Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Terbongkarnya Jaringan Scam Kripto yang Rugikan Korban Hingga Rp 105 M
20 Maret 2025 6:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
ADVERTISEMENT
Bareskrim Polri mengungkap kasus penipuan (scam) investasi kripto dengan jaringan internasional yang menelan korban hingga 90 orang dengan total kerugian mencapai Rp 105 miliar.
ADVERTISEMENT
Modus operandi para pelaku adalah menawarkan trading saham dan mata uang kripto melalui platform online yang ternyata fiktif.
“Sampai dengan saat ini jumlah korban mencapai 90 orang dan diperkirakan akan terus bertambah, ada pun jumlah total kerugian dari 90 orang tersebut mencapai 105 miliar rupiah,” kata Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (19/3).
Kasus ini terungkap dari beberapa laporan polisi yang masuk ke Bareskrim Polri serta pengaduan yang diterima oleh Indonesia Anti Scam Center (IASC) OJK.
Dari laporan yang ditelusuri, korban tersebar di berbagai wilayah, dengan jumlah terbanyak berasal dari Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar.
Berawal dari Iklan di Facebook
Kasus penipuan investasi kripto ini berawal dari iklan yang muncul di Facebook. Dalam iklan tersebut, pelaku menawarkan peluang bisnis trading saham dan mata uang kripto dengan iming-iming keuntungan besar.
ADVERTISEMENT
“Diawali pada bulan September tahun 2024, para korban melihat iklan di Facebook tentang trading saham dan mata uang kripto,” kata Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Rabu (19/3).
Setelah mengklik iklan, korban diarahkan untuk berkomunikasi lewat WhatsApp dengan profesor AS, seseorang yang mengaku sebagai mentor atau profesor dalam dunia trading. Ia mengajarkan cara menjalankan trading saham dan mata uang kripto.
Mereka kemudian dimasukkan ke dalam grup yang berisi anggota lain yang sebenarnya adalah komplotan pelaku.
Dalam grup itu, korban diajarkan cara melakukan trading di platform JYPRX, SJIPC, dan LAADXS. Namun, ketiga platform tersebut ternyata hanya bisa diakses melalui web-based dan aplikasi Android yang telah dimanipulasi oleh pelaku.
ADVERTISEMENT
Untuk menarik lebih banyak korban, pelaku juga mengadakan sesi pembelajaran daring setiap malam yang dipimpin oleh seseorang yang mengaku sebagai “Profesor AS.”
Setelah korban merasa percaya, mereka diminta mentransfer dana ke rekening perusahaan yang disediakan pelaku. Namun, ketika mereka ingin menarik dana, akun mereka tiba-tiba diblokir dengan alasan penangguhan dari pusat perdagangan.
Korban akhirnya sadar telah ditipu setelah mendapat pesan dari platform bahwa mereka harus membayar pajak tambahan untuk bisa menarik dana mereka yang ternyata hanya akal-akalan pelaku untuk mengambil lebih banyak uang.
Janjikan Keuntungan Besar
Salah satu modus penipuan investasi ini ialah menjanjikan keuntungan besar kepada korban.
“Korban dijanjikan akan mendapatkan keuntungan atau bonus sebesar 30% sampai dengan 200% setelah bergabung dalam bisnis trading saham dan mata uang kripto tersebut,” kata Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (19/3).
ADVERTISEMENT
Selain menjanjikan keuntungan besar, pelaku penipuan investasi kripto juga memberikan hadiah berupa jam tangan dan tablet kepada korban yang telah berinvestasi dalam jumlah besar.
“Untuk meyakinkan para korban, pelaku memberikan hadiah berupa jam tangan dan tablet kepada korban yang berinvestasi pada platform pelaku lebih dari target atau milestone,” ujarnya
Hadiah tersebut digunakan untuk membangun kepercayaan korban agar semakin yakin dengan bisnis investasi yang ditawarkan. Para pelaku menargetkan korban yang ingin mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat.
Tiga Orang Jadi Tersangka
Dalam kasus penipuan ini Bareskrim Polri menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, mengatakan ketiga tersangka yang ditangkap adalah AN, MSD, dan WZ. Mereka memiliki peran yang berbeda dalam skema ini.
ADVERTISEMENT
AN berperan berperan membantu pendirian perusahaan dan pembuatan rekening nomini yang digunakan untuk money laundering hasil kejahatan.
“Tersangka AN bekerja sejak bulan Oktober 2024 atas perintah tersangka AW dan SR yang saat ini telah ditetapkan sebagai DPO,” kata Himawan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (19/3).
Kemudian MSD berperan mencari orang untuk digunakan identitasnya dalam pembuatan akun exchanger kripto serta membuka rekening bank di Medan.
“Dengan imbalan uang sebesar Rp 200.000-Rp 250.000 per bank,” ujar Himawan.
MSD bekerja atas perintah tersangka WZ. Identitas dan rekening yang dikumpulkan MSD ini dimasukkan ke dalam sebuah handphone, yang kemudian dikirimkan ke Malaysia kepada seseorang berinisial LWC.
Sedangkan tersangka WZ berperan sebagai koordinator pembuatan layer nomini kripto dan perusahaan yang digunakan untuk menerima uang dari korban.
ADVERTISEMENT
“Tersangka WZ telah melakukan kegiatan ini sejak tahun 2021,” kata Himawan.
WZ bekerja atas perintah seseorang berinisial LWC yang merupakan warga negara Malaysia. Ia bertugas mengirimkan perangkat berisi aplikasi perbankan dan exchanger kripto ke LWC.
“Tersangka mengakui telah mengirimkan lebih dari 500 unit handphone beserta lebih dari 1.000 akun aplikasi perbankan dan exchanger kripto Indodax, Pintu, dan Binance yang siap digunakan pada handphone tersebut,” ungkap Himawan.
Menurut polisi, WZ mengetahui bahwa perangkat tersebut digunakan untuk pencucian uang hasil penipuan.
Ketiga tersangka yang telah ditangkap dijerat dengan berbagai pasal, termasuk UU ITE dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Pasal yang dipersangkakan yaitu Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 UU ITE, Pasal 378 KUHP, serta Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang,” terang Himawan.
ADVERTISEMENT
WN Malaysia Jadi Buronan
Bareskrim Polri mengungkapkan ada peran seorang WN Malaysia berinisial LWC dalam jaringan penipuan investasi ini. Ia bersama dua tersangka lain yang merupakan WNI yakni AW dan SR, saat ini masih buron.
Polisi sudah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menerbitkan Red Notice guna menangkap LWC di Malaysia.
Adapun LWC berperan menerima dan mengelola ratusan perangkat handphone yang digunakan untuk pencucian uang dari hasil scam tersebut.
“Tersangka WZ mengirimkan handphone yang telah terinstal aplikasi perbankan dan exchanger kripto melalui ekspedisi atau mengantarkan langsung kepada LWC di Malaysia. Tersangka mengakui, telah mengirimkan lebih dari 500 unit handphone beserta lebih dari 1.000 akun aplikasi perbankan dan exchanger kripto Indodax, Pintu, dan Binance yang siap digunakan pada handphone tersebut,” kata Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Rabu (19/3).
ADVERTISEMENT