Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Jaksa Agung, ST Burhanuddin, berencana mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dalam kasus First Travel .
ADVERTISEMENT
Upaya itu dilakukan untuk mengembalikan aset First Travel kepada jemaah korban penipuan. Sebab, dalam putusan tingkat pertama hingga kasasi, majelis hakim menyatakan aset First Travel disita untuk negara.
Namun upaya PK oleh jaksa itu terbentur putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusannya di Nomor 33/PUU-XIV/2016, MK menegaskan ketentuan di Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang menyatakan PK hanya bisa diajukan oleh terdakwa.
Meski demikian, upaya PK itu bukan tak mungkin dilakukan. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho, mengatakan jaksa bisa mengajukan PK. Hal ini lantaran kondisi akibat putusan kasasi soal penyitaan aset First Travel, menimbulkan kesemerawutan hukum.
Ia menilai putusan kasasi MA bermasalah karena tak memberikan rasa keadilan. Pasalnya, seharusnya aset First Travel dikembalikan kepada jemaah yang menjadi korban, bukan negara.
ADVERTISEMENT
"Ini sudah masuk kondisi chaos, ada suatu kesemerawutan sistem hukum kita. Boleh saja (jaksa ajukan PK) karena kondisi hukum yang semrawut, sehingga harus ditanggapi dengan semrawut. Jaksa memang harus melakukan terobosan hukum," ujar Hibnu saat dihubungi, Senin (18/11).
Jika memang PK nantinya ditolak dan putusan menyatakan aset First Travel tetap disita negara, Hibnu menyarankan kepada Jaksa Agung untuk meminta fatwa ke MA.
"Karena ini tidak bisa dari logika apa pun sulit. Bukan milik negara kok dirampas untuk negara, jangan sampai negara melanggar hak-hak warga negara," ucapnya.
Hibnu menambahkan, selain melalui cara tersebut, kejaksaan bisa melelang aset First Travel untuk kemudian diserahkan ke jemaah. Namun sebelum langkah itu dilakukan, kejaksaan harus memahami betul isi putusan hakim dan meminta fatwa ke MA.
ADVERTISEMENT
"Artinya pemerintah bukan nambahi (kekurangan kerugian jemaah), tapi mengatur agar kembalikan hartanya (First Travel) ke korban," tutupnya.