Hakim MK Saldi Isra Dissenting Opinion: Harusnya PSU di Jakarta hingga Jateng

22 April 2024 14:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Hakim Konstitusi Saldi Isra mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Hakim Konstitusi Saldi Isra mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Pemilu (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan oleh Paslon 01 Anies-Muhaimin. Namun ada tiga hakim yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat hukum berbeda.
ADVERTISEMENT
Tiga hakim yang menyatakan perbedaan pendapat yakni hakim Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Sementara, hakim lainnya Suhartoyo, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani memiliki satu pendapat yakni menolak gugatan.
Dalam pemaparan dissenting opinionnya, Saldi mengatakan terdapat dua alasan dirinya berbeda pendapat dengan mayoritas hakim. Yakni masalah bantuan sosial (bansos) hingga keterlibatan aparat negara.
"Terhadap pertimbangan hukum Mahkamah dalam menanggapi dalil-dalil Pemohon, pada pokoknya, saya memiliki posisi hukum yang serupa pada sebagian isu tersebut, terkecuali untuk beberapa persoalan yang menjadi tumpuan perhatian saya dan termasuk sebagai bagian argumentasi dalam permohonan," kata Saldi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4).
Dia mengatakan, penggunaan bansos sebagai alat menenangkan paslon tertentu tidak bisa dianggap sebagai dalil yang terbantahkan begitu saja. Hal yang sama, kata Saldi, juga terkait adanya keterlibatan aparat hingga pejabat negara.
ADVERTISEMENT
"Ada dua hal yang membuat saya mengambil haluan untuk berbeda pandangan (dissenting opinion) dengan pendapat mayoritas majelis hakim, yaitu dalam persoalan mengenai penyaluran dana bantuan sosial yang dianggap menjadi alat untuk memenangkan salah satu peserta pemilu presiden dan wakil presiden," ucap dia.
"Dan (kedua) perihal keterlibatan aparat negara, pejabat negara, atau penyelenggara di sejumlah daerah," sambungnya.
Atas pertimbangan tersebut, Saldi Isra menilai MK seharusnya mengabulkan permohonan AMIN. Menurut dia, seharusnya dilakukan adanya pemungutan suara ulang di beberapa daerah karena terbuktinya politisasi bansos dan netralitas pejabat.
Daerah yang disinggung oleh Saldi terdapat masalah netralitas Pj Kepala Daerah dan Pengerahan Kepala Daerah yakni di: Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, dalil pemohon sepanjang berkenaan dengan politisasi bansos dan mobilisasi aparat/aparatur negara/penyelenggara negara adalah beralasan menurut hukum. Oleh karena itu, demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil maka seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas," pungkas Saldi.
Meski demikian, mayoritas hakim MK menyatakan permohonan Anies-Muhaimin ditolak. Putusan tersebut final dan mengikat.