PDIP soal MK Hapus PT 20%: Suka Tak Suka Harus Dijalankan, tapi Perlu Kita Kaji

2 Januari 2025 18:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) menerima berkas hasil rapat dan pandangan mini fraksi dari Ketua Panja pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) Dolfie OFP (kiri) saat rapat paripurna. Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) menerima berkas hasil rapat dan pandangan mini fraksi dari Ketua Panja pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) Dolfie OFP (kiri) saat rapat paripurna. Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Sekretaris Fraksi PDIP DPR Dolfie OFP mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen.
ADVERTISEMENT
Dolfie menyadari, putusan ini akan menimbulkan pro dan kontra, namun putusan MK bersifat mengikat sehingga harus dijalankan.
“Putusan MK mengikat dan final. Suka tidak suka putusan MK harus dijalankan,” kata Dolfie OFP kepada wartawan, Kamis (2/1).
Doli mengatakan, gugatan ini sudah puluhan kali digugat ke MK dan selalu ditolak. Namun, untuk kali ini, MK akhirnya memutus untuk menerima gugatan seluruhnya.
"Bahwa terdapat pro kontra atas konsistensi putusan MK terkait dengan pengujian materi ambang batas, perlu menjadi pencermatan kita bersama," kata dia.
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
Dolfie tidak memberikan pendapat gamblang bagaimana sikap Fraksinya di DPR soal putusan tersebut. Dia mengatakan, PDIP masih butuh waktu untuk mengkaji lebih lanjut putusan MK yang menurutnya bisa memberikan memiliki dampak luas terhadap sistem pemilu.
ADVERTISEMENT
“Masih perlu dikaji, karena punya banyak implikasi baik dari sisi regulasi, peserta pemilu, pencalonan presiden dan sebagainya," katanya.
Meski begitu, ia mendorong DPR RI dan pemerintah segera membahas RUU Pemilu untuk mengakomodir putusan ini, sebab putusan MK mengikat dan harus dijalankan.
"DPR RI dan Pemerintah harus segera membahas UU, sbg implikasi dari putusan MK tersebut," pungkasnya.
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang putusan terhadap gugatan nomor 62/PUU-XXII/2024 pada Kamis (2/1). Gugatan itu terkait uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pemohon yakni Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna yang merupakan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Para pemohon dalam petitumnya mempermasalahkan Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu. Pasal 222 ini mengatur syarat ambang batas atau threshold bagi capres dan cawapres.
ADVERTISEMENT
Dengan putusan MK ini, seluruh parpol mulai 2029 bisa mengajukan capres dan cawapresnya. Sebelumnya, pencalonan capres-cawapres terkendala dengan aturan PT 20% sehingga parpol harus koalisi.