Wakil Direktur Visi Integritas, Emerson Yuntho, menuturkan bahwa kerumitan struktur tarif cukai rokok juga menyebabkan penerimaan negara dalam bentuk cukai menjadi tidak optimal.
Berdasarkan penelitian Bank Dunia, potensi penerimaan negara dari cukai rokok yang akan didapatkan dengan melakukan reformasi cukai pada tahun 2020 mencapai 0,7 persen dari total PDB Indonesia. Potensi penerimaan cukai ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, seiring dengan naiknya tarif cukai rokok.
“Kami mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan penyederhanaan, bukan justru memperumit - struktur tarif cukai rokok sesuai dengan mandat RPJMN 2020-2024,” pungkasnya.