Bubur Merah Putih: Wujud Syukur atas Kelahiran Anak dalam Tradisi Jawa

30 Juni 2018 11:58 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bubur merah putih (Foto: instagram/ @pawon.ind)
zoom-in-whitePerbesar
Bubur merah putih (Foto: instagram/ @pawon.ind)
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, makanan tak hanya disajikan sebagai penghalau rasa lapar atau meningkatkan energi semata, makanan telah menjadi suatu kebudayaan yang lekat dengan beragam tradisi khas Nusantara. Salah satunya adalah bubur, sajian dari tepung beras yang selama ini lebih dikenal sebagai menu sarapan atau takjil saat bulan Ramadhan.
ADVERTISEMENT
Dalam tradisi Jawa, bubur menjadi salah satu sajian wajib sebagai perwujudan rasa syukur atas karunia yang telah diberikan oleh Tuhan. Seperti bubur merah putih yang menjadi kudapan wajib untuk syukuran menyambut kelahiran bayi.
Sesuai namanya, bubur merah putih memang terdiri dari dua jenis bubur berwarna merah dan putih. Tak benar-benar berwarna merah, kata 'merah' sebenarnya berasal dari bahan baku berupa gula merah atau gula Jawa yang menghasilkan warna kecoklatan dengan rasa manis nan gurih. Sedangkan bubur putih tak berbeda jauh dari bubur biasanya, yakni terbuat dari campuran beras, santan, dan sedikit garam yang dimasak hingga mengental.
Bukan tanpa alasan bubur tradisional ini dibuat dengan dua warna berbeda. Warna merah merupakan lambang sel telur yang dimiliki oleh wanita, sedangkan warna putih melambangkan laki-laki yang memiliki sperma. Pertemuan keduanya menciptakan seorang 'manusia' baru yang lahir ke dunia dengan selamat.
ADVERTISEMENT
Selain melambangkan kelahiran seorang bayi yang suci, warna merah juga menjadi peringatan kepada ibu untuk senantiasa memaafkan kesalahan anaknya dan warna putih sebagai harapan agar orangtua selalu memberi doa restu kepada anaknya. Disajikan menjadi satu, bubur merah putih menjadi simbol doa dari orangtua untuk anaknya agar selalu selamat dan mendapatkan keberkahan di dunia.
Biasanya bubur merah putih akan disajikan pada saat puputan, yakni upacara tradisional saat tali pusat bayi mulai putus dan mengering. Setelah acara selesai, bubur akan disajikan dalam piring-piring kecil berlapis daun pisang untuk kemudian dibagikan kepada keluarga dan tetangga terdekat.
Pembagian bubur ini juga menjadi simbol berbagi rezeki kepada sesama karena telah dianugerahi anak sebagai pelengkap kehidupan. Tak lupa diselipkan juga nama bayi serta doa saat bubur dibagikan agar kelak menjadi anak yang berbakti serta berguna.
ADVERTISEMENT
Kini bubur merah putih memang tak sepopuler dulu. Meski begitu, bubur tradisional Jawa ini masih tetap menjadi pilihan utama dalam berbagai upacara tradisi seperti acara larung sesaji, simbol ucapan syukur saat panen melimpah dan berbagai acara tradisi lainnya. Selain penuh akan doa dan harapan kepada Tuhan, rasanya yang manis dan gurih serta tekstur lembutnya menjadi salah satu daya tarik bubur merah putih.