MK Hapus Aturan Presidential Threshold, Bagaimana Bila Nanti Ada 30 Capres?

2 Januari 2025 19:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja melakukan penyortiran surat suara untuk Pilpres 2024 di gedung logistik Pemilu 2024 KPU Kota Tangerang Selatan di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (11/1/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja melakukan penyortiran surat suara untuk Pilpres 2024 di gedung logistik Pemilu 2024 KPU Kota Tangerang Selatan di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (11/1/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi menghapus ketentuan mengenai ambang batas syarat capres dan cawapres. Dengan demikian, semua partai politik peserta pemilu bisa mengajukan capres-cawapres tersendiri.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana bila terdapat 30 parpol? Apakah bakal ada 30 capres pula?
MK menyebut bahwa Indonesia adalah negara dengan sistem presidensial yang dalam praktiknya tumbuh dalam balutan model kepartaian majemuk (multi-party system). Meski ketentuan ambang batas dihapus, tetapi MK mengingatkan tetap harus diperhitungkan potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden sama dengan jumlah partai politik peserta pemilu.
"Dalam hal ini, misalnya, jika jumlah partai politik peserta pemilu adalah 30, maka terbuka pula potensi terdapat 30 pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan partai politik peserta pemilu," kata Hakim MK Saldi Isra membacakan pertimbangan putusan, Kamis (2/1).
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi anggota Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) saat sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
MK menegaskan bahwa pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan hak konstitusional semua partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu pada periode yang bersangkutan atau saat penyelenggaraan pemilu berlangsung.
ADVERTISEMENT
Namun, MK mengingatkan bahwa UU Nomor 7 Tahun 2017 mengenai pemilu bisa direvisi.
"Pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak sehingga berpotensi merusak hakikat dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat," ujar Saldi.
Meski terdapat ketentuan Pasal 6A ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang pada pokoknya telah mengantisipasi kemungkinan terjadinya pemilu presiden dan wakil presiden putaran kedua, MK berpendapat jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak belum menjamin berdampak positif bagi perkembangan dan keberlangsungan proses dan praktik demokrasi presidensial Indonesia. Oleh karena itu, pembentuk undang-undang, dalam revisi UU 7/2017, dipandang dapat melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT