Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu bertanya, siapa dirimu?
Tentu kamu, kita, bukan sekadar nama dengan daging dan tulang berlapis kulit lalu bisa berjalan dan makan. Banyak jawaban berseliweran, dan jawaban-jawaban itu lantas menjelma moto atau tagline dan sebagainya.
Psikoanalis Carl Gustav Jung pernah mengatakan you are what you do, not what you say you’ll do. Kamu adalah apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu bilang akan kamu lakukan.
ADVERTISEMENT
Jika begitu, apa yang kamu katakan saja tidak cukup untuk menjawab siapa dirimu. Itulah yang juga ditunjukkan oleh almarhum Benyamin Sueb, yang akrab dipanggil Babe.
Meskipun tentu saja Babe bukan bermaksud menjawab Jung, apa yang diucapkan dan dilakukan Babe menunjukkan siapa dirinya.
“Habis, gaji tetap belum terima, dapat sopir ngajarin korupsi mulu.”
Sebelum menjadi legenda Betawi, Babe pernah menjadi kondektur bus PPD.
Babe menikah muda pada usia 20 tahun, dan harus bisa menafkahi keluarga. Menjadi tukang roti dorong dan kondektur PPD pun waktu itu ia dilakoni. Menghidupi keluarga bukan soal uang semata. Tapi juga dari mana uang itu berasal. Babe menolak jika uang untuk memberi makan istri berasal dari hasil korupsi.
ADVERTISEMENT
Saat Babe menjadi kondektur PPD trayek Lapangan Banteng-Pasar Rumput, ia hanya bertahan beberapa bulan. Dia mengeluh karena sopir mengajarkan korupsi. Caranya, meski penumpang penuh, karcis tidak diberikan ke penumpang. Sehingga uang yang didapat dari penumpang tidak disetor, tapi masuk kantong pribadi.
Dilema pun hinggap di diri Ben, antara pendapatan besar hasil korupsi, atau hanya dari gaji tipis tapi jujur.
Tidak tahan, Babe memilih keluar dari pekerjaannya dan melamar menjadi pegawai administrasi di Bagian Amunisi Peralatan Angkatan Darat.
"Kalau tidak ada larangan Bung Karno, saya barangkali tidak akan pernah menjadi penyanyi lagu-lagu Betawi.”
Perkenalan Babe dengan musik memang sedari kecil. Mulai dari membentuk grup ngamen bersama ketujuh kakaknya hingga grup band semasa dia muda, sebelum akhirnya masuk dapur rekaman.
ADVERTISEMENT
Sejak 1957, pada usia 18 tahun, Babe bergabung dengan Melody Boys bersama Rahmat Kartolo dan lainnya. Babe menempati posisi penyanyi latar dan bongo di grup band yang biasa ngider dari satu klub ke pentas lainnya. Lagu yang mereka bawakan biasanya lagu-lagu Barat untuk mengiringi dansa dengan irama jazz atau blues.
Namun, semua berubah ketika Presiden Sukarno menggencarkan larangan menyanyikan musik ngak ngik ngok dari Barat sejak awal 1960-an.
Pada 1964, Sukarno dalam pidato kenegaraan 17 Agustus, menyatakan Indonesia harus berdikari dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Sukarno menentang keras apa yang disebutnya musik ‘ngak ngik ngok’, literatur picisan, dan dansa-dansi yang menurutnya bisa merusak moral bangsa melalui penetrasi kebudayaan.
ADVERTISEMENT
Berawal dari itu, Melody Boys kemudian berganti nama menjadi Melodi Ria. Babe pun berinovasi dengan memasukkan Gambang Kromong dalam musiknya di kemudian hari.
“Biarin Da, gue dikatain muka kampungan, tapi rezeki kita, rezeki kotaan.”
Kalimat ini tampaknya menjadi kalimat yang terkenal hingga sekarang: muka kampung rezeki kota. Bahkan menjadi salah satu judul buku biografi Babe yang ditulis oleh Ludhy Cahyana.
Munculnya kalimat ini bermula dari obrolan Babe dengan Ida Royani, pasangan duetnya.
Ida yang sebelumnya tidak mau berduet dengan Babe karena beda gaya penampilan, akhirnya masuk dapur rekaman bersama dia. Babe tidak memedulikan penampilan, sementara Ida saat itu dikenal sebagai sebagai penyanyi remaja yang funky dan jadi trendsetter.
ADVERTISEMENT
Album duet pertama mereka yang berjudul Tukang Kridit laris manis di pasaran dan disukai banyak orang.
Dalam buku Kompor Mleduk Benyamin S, ditulis bahwa Ida mengaku sering mengatakan pada Babe bahwa, “Ben, lu mesti tau, gue nyanyi ama lu ini neken perasaan. Sering dibilang kampung ama orang. Lu mesti bersyukur!”
Babe yang tidak peduli kata orang pun menjawab, “Biarin Da, gue dikatain muka kampungan, tapi rezeki kita, rezeki kotaan.”
“Kepuasan adalah kemunduran.”
Babe memang selalu berinovasi. Sewaktu dia kecil, grup ngamen Babe bentuk bersama ketujuh kakaknya, diberi nama Orkes Kaleng. Tidak ada alat musik, Babe memanfaatkan barang-barang bekas yang ada.
Belajar musik seperti bongo dan gitar pun dilakukan secara otodidak. Ketika musik ngak ngik ngok ditentang, Babe berinovasi dengan lagu Betawi dan Gambang Kromong bergaya modern. Berbagai genre musik dia coba dalam lagu-lagunya seperti jazz, blues, rock, rap, dan dangdut.
ADVERTISEMENT
Bukan cuma bermain musik, mencipta lagu, dan bernyanyi, Babe pun terjun ke dunia akting. Tak main-main Babe bahkan menyabet dua Piala Citra untuk Aktor Terbaik pada 1972 dan 1977. Menyutradarai film pun pernah dia lakoni.
Tak heran jika dia mengatakan, kepuasan adalah kemunduran.
“Gua biar banting tulang dah asal lu sekolah yang bener.”
Sebagai seorang bapak, Babe juga sangat mementingkan pendidikan anak-anaknya. Salah satu putranya, Biem Benyamin, dalam salah satu media pernah menceritakan hal itu.
“Saya ambil jurusan computer science lulus tahun 1989. Babe mah gak tau soal jurusan, yang penting dia bilang 'Gua biar banting tulang dah asal lu sekolah yang bener," kenang Biem yang berkuliah di Denver, Colorado, AS itu.
ADVERTISEMENT
Sosok seorang bapak yang ingin anaknya melanjutkan pendidikan tinggi itu juga tampak dalam peran Babe di sinetron Si Doel Anak Sekolah. Sinetron yang tayang sejak 1994 ini sukses dan mencetak sejarah dengan mencapai episode terpanjang saat itu.
Jadi, inget kata Babe!
Yuk, lihat jejak Babe di sini
Live Update