Revolusi KRL Jabodetabek dan Hilangnya "Kasta" Kereta

31 Januari 2017 8:44 WIB
ADVERTISEMENT
Krl dulu dan sekarang. (Foto: Sari Kusuma Dewi/kumparan)
Satu siang di tahun 2010. Keriuhan tampak di gerbong-gerbong kereta tak ber-AC. Pedagang asongan berteriak-teriak dari gerbong ke gerbong menjajakan penganan, mainan, atau alat-alat rumah tangga. Teriakan para pedagang itu bersaing dengan nyanyian pengamen --kadang seorang diri, kadang berombongan layaknya grup band.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, tampak tak terganggu dengan polusi suara itu, pengemis bermuka sendu menghampiri satu demi satu penumpang yang duduk sambil menyorongkan tangan mereka yang terbuka. Ia menyelinap dengan lihai di antara impitan manusia dalam gerbong.
Selayang pandang, gerbong kereta itu tak ubahnya pasar. Penumpang yang baru berbelanja dari pasar membawa aneka rupa barang, termasuk ayam yang baunya tercium ke sudut terjauh gerbong.
Pedagang, pengemis, penumpang dengan seabrek bawaan, membentuk kerumunan manusia tak beraturan. Mereka, dengan keringat mengucur di tubuh, membuat gerbong yang semula lega menjadi pengap.
Melihat orang-orang berjubel dalam gerbong, sebagian penumpang lelaki mengambil inisiatif berbahaya: naik ke atap gerbong dan duduk di sana --dan terus begitu sepanjang perjalanan.
ADVERTISEMENT
Atapers kereta rel listrik (Foto: Antara)
Kadang satu dari mereka terjatuh dan mati, atau tersengat kabel listrik aliran atas kereta dan jatuh dan mati. Tapi itu semua tak mampu meredam antusiasme atapers --sebutan “keren” untuk para penumpang kereta yang duduk di atas gerbong.
Kini, atapers tinggal kenangan. Bukan karena mati jatuh semua, tapi karena mereka tak bisa dan tak punya kesempatan lagi untuk berlaga di atap bak di film-film Hollywood.
Sebabnya --mesti diakui langkah PT KAI cukup cerdas meski saat itu menuai kontroversi: kereta ekonomi dihapuskan.
Para atapers KRL. (Foto: Dok. PT. KCJ)
Per Juli 2013, PT KAI Commuter Jabodetabek --anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia-- resmi menghapus seluruh kereta rel listrik (KRL) Ekonomi non-AC.
Selamat tinggal atapers.
Mulai saat itu, semua penumpang harus masuk ke dalam gerbong.
ADVERTISEMENT
Modernisasi KRL Jabodetabek itu dimulai sejak 2011. Bukan cuma KRL Ekonomi yang ditiadakan, tapi juga KRL Ekspres seperti KRL Pakuan Ekspres lintas Bogor-Jakarta yang hanya berhenti di beberapa stasiun, tidak semua stasiun.
KRL Ekspres bahkan sudah lebih dulu dihapus ketimbang KRL Ekonomi, tepatnya dua tahun sebelum KRL Ekonomi tiada, yakni pertengahan 2011.
Peron KRL yang masih banyak tukang jualan. (Foto: Dok. PT. KCJ)
Sebagai ganti KRL Ekspres maupun KRL ekonomi, PT KCJ menciptakan kereta satu kelas: Commuter Line.
Tak ada lagi sistem “kasta” pada kereta.
Gerbong perempuan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Untuk melihat revolusi kereta yang menjadi salah satu transportasi massal favorit warga Jabodetabek ini, simak video berikut.
Kemunculan kereta satu kelas bernama Commuter Line pada pertengahan 2013 diikuti dengan pembenahan menyeluruh oleh PT KCJ seperti penambahan rute, pemberlakuan gerbong khusus wanita, dan pergantian sistem pembayaran dari karcis menjadi tiket elektronik (e-ticketing).
ADVERTISEMENT
Pintu masuk dan keluar KRL. (Foto: Dok. PT. KCJ)
Para penumpang kini mengantre tertib --meski sikut-sikutan kerap masih terjadi jika kereta sedang penuh sesak.
Setidaknya, tidak ada manusia-manusia nekat duduk di atap gerbong atau bergelantungan di pintu kereta. Sistem Commuter Line tegas: kereta tak jalan jika ada pintu yang masih terbuka.
Dipo Bukit Duri. (Foto: Sari Kusuma Dewi/kumparan)
Sebagai “imbalan” atas pintu kereta yang tertutup rapat, gerbong dibuat lebih nyaman dan dingin ber-AC --meski ini teori, dan faktanya masih ada gerbong pengap bila penumpang berjubel, sampai jendela kereta diturunkan agar udara segar bisa masuk.
Apapun, suasana stasiun memang terlihat jauh lebih tertib. Peron-peron bersih dari pedagang, menyediakan ruang lebih lapang bagi penumpang untuk berdiri menunggu kereta.
Dan, sebagai “ganti” pedagang-pedagang asongan yang menghilang entah ke mana itu, minimarket modern berdiri di dalam stasiun. Alfamart dan Indomaret bahkan berdiri rukun berdampingan di Stasiun Bogor.
ADVERTISEMENT
Untuk lebih memanjakan para penumpang, infrastruktur penunjang seperti toilet dan musala pun kini dirawat dengan lebih bersih. Toilet di stasiun-stasiun selalu tampak dijaga oleh petugas kebersihan. Seluruh peron bahkan menjadi area bebas rokok.
Nah, apakah kamu senang dengan transformasi wajah KRL Jabodetabek saat ini? Atau jangan-jangan kamu kangen dengan suasana masa lalu kereta ekonomi dan segala keriuhan pedagang asongan di berbagai stasiun?
Mau berbagi kisah dengan kami? Yuk, tuliskan ceritamu di kumparan.
Ikuti rangkaian kisah seputar kereta komuter di sini
ADVERTISEMENT
Penumpang menunggu KRL di peron. (Foto: Dok. PT. KAI)