MK Ubah Aturan UU Pilkada: Langsung Berlaku; Buat Kaesang Tak Bisa Maju

21 Agustus 2024 6:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah sejumlah aturan dalam UU Pilkada. Pertama terkait penghitungan parpol untuk mengusung kepala daerah. Kemudian yang kedua soal batas umur calon kepala daerah (cakada). Dua keputusan tersebut bisa mengubah peta politik jelang Pilkada 2024.
ADVERTISEMENT
Putusan soal penghitungan parpol untuk mengusung kepala daerah tercantum dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Itu merupakan gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora.
Aturan mengenai hal tersebut termuat dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 atau UU Pilkada.
Dalam aturan lama, perhitungan mengacu pada jumlah kursi DPRD di daerah yang terkait. Kini, MK mengubah aturan tersebut. Acuannya kini kepada jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk calon independen atau perseorangan.
MK mengeluarkan keputusan tersebut dengan pertimbangan aturan sebelumnya membatasi pemenuhan hak konstitusional dari partai politik yang telah mendapat suara sah tapi tidak memiliki kursi di DPRD. Akibatnya, mengurangi nilai pemilihan kepala daerah yang demokratis sebagaimana amanat Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945.
ADVERTISEMENT
"Sebab, suara sah hasil pemilu menjadi hilang karena tidak dapat digunakan oleh partai politik untuk menyalurkan aspirasinya memperjuangkan hak-haknya melalui bakal calon kepala daerah yang akan diusungnya," kata Hakim MK.
Ilustrasi lambang Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan
MK menyebut bahwa Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menghendaki pemilihan kepala daerah yang demokratis. Salah satunya dengan membuka peluang kepada semua partai politik peserta pemilu yang memiliki suara sah dalam pemilu untuk mengajukan bakal calon kepala daerah agar masyarakat dapat memperoleh ketersediaan beragam bakal calon.
"Sehingga dapat meminimalkan munculnya hanya calon tunggal yang jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus-menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat," ujar Hakim MK.
Keputusan MK tersebut disambut baik oleh Pakar hukum Kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini. Ia mengatakan Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 ini langsung berlaku untuk Pilkada 2024.
ADVERTISEMENT
"Sebab, putusan MK ini tidak menyebut penundaan pemberlakuan putusan pada pilkada mendatang seperti halnya Putusan MK terkait Ambang Batas Parlemen No.116/PUU-XXI/2023 (berlaku setelah 2024, yakni di Pemilu 2029)," kata Titi, Selasa (20/8).
Titi melanjutkan, "Putusan MK soal ambang batas pencalonan pilkada ini serupa dengan Putusan MK soal usia calon di Pilpres dalam Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, yang memberi tiket pencalonan dan digunakan Gibran untuk maju pada Pilpres 2024 yang lalu."
Aditya Perdana, Dosen Ilmu Politik FISIP UI yang juga Direktur Eksekutif ALGORITMA Research and Consulting, menyatakan putusan MK yang menurunkan ambang batas pencalonan Pilkada menjadi di bawah 20 persen ini mengubah banyak hal.
"Putusan MK hari ini secara mengejutkan memiliki dampak yang serius bagi pemetaan koalisi politik yang sedang dipersiapkan oleh partai politik," kata Aditya, Selasa (20/8).
ADVERTISEMENT
Aditya melanjutkan, "Karena desain koalisi hanya dengan komposisi 20 persen, diyakini akan berubah banyak. Apalagi dengan argumen pembentukan KIM Plus ini akan mendorong banyak perubahan terutama bagi parpol yang berada di KIM ingin mengajukan sendiri, tanpa harus menggenapkan menjadi 20 persen."
"Putusan MK juga diyakini akan mendorong banyak kesempatan bagi calon kepala daerah yang sudah patah arang dan putus asa untuk kembali punya peluang mencari partai-partai yang bisa mendorong pencalonan disesuaikan dengan persentase yang telah ditentukan oleh putusan MK tadi. Karena ada skema koalisi besar maka belakangan ini banyak calon yang peluangnya terbatas," kata Aditya.

Perubahan Ketentuan Batas Usia

Keputusan soal batas umur calon kepala daerah (cakada) tertuang dalam putusan nomor 70/PUU-XXII/2024. Awalnya aturan itu digugat Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fahrur Rozi, dan Mahasiswa Podomoro University, Anthony Lee. Gugatan ini tak terlepas dari adanya putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Bila merujuk pada aturan awal sebelum putusan MA, calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun saat ditetapkan sebagai pasangan calon.
Dalam putusannya, MA menyebut bahwa syarat usia tersebut mulai berlaku ketika pelantikan. Jadi, mereka yang baru berusia 30 tahun pada saat pelantikan dilakukan, bisa mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.
Putusan itu kemudian dikaitkan dengan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep. Kaesang lahir di Solo, 25 Desember 1994. Artinya, saat penetapan calon kepala daerah, usia Kaesang masih 29 tahun, belum memenuhi syarat.
Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, meminta untuk mematuhi putusan tersebut. Maka KPU bisa tidak mengesahkan bakal calon yang tidak sesuai dengan keputusan MK.
ADVERTISEMENT
"Kalau tidak memenuhi syarat saat penetapan paslon, maka tidak sah menurut MK," kata Titi dalam keterangannya, Selasa (20/8).
"Dengan demikian, jika ada cagub atau cawagub yang usianya belum 30 tahun saat penetapan paslon oleh KPU, maka menurut MK pencalonannya adalah tidak sah," imbuh Titi.
Sementara itu, Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari, mendorong KPU langsung menjalankan Putusan MK soal batas usia calon untuk maju pilkada.
"Putusan MK (terbaru), usia 30 ditentukan saat penetapan calon. Jadi tanggal 27-29 Agustus (saat pendaftaran peserta pilkada usianya) harus 30 tahun," kata Feri saat dihubungi, Selasa (20/8).
Ia menambahkan, dengan ini Kaesang yang baru berusia 30 tahun pada 25 Desember nanti tak bisa maju pilkada.
ADVERTISEMENT
"Kaesang bisa enggak maju, kecuali KPU-nya bebal, ya," kata Feri.

Bakal Banyak Drama

Pemerhati politik, Denny Indrayana menyoroti 2 putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, serta usia calon Gubernur pada Pilkada mendatang. Katanya, dengan adanya putusan tersebut, Pilkada bakal semakin hangat dan dinamis.
Belum lagi dengan drama yang bakal muncul pada beberapa hari ke depan.
"Beberapa hari menjelang pendaftaran kepala daerah ke KPU, akan banyak drama dan politicking yang seyogyanya tidak makin menghilangkan esensi pemilu yang semestinya jujur, adil, dan demokratis," ucap Denny, lewat keterangannya, Selasa (20/8).
Denny memprediksi, pada beberapa wilayah strategi melawan kotak kosong bakal berubah. Pasalnya, dengan putusan 60 MK, partai-partai bisa mengusung sendiri calon gubernurnya.
ADVERTISEMENT