Pengacara soal Praperadilan Hasto Tak Diterima: Kecewa, Ini Pembodohan Hukum

13 Februari 2025 17:45 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menghadiri sidang putusan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tim hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menghadiri sidang putusan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengacara Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis, merespons putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang tidak menerima gugatan praperadilan kliennya. Ia mengaku kecewa atas putusan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kami harus mengatakan bahwa kami kecewa dengan putusan praperadilan yang dibacakan," kata Todung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/2).
Todung menyebut, tak ada pertimbangan hukum yang dibacakan oleh hakim dalam memutus gugatan ini. Dia menilai, hal ini adalah sebuah bentuk peradilan yang sesat.
"Jadi dua hal ini yang kami harapkan sebenarnya, mendapat perhatian dan legal reasoning yang kuat dari hakim tunggal yang memeriksa perkara ini," ujar Todung.
"Tapi apa dikata? Putusan yang dangkal. Ini bukan pendidikan hukum, ini pembodohan hukum," tambah dia.
Hakim Tunggal Djuyamto membacakan putusan gugatan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Pengacara Hasto lainnya, Maqdir Ismail, mempersoalkan pertimbangan hakim hingga memutuskan tidak menerima gugatan kliennya.
Dalam permohonannya, Hasto mempersoalkan mengenai status tersangka yang dijeratkan oleh KPK, yakni tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) eks Caleg PDIP, Harun Masiku, dan perintangan penyidikan.
ADVERTISEMENT
Menurut hakim, dalam pertimbangannya, gugatan tersebut tak bisa dibuat dalam satu permohonan. Sebab, mempersoalkan dua sprindik yang diterbitkan oleh KPK.
Hal tersebut yang kemudian diprotes oleh Maqdir. Sebab menurut dia, tidak ada larangan mengenai hal tersebut.
"Apakah di dalam proses praperadilan itu ada larangan yang secara hukum bisa melarang orang menguji dua penetapan tersangka dalam satu permohonan? Enggak ada apa pun," ujar Maqdir.
Dia menjelaskan, dalam praktik hukum pidana, ada istilah penggabungan perkara, kumulasi subjektif, dan kumulasi objektif. Artinya, jika hendak memutus gugatan, alat bukti mesti menjadi pertimbangan.
"Kalau seandainya itu dalam pertimbangan tadi yang dikemukakan oleh majelis tentu kami akan dengan senang hati akan menerimanya. Tetapi itu sama sekali tidak didengar, tidak diucapkan oleh majelis yang terhormat ini," ucap dia.
ADVERTISEMENT