PDIP Sambut Positif Putusan MK Terkait UU Pilkada: MK Kembali ke Muruahnya

20 Agustus 2024 22:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi VI DPR F-PDIP Deddy Yevri Sitorus. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi VI DPR F-PDIP Deddy Yevri Sitorus. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
PDIP menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah aturan dalam UU Pilkada mengenai aturan pencalonan kepala daerah. Aturan yang diubah MK adalah terkait penghitungan parpol untuk mengusung kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Putusan ini membuka kemungkinan parpol bisa mengusung calon kepala daerah sendiri.
Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus bersyukur dengan adanya putusan tersebut. Menurutnya, putusan itu membuat MK kembali ke muruahnya.
"Kita bersyukur hari ini dapat kado dari MK setelah dulu dibajak menjadi Mahkamah Keluarga, hari ini kembali pada kewarasan," kata Deddy kepada wartawan di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
"Ya, jadi, kalau dulu kita dikhianati secara konstitusional, sekarang kayaknya MK mengembalikan muruah lembaga itu, sehingga menghasilkan keputusan yang menurut kita sangat penting," sambung dia.
Deddy menduga adanya langkah penguasa untuk menghentikan PDIP agar tak bisa mengusung calon di Pilkada.
Namun, berkat adanya putusan MK ini, ia menyebut hal tersebut merupakan kemenangan bagi rakyat dalam pesta demokrasi.
ADVERTISEMENT
"Kedua, ada tendensi supaya dalam Pilkada itu PDIP tidak bisa bergerak atau mencalonkan diri dengan leluasa. Ketiga, kami melihat ini adalah kemenangan rakyat melawan oligarki parpol yang ingin membajak demokrasi yang hanya ingin menghadirkan satu calon di daerah," ucapnya.
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa keputusan ini membuat Pilkada tak akan dihiasi dengan kotak kosong atau sekadar calon tunggal.
Menurutnya, hal itu juga akan berdampak pada biaya politik yang rendah yang dikeluarkan oleh partai politik.
"Dan ini juga akan membuat biaya politik menjadi murah, karena apa? Tentu partai-partai akan dipaksa memilih pasangan calon terbaik, bukan pasangan calon yang bisa dibeli atau dibayar mahal dari partai-partai politik," tutur Deddy.
"Ini tentu satu kemenangan untuk rakyat dan tentunya untuk demokrasi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sekilas Putusan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah aturan dalam UU Pilkada mengenai aturan pencalonan kepala daerah. Aturan yang diubah MK adalah terkait penghitungan parpol untuk mengusung kepala daerah.
Aturan mengenai hal tersebut termuat dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 atau UU Pilkada.
Berikut bunyi pasal sebelum diubah MK:
Pasal 40
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika hasil bagi jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menghasilkan angka pecahan maka perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
ADVERTISEMENT
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Setelah diubah, pasal tersebut kini berbunyi:
Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut.
ADVERTISEMENT
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.
d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut.
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut.
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut.
ADVERTISEMENT
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.