Di Balik Upaya Mengubah Wajah Kereta Jabodetabek

31 Januari 2017 15:46 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Para commuters mengantri membeli tiket KRL. (Foto: Deanda Dewindaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para commuters mengantri membeli tiket KRL. (Foto: Deanda Dewindaru/kumparan)
Manusia-manusia “dipaksa” berbaris tertib di depan vending machine, lalu satu per satu melewati tripod gate in dengan menempelkan kartu elektronik, sebelum akhirnya masuk ke kereta rel listrik (KRL) Commuter Line.
ADVERTISEMENT
Ini tak istimewa. Ada di mana-mana. Di banyak negara, baik Asia maupun Eropa.
Bagaimanapun, fenomena “tertib” berkereta api di Indonesia, utamanya Jabodetabek, tergolong baru.
Penumpang menunggu KRL di peron. (Foto: Dok. PT. KAI)
zoom-in-whitePerbesar
Penumpang menunggu KRL di peron. (Foto: Dok. PT. KAI)
Semua dimulai enam tahun lalu, 2011, saat PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) mengawali modernisasi armada keretanya. Perlahan, mereka mengubah sistem transportasi kereta, termasuk budaya masyarakat penggunanya.
Itu bukan pekerjaan mudah yang rampung dalam semalam. Turbulensi mengiringi, termasuk protes dari penumpang sebagai pengguna setia.
Gejolak misalnya terjadi ketika PT KCJ mengumumkan penghapusan KRL Ekspres dan KRL Ekonomi. Kalangan eksekutif yang terbiasa duduk nyaman dengan ruang relatif lega di KRL Ekspres dalam perjalanan menuju kantor mereka di Jakarta, dipaksa berbaur dengan para penumpang yang biasa naik KRL Ekonomi.
ADVERTISEMENT
Padahal, menurut sebagian pekerja kantoran, sejumlah penumpang KRL ekonomi berisik bukan main. Kadang cenderung kampungan. Tertawa terbahak-bahak di kereta seakan di warung kopi. Sungguh menyebalkan.
Para pengguna setia KRL Ekonomi sama jengkelnya. Mereka terbiasa bepergian dengan ongkos murah meriah. Apa jadinya jika KRL Ekonomi dihapus? Biaya transportasi bisa melonjak. Padahal selama ini tiket murah jadi andalan mereka.
KRL dan kereta ekonomi.  (Foto: Dok. PT. KAI)
zoom-in-whitePerbesar
KRL dan kereta ekonomi. (Foto: Dok. PT. KAI)
Juru Bicara PT KCJ Eva Chairunnisa ingat semua “huru-hara” itu, saat KRL Ekspres dan KRL Ekonomi dihapuskan. Padahal, kereta komuter satu kelas memang konsep di negara-negara maju. Bukannya dibuat untuk mempersulit masyarakat.
“Tipikal kereta komuter itu single class. Jadi kami buat single class. Enggak ada lagi dual class. Semua rata. Tidak ada perbedaan kelas untuk komuter. Kecuali untuk kereta jarak jauh yang punya kelas eksekutif,” kata Eva kepada kumparan di Stasiun Juanda, Senin (30/1).
ADVERTISEMENT
Teriakan pemrotes dianggap Eva wajar. Itu memang perubahan dahsyat. Merombak tatanan mapan penumpang kereta yang selama ini terbangun.
Perubahan bukan cuma pada kereta, tapi juga harga tiket. Tarif diturunkan drastis. Rute Bekasi ke Depok yang semula Rp 16.000 menjadi cuma Rp 4.000. Tiket elektronik diberlakukan, membuat dongkol orang-orang yang gagap teknologi.
Kartu KMT KRL. (Foto: Dok. PT. KAI)
zoom-in-whitePerbesar
Kartu KMT KRL. (Foto: Dok. PT. KAI)
Untuk menerapkan e-ticketing pun tak semudah membalik telapak tangan. Perlu tempat khusus untuk membuat tripod gate-in. Maka areal stasiun dikosongkan dari para pedagang. Kios-kios pedagang dirobohkan, dan pedagang asongan diusir.
Hal serupa diterapkan di 72 stasiun kereta di Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi. Tanpa kecuali. Tanpa pilih kasih.
Pembongkaran kios di Stasiun UI. (Foto: Dok. PT. KAI)
zoom-in-whitePerbesar
Pembongkaran kios di Stasiun UI. (Foto: Dok. PT. KAI)
Saat kios-kios dirobohkan, jangan tanya bagaimana reaksi masyarakat. Banyak yang geram, terutama ketika melihat para pedagang menangis kehilangan kiosnya --yang terletak di areal stasiun.
ADVERTISEMENT
PT KCJ bergeming. Rencana pembersihkan dilakukan bertahap sesuai jadwal.
"Memang harus dipaksa. Harus dilakukan sistematis. Sampai kami memberlakukan: kereta tidak akan dijalankan jika masih ada pintu terbuka,” kata Eva.
Sistem itu diterapkan konsisten. Terbukti, sampai saat ini tidak ada yang melanggar dengan bergelantungan di pintu kereta, karena konsekuensinya kereta tak jalan.
Petugas pelayanan dan keamanan pun ditempatkan di tiap gerbong untuk menjaga ruang steril kereta. Prinsipnya, gerbong hanya untuk penumpang.
Hingga kini revolusi kereta masih berlangsung. Sejumlah fasilitas masih terus diperbaiki atas kerja sama PT KCJ, PT Kereta Api Indonesia, dan pemerintah.
"Pemerintah ingin membawa pengendara pribadi pindah ke transportasi umum," kata Eva. Itulah gagasan besarnya.
Apakah kamu merasakan manfaat dari transformasi wajah KRL tersebut? Atau menurutmu semua ini belum cukup? Yuk berbagi cerita di kumparan.
ADVERTISEMENT
Ikuti rangkaian kisah seputar kereta komuter di sini
Infografis krl commuter line. (Foto: Ridho Robby/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis krl commuter line. (Foto: Ridho Robby/kumparan)