Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Titi Anggraini: 36 Kali Gugatan PT Ditolak, Akhirnya Dikabulkan MK
2 Januari 2025 17:44 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Bagian dari Pemohon perkara yang menggugat penghapusan presidential threshold (PT) 20 persen, Titi Anggraini mengapresiasi putusan MK yang mengabulkan seluruhnya gugatan pemohon.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, gugatan serupa sudah pernah dilayangkan sebelumnya berkali-kali namun selalu mentah. Baru sekarang gugatan tersebut diakomodir MK.
“Ini adalah pengujian ambang batas pencalonan presiden, sudah 36 kali diuji ke Mahkamah Konstitusi,” kata Titi kepada wartawan di MK, Jakarta, Kamis (2/1).
“Ini kemenangan rakyat Indonesia. 36 permohonan menandakan bahwa ambang batas pencalonan Presiden memang bermasalah bertentangan dengan moralitas politik kita, rasionalitas konstitusi dan juga mengandung ketidakadilan yang intolerable,” lanjutnya.
Pengajar Pemilu di Universitas Indonesia (UI) itu adalah pemohon dari perkara 101/PUU-XXII/2024. Namun, MK menolak gugatannya karena objek gugatan dianggap kabur lantaran serupa dengan perkara 62/PUU-XXII/2024 yang dikabulkan MK.
Dengan adanya putusan tersebut, Titi menilai pemilihan presiden/wakil presiden akan semakin banyak calon yang ditawarkan kepada masyarakat. Sebab, amar putusan MK mengamanatkan agar presidential threshold berdasarkan Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu dinilai inkonstitusional.
ADVERTISEMENT
“Jadi nanti kalau di 2024 misalnya ada 12 partai politik, maka 12 partai politik itu sama-sama punya hak untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden,” tutup Titi.
Dalam amar putusan perkara 62/PUU-XXII/2024 MK mengabulkan untuk seluruhnya permohonan pemohon. Pemohon yakni Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Pemohon menilai, Pasal 222 ini telah melanggar batasan open legal policy, moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan bagi seluruh warga Indonesia. Akibatnya, mereka yang bisa mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres terhambat oleh syarat ambang batas ini. Pemohon meminta MK menganulir Pasal 222.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo.
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tambah dia.
ADVERTISEMENT
MK memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus presidential threshold 20 persen dalam sidang uji materi terkait UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Kamis (2/1). Semua partai politik kini bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri.
Updated 3 Januari 2025, 17:01 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini