Penghapusan UN: Didukung Jokowi, Dikritisi DPR hingga Jusuf Kalla

13 Desember 2019 6:07 WIB
comment
32
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memberikan sambutan pada pelantikan rektor UI di kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memberikan sambutan pada pelantikan rektor UI di kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
ADVERTISEMENT
Mendikbud Nadiem Makarim membuat gebrakan perdana dengan kebijakan 'Merdeka Belajar', salah satunya dengan menghapus Ujian Nasional (UN) mulai tahun 2021. Di tahun tersebut, UN akan digantikan dengan asesmen kompetensi dan survei karakter.
ADVERTISEMENT
Keputusan Nadiem menghapus Ujian Nasional diapresiasi sejumlah pihak, termasuk Presiden Joko Widodo. Menurut Jokowi, asesmen kompetensi akan diterapkan tidak hanya kepada siswa saja, tetapi juga sekolah dan guru.
"Yang diasesmen adalah sekolah, guru dan juga ada yang namanya survei karakter. Dari situ bisa dijadikan evaluasi pendidikan kita sampai ke level mana. Nanti sudah dihitung," ujar Jokowi, Kamis (12/12).
"Artinya, mau tidak mau nanti setiap sekolah akan ada angka-angkanya, yang angkanya di bawah grade tentu saja harus diperbaiki dan diinjeksi sehingga bisa naik levelnya. Akan kelihatan sekolah mana yang perlu disuntik," jelasnya.
Namun, di sisi lain, Komisi X DPR justru menilai keputusan ini harus dipikirkan baik-baik. Dalam rapat bersama Nadiem, mereka tak ingin penghapusan UN hanya menjadi kelinci percobaan saja.
ADVERTISEMENT
"Apa yang dimaksud asesmen, apakah guru guru kita sudah siap melaksanakan asesmen siswa dan survei karakter? Karena di saat yang bersamaan, sarana prasarana kita belum memadai," kata Ketua Komisi X Syaiful Huda.
Ketua DPR Puan Maharani di Gedung Parlemen RI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Selain itu, Ketua DPR Puan Maharani juga meminta Nadiem Makarim tak tergesa-gesa menghapus Ujian Nasional pada tahun 2021. Ia meminta agar kebijakan itu tidak merugikan siswa sekolah. Sebelum menghapus UN, sebaiknya Nadiem lebih meningkatkan kualitas guru.
"Jangan terburu-buru, kita lihat dan jangan sampai merugikan anak murid. Kemudian siswa juga, orang tuanya dan yang pasti kualitas guru itu yang harus ditingkatkan," kata Puan.
"Kemudian kalau enggak ada UN, kemudian kalau mau masuk ke Perguruan Tinggi itu kita akan menggunakan apa?" tanya Puan lagi.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga angkat bicara soal wacana penghapusan UN.
Dilansir Tuju Jogja --partner 1001 media kumparan-- JK menilai UN masih diperlukan. Ia bahkan menilai jika UN dihapus, maka semangat belajar siswa menjadi turun.
“Jangan menciptakan generasi muda yang lembek, nanti kita bicarakan itu,” ujar JK di Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta.
“(UN) tetap pentinglah itu, semua harus belajar,” imbuhnya.
Menjawab pertanyaan tersebut, Nadiem lantas menjelaskan konsep asesmen kompetensi dan survei karakter yang hendak ia terapkan. Menurutnya, sebelum menetapkan keputusan ini, pihaknya sudah melakukan kajian mendalam.
Nadiem Makarim menjelaskan, di sistem sebelumnya, UN menjadi salah satu penentu kelulusan siswa yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Padahal, seharusnya evaluasi terhadap murid merupakan hak para guru dan sekolah masing-masing.
ADVERTISEMENT
"Kenyataannya, para dinas mengumpulkan soal-soal UN dan didistribusikan ke setiap sekolah. Sehingga sekolah tidak bisa melaksanakan haknya untuk melakukan penilaian secara independen. Kedaulatan sekolah tidak terjadi karena ada ujian sekolah berstandar nasional," jawab Nadiem.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Dengan menghapus UN, menurut Nadiem, seluruh guru dipaksa untuk berpikir bagaimana caranya mengubah kompetensi yang sudah ditetapkan menjadi soal yang bisa ia nilai. Sehingga, tanggung jawab dan ownership para guru juga meningkat.
Di sisi lain, bagi para siswa, keberadaan UN sebagai tolak ukur kelulusan juga menjadi momok tersendiri. Sebab, sistem pembelajaran yang diterapkan oleh para siswa adalah metode menghafal dan bukan memahami.
Nadiem menilai, akan lebih baik jika UN digantikan dengan asesmen kompetensi dan survei karakter. Untuk menerapkan hal itu, Nadiem menuturkan, pihak Kemendikbud akan bekerja sama dengan tim PISA (Program International for Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study).
ADVERTISEMENT
"Makanya topik (yang diujikan) cuma dua. Literasi atau kemampuan memahami konsep bacaan, dan numerik. Numerik ini bukan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan hitung berhitung dalam konteks nyata," tutup Nadiem.