Nadiem Jawab Kritik Komisi X DPR soal Penghapusan UN

12 Desember 2019 16:06 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendikbud Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor UI Prof Ari Kuncoro. Foto: Dok. Humas UI
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbud Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor UI Prof Ari Kuncoro. Foto: Dok. Humas UI
ADVERTISEMENT
Mendikbud Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR, Kamis (12/12) untuk membahas penghapusan Ujian Nasional (UN). Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi X Syaiful Huda itu, DPR mempertanyakan detail dan kesiapan pemerintah dalam menerapkan rencana tersebut.
ADVERTISEMENT
"Ada jarum ada peniti, jangan ditusuk pastilah luka, ujian nasional sudah akan diganti, Mas Nadiem harus jamin lebih sempurna. Pantun ini mewakili keresahan saya dan yang lain" ujar Syaiful Huda di ruang rapat Komisi X, Senayan, Jakarta Pusat.
Menjawab pertanyaan tersebut, Nadiem menjelaskan, sebelumnya UN merupakan salah satu penentu kelulusan siswa. Padahal, seharusnya evaluasi terhadap murid ini dilakukan oleh guru dan sekolah.
Mendikbud Nadiem Makarim usai upacara peringatan hari guru di Kemendikbud. Foto: Abyan Faisal Putratama
"Kenyataannya, para dinas mengumpulkan soal-soal UN dan didistribusikan ke setiap sekolah. Sehingga sekolah tidak bisa melaksanakan haknya untuk melakukan penilaian secara independen. Kedaulatan sekolah tidak terjadi karena ada ujian sekolah berstandar nasional," jawab Nadiem.
Dengan menghapus UN, menurut Nadiem, seluruh guru dipaksa untuk berpikir bagaimana caranya mengubah kompetensi yang sudah ditetapkan menjadi soal yang bisa ia nilai. Sehingga, tanggung jawab dan ownership para guru juga meningkat.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, bagi para siswa, keberadaan UN sebagai tolak ukur kelulusan juga menjadi momok tersendiri. Sebab, sistem pembelajaran yang diterapkan oleh para siswa adalah metode menghafal dan bukan memahami.
"Tiga jam mengisi pilihan ganda, tapi (hasilnya) menghantui dirinya seumur hidup. Ini tidak fair. Untuk bisa menilai cognitive pun belum lengkap, ini hanya aspek memori. Dia (UN) bahkan tidak menyentuh karakter values anak," tutur Nadiem.
Mendikbud Nadiem Makarim. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Sehingga, Nadiem menilai, akan lebih baik jika UN digantikan dengan asesmen kompetensi dan survei karakter. Untuk menerapkan hal itu, Nadiem menuturkan, pihak Kemendikbud akan bekerja sama dengan tim PISA (Program International for Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study).
"Makanya topik (yang diujikan) cuma dua. Literasi atau kemampuan memahami konsep bacaan, dan numerik. Numerik ini bukan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan hitung berhitung dalam konteks nyata," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk survei karakter, Nadiem berencana akan membuat sejumlah pertanyaan untuk menentukan seberapa besar Pancasila ditanamkan. Pertanyaan tersebut bukan soal hafalan sila-sila apa, namun lebih ke arah poin-poin utamanya, seperti masalah gotong royong, keadilan, toleransi, dan lain-lain.
Survei ini akan dibuat dengan format yang sederhana. Melalui survei ini, kata Nadiem, juga bisa dilihat apakah anak tersebut sedang dalam kondisi aman, tidak stress, tidak dirundung, atau tidak mendapat tekanan dari orangtua dan guru.
"UN yang tadinya dilakukan di akhir, sekarang dilakukan di tengah jenjang. Kenapa? Agar sudah tidak bisa lagi angka hasil ini digunakan sebagai alat seleksi untuk masuk tahap berikutnya. Ini penting untuk mengakhiri penghukuman siswa dengan angka UN," pungkasnya.
ADVERTISEMENT