Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
4 Mahasiswa UIN Yogya Bikin MK Hapus Ambang Batas Capres, Akan Masuk Politik?
3 Januari 2025 13:49 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Gugatan presidential threshold dilayangkan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Rizki Maulana Syafei, Tsalis Khoirul Fatna, Enika Maya Oktavia, dan Faisal Nasirul Haq dikabulkan MK.
ADVERTISEMENT
Gugatan keempatnya membuat MK menghapus ambang batas syarat capres (presidential threshold). Padahal, ketentuan itu sudah puluhan kali digugat tapi tak pernah dikabulkan MK.
Alasan keempatnya mengajukan gugatan ini adalah agar masyarakat tak menjadi objek tetapi subjek demokrasi. Serta memberikan kesempatan yang luas bagi putra putri bangsa di politik.
Lalu apakah mereka juga akan terjun ke dunia politik? Begini jawaban keempatnya:
Enika Maya Oktavia
Enika menyatakan setelah kuliah justru ingin menjadi budak korporat.
"Jawaban dari saya sendiri, jawabannya adalah tidak. Saya tidak mau jadi politisi. Mohon terima saya jadi budak korporat di perusahaan," kata Enika di kampusnya, Jumat (3/1).
Enika mengatakan, di keluarganya tak ada yang masuk politik praktis. Bahkan, dia adalah orang pertama di keluarganya yang menempuh S1.
ADVERTISEMENT
"Kakak saya D3 dan saya satu-satunya orang belajar hukum, orang tua saya tidak paham hukum, kakak saya tidak paham hukum, keluarga saya tidak ada yang paham hukum, tidak ada yang berkaitan dengan politik," katanya.
Enika mengatakan, dirinya merasa tak akan kuat jika berkecimpung di dunia politik.
"Tapi kalau kedepannya ternyata saya jadi ahli hukum tata negara saya kurang tahu. Wallahu a'lam," katanya.
Rizki Maulana Syafei
Rizki mengaku tak ada latar belakang politik di keluarganya.
"Sata pribadi melihat latar belakang keluarga saya juga tidak ada yang berpolitik. Kemudian, sama seperti halnya Mbak Enika, baru saya juga yang masuk Fakultas Syari'ah dan Hukum, mengambil jurusan hukum," ungkapnya.
Menurut dia, gugatan yang diajukannya bertujuan adalah agar semua anak bangsa punya kesempatan yang sama di panggung politik.
ADVERTISEMENT
"Jadi hak-hak mereka, baik yang beragama Islam ataupun non-Islam pun mempunyai akses ke sana untuk mencalonkan dirinya menjadi presiden dan calon presiden. Mungkin itu yang bisa saya saya jawab," jelasnya.
Faisal Nasirul Haq
Faisal pun demikian. Keluarganya tak berkecimpung di politik. Dia tampaknya ingin berkecimpung di dunia penelitian dan pendidik.
"Kalau saya dulu ya dari orang tua juga tidak ada target politik nyaleg dan sepertinya tidak akan. Kalau mau proyeksi ke depan kan kita harus melihat ke belakang dan apa yang kita lakukan sekarang," kata Faisal.
Tsalis Khoirul Fatna
Senada dengan kawan-kawannya, Tsalis Khoirul Fatna alias Nana juga menyebut keluarganya awam politik. Dia pun tak akan terjun ke politik.
"Bahkan orang tua saya saja presidensial threshold itu apa masih belum tahu gitu. Jadi mungkin saya tidak akan memproyeksikan ke sana," kata Nana.
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus presidential threshold 20 persen dalam sidang uji materi terkait UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Kamis (2/1). Semua partai politik kini bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri.
Updated 3 Januari 2025, 17:01 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini