Belajar dari Kasus Pegi, Apa Penyidik Paham Scientific Crime Investigation?

9 Juli 2024 10:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kabaharkam Komjen Arief Sulistyanto memberikan pengarahan soal Crime Scientific Investigation.  Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kabaharkam Komjen Arief Sulistyanto memberikan pengarahan soal Crime Scientific Investigation. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pegi Setiawan akhirnya lepas dari jeratan tersangka kasus tewasnya Vina. Hakim menilai penetapan tersangka tidak sah karena ada pelanggaran prosedur administrasi.
ADVERTISEMENT
Dari lepasnya Pegi di praperadilan itu, ada satu pertanyaan menggelitik. Apa dalam kasus Pegi ini Polri sudah menerapkan scientific crime investigation (SCI) seperti yang selama ini kerap didengungkan?
"Sering didengungkan penerapan SCI, tetapi kebanyakan tidak memahami konsep SCI dan hakekatnya," kata Komjen (Purn) Arief Sulistyanto dalam keterangannya, Selasa (9/7).
Pegi Setiawan memberikan keterangan usai dilepas dari penjara di Polda Jawa Barat, Senin (8/7/2024). Foto: kumparan
Arief yang pernah menjadi Kabareskrim ini menjelaskan, tak sedikit penyidik kepolisian yang mengetahui SCI secara dangkal dan sempit, dengan menyatakan bahwa ketika ada barang bukti diperiksa di labfor oleh ahli atau telah melakukan pemeriksaan ahli, dikatakan itu SCI.
"Secara konseptual SCI adalah langkah yang komprehensif dalam penyidikan yaitu penerapan metode ilmiah dalam penyidikan. Pertanyaannya adalah apa metode ilmiah? Metode ilmiah adalah langkah-langkah dalam menemukan kebenaran ilmiah setidaknya melalui proses: Perumusan Masalah, Hipotesa, Pengumpulan data-informasi-bukti dan fakta, Pengolahan dan analisa data-informasi-bukti dan fakta, terakhir adalah Pengambilan Kesimpulan," beber Arief.
ADVERTISEMENT
Jadi lanjut purnawirawan yang pernah menjadi Kabaharkam dan Kalemdikpol ini, ketika penyidik menemukan peristiwa, kalau semua prosedur yang telah diatur itu sudah dilakukan maka sebenarnya sudah menerapkan metode ilmiah dalam penyidikannya.
"Hakekatnya SCI itu sendiri sebenarnya menemukan kebenaran yang dilandasi oleh prinsip kejujuran , kebenaran dan objektif," jelas dia.
Arief menduga dalam kasus Pegi ini mungkin sebenarnya prosedur SCI sudah dilakukan. Namun tidak runut dan tidak memahami hakikatnya.
"Apalagi penyidikannya di tengah desakan publik yang menyoroti dari segala arah. Akhirnya tidak fokus pada langkah SCI, tetapi terpengaruh oleh opini dan sibuk melakukan counter opini. Inilah yang menjadi pekerjaan penyidik selanjutnya untuk mengevaluasi atau melakukan audit investigasi," saran Arief.
ADVERTISEMENT
"Audit dilakukan secara cermat karena penetapan tersangka terhadap Pegi didasarkan pada penyidikan yang sebelumnya. Para pelakunya sudah dijatuhi hukuman penjara yang cukup berat," urai dia.
Arief juga memberi saran, dengan lepasnya Pegi ini yang harus dilakukan penyidik adalah melakukan penelitian kembali hasil penyidikan terhadap Pegi. Mengapa sampai terjadi kesalahan sehingga Hakim Praperadilan menyatakan tidak sah penetapan tersangka.
"Kesalahan tersebut apakah pada aspek formil (prosedur dan administrasi) artinya hanya salah prosedur tetapi tidak salah orang maka segera benahi dan lengkapi sehingga tidak ada kesalahan. Bila kesalahannya pada aspek materiil maka terjadi error in persona maka harus dilakukan penyelidikan lagi berdasarkan hasil penyidikan sebelumnya untuk menemukan pelaku yang sebenarnya (selain Pegi) dan jangan salah lagi," urai dia.
ADVERTISEMENT
Kedua, meneliti dan mengkaji secara cermat hasil penyidikan para tersangka sebelumnya karena sudah memperoleh keputusan hakim maka sudah ada alat bukti.
"Dari alat bukti itu dikembangkan untuk bisa diperoleh alat bukti untuk menemukan pelaku yang sebenarnya. Ketiga , melakukan audit investigasi terhadap penyidikan secara keseluruhan sehingga bisa diperoleh temuan dan masukan untuk kelanjutan perkara ini terutama pada aspek pembuktiannya," tutup Arief.