Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Minum teh telah menjadi sebuah kebiasaan bagi orang Indonesia. Mau pagi, siang, malam, teh selalu dinikmati, entah bersama kudapan ringan, atau pelepas dahaga seusai makan.
ADVERTISEMENT
Cara penyajiannya pun begitu personal; mau ditambah gula, diminum murni, atau ditambah susu. Tiap orang, punya selera minum tehnya masing-masing, yang bisa dipengaruhi oleh berbagai hal: keluarga, teman, atau budaya.
Menariknya, berbagai wilayah di Nusantara juga punya cara menyajikan tehnya masing-masing. Bisa dibilang, semacam ritual yang telah melekat di kehidupan masyarakatnya. Upacara minum teh yang dimiliki oleh Indonesia, juga tak sama seperti di China atau Jepang.
Dikutip dari buku Leaf It to Tea milik Santhi Serad, teh di Jawa Barat, misalnya, biasa dikonsumsi tanpa menggunakan gula. Minuman ini pun selalu tersedia di meja makan, meski tak diminta secara khusus.
Lain halnya di Jawa Tengah, teh hitam atau teh merah selalu diberi tambahan gula batu, menghasilkan cita rasa yang sangat manis.
ADVERTISEMENT
Penyajian teh menggunakan gula juga dilakukan di Jawa Timur. Di wilayah ini, penambahan gula juga menjadi sebuah status sosial, yang mencerminkan kalau si pemilik rumah cukup kaya untuk membeli pemanis tersebut.
Unsur budaya dari Tiongkok pun sedikit banyak memengaruhi ritual minum teh di Indonesia, khususnya Tegal. Di Kota Bahari, teh dituang menggunakan poci tanah liat. Rupanya, orang Tegal mengenal teko tanah liat dari pedagang asal China yang sedang transit di sana.
Biasanya, teh khas Tegal dinikmati bersama gula batu.
Bergeser sedikit ke Pemalang, ada teh begug yang unik. Daun teh yang sudah dipanen, disangrai terlebih dahulu dengan wajan tanah liat. Untuk menikmatinya, teh disajikan secara tubruk, dan disesap dengan mengunyah gula merah terlebih dahulu.
Sementara, di Jogja, minum teh jadi sebuah ritual yang penting bagi keluarga Kraton. Minuman teh spesial disiapkan di Pawon Patehan, salah satu dapur di dalam Kraton Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Setiap pukul 11.00, sajian teh untuk sultan 'diboyong' melewati halaman, oleh para abdi dalem yang mengenakan pakaian tradisional. Teh hitam disajikan dengan metode tubruk, dan dilengkapi dengan gula batu sebagai pemanis.
Nah, kalau sebagian besar wilayah di Jawa menikmati teh tubruk dengan tambahan gula batu, lain halnya di Sumatera. Daerah Sumatera Barat, misalnya. Mereka punya sajian teh spesial bernama teh talua, sebagai minuman penambah energi.
Untuk menyajikannya, dicampurkan telur mentah yang sudah dikocok bersama gula atau kental manis, plus perasan jeruk nipis. Teh talua biasanya dikonsumsi di pagi hari, atau sebagai teman kudapan di sore hari.
Selain teh talua, keunikan dari teh asal Sumatera Barat terdapat pada bahan yang digunakan. Di wilayah ini, daun pohon kopi juga kerap disajikan sebagai teh.
ADVERTISEMENT
Konon, teh daun kopi --yang juga dikenal sebagai kawa daun-- tercipta pada masa kolonial, saat produk-produk kopi banyak diekspor. Penduduk lokal pun memanfaatkan bagian daunnya, dengan cara menyangrainya sampai kering, lalu merebusnya.
Aromanya sangat harum, dan kerap disajikan dalam batok kelapa.
Kalau di Sumatera Utara dan Aceh, kebiasaan menyeduh tehnya dipengaruhi oleh India, mengingat banyaknya pedagang dari negara tersebut yang bermigrasi ke Medan dan Aceh.
Di kedua wilayah ini, sajian teh hitam biasanya memakai susu sebagai pemanis. Susunya pun tak asal dicampur, tapi dipadukan dengan menerapkan teknik tertentu.
Teh dan susu dicampurkan dengan cara dituang berulang kali, seperti gerakan menarik sesuatu. Setelah tercampur rata, baru kemudian teh disajikan dalam gelas, menghasilkan gelembung udara di permukaannya. Teh tersebut, dikenal dengan nama teh tarik.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tradisi minum teh di tempatmu?