Pak Jokowi, Kata Faisal Basri 87 Persen Utang Pemerintah Bisa Bikin Semaput

25 Juni 2021 17:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:06 WIB
Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani berbincang sebelum rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani berbincang sebelum rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior Faisal Basri menanggapi pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut pembiayaan APBN didanai oleh sumber yang aman. Menurut Faisal Basri, justru defisit anggaran dibiayai oleh utang yang tak bisa dijadwal ulang saat jatuh tempo.
ADVERTISEMENT
“Pak Presiden, 87 persen utang pemerintah berupa surat utang yang beredar di pasar. Tak bisa dijadwal ulang. Jika ada aksi jual, semaput kita,” tulis Faisal dalam akun Twitternya @FaisalBasri, Jumat (25/6).
Presiden Jokowi hari ini menerima laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020. Ia mengatakan, pemerintah akan memperhatikan rekomendasi BPK dalam mengelola pembiayaan APBN.
“Defisit anggaran dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dilaksanakan secara responsif mendukung kebijakan counter cyclical, dan mendukung akselerasi pemulihan sosial ekonomi, dikelola secara hati-hati, kredibel dan terukur," kata Jokowi.
Adapun total utang pemerintah hingga akhir Mei 2021 sebesar Rp 6.418,15 triliun. Berdasarkan komposisinya, 86,94 persen utang itu didominasi Surat Berharga Negara (SBN) atau Rp 5.580,02 triliun dan sisanya 13,06 persen berupa pinjaman.
ADVERTISEMENT
Petugas menata tumpukan uang di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
SBN terdiri dari SBN domestik atau berdenominasi rupiah Rp 4.353,56 triliun dan SBN valas Rp 1.226,45 triliun.
Berdasarkan audit BPK, realisasi pembiayaan mencapai Rp 1.193,29 triliun selama tahun lalu. Angka ini mencapai 125,91 persen dari nilai defisit yang sebesar Rp 947,70 triliun.
BPK juga mengungkapkan bahwa rasio utang tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF maupun IDR. Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen.
Selanjutnya, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen, juga melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-19 persen. Serta rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunganya telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara. Sehingga, pemerintah dikhawatirkan tidak mampu untuk membayar utang tersebut berserta bunganya.
"Memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," ujar Agung Firman dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (22/6).