Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Yang Baru dari Polemik Rapat Panja RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta
17 Maret 2025 6:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Komisi I DPR RI menggelar konsinyering dengan pemerintah membahas revisi Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).
ADVERTISEMENT
Konsinyering ini dilakukan secara tertutup di Ballroom Hotel Fairmont, Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat, selama dua hari, 14-15 Maret 2025. Hotel bintang lima ini hanya 2 km dari gedung DPR di Jalan Gatot Subroto.
Para peserta rapat juga difasilitasi kamar untuk menginap di hotel mewah tersebut selama dua malam, dilihat dari rundown acara, para peserta check-out dari Hotel Minggu (16/3) pukul 10.00 pagi.
Namun, pada pukul 09.00 WIB, lobby hotel terlihat sepi, tidak ada anggota dewan maupun para staf dewan berlalu lalang.
Hotel Fairmont juga tidak lagi dijaga oleh pasukan pengamanan di luar internal. Pengamanan di hotel normal-normal saja.
Anggota Komisi I DPR RI dari fraksi PDIP, TB Hasanuddin mengkonfirmasi bahwa tidak ada jadwal rapat Panja RUU TNI dengan pemerintah pada Minggu (16/3). “(Dilanjutkan) hari Senin,” kata TB saat dihubungi, Minggu (16/3).
ADVERTISEMENT
Namun TB tak menjawab lebih lanjut saat ditanya apakah rapat akan digelar di hotel atau di DPR.
Satpam Laporkan Kericuhan Rapat Panja ke Polda Metro
Rapat Panja RUU TNI pada Sabtu (15/3) diwarnai kericuhan. Seorang satpam hotel melaporkan kericuhan tersebut ke Polda Metro Jaya.
Laporan polisi itu telah diterima dan teregister dengan nomor: LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 15 Maret 2025.
"Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana. Korban anggota rapat pembahasan revisi UU TNI," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam kepada wartawan, Minggu (16/3).
Ade mengungkapkan, laporan itu terkait dugaan pelanggaran Pasal 172 dan atau Pasal 212 dan atau Pasal 217 dan atau Pasal 335 dan atau Pasal 503 dan atau Pasal 207 KUHP.
ADVERTISEMENT
Kantor KontraS Didatangi OTK
Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) didatangi oleh 3 orang tidak dikenal (OTK), pada Minggu (16/3) dini hari.
Peristiwa itu terjadi setelah perwakilan dari KontraS mendatangi lokasi rapat Panja RUU TNI di Hotel Fairmont dan menyerukan agar pembahasan RUU tersebut ditolak, pada Sabtu (15/3) sore kemarin.
"Dini hari 16 Maret 2025, Kantor KontraS didatangi oleh 3 orang tidak dikenal (OTK) yang berusaha untuk masuk," demikian ditulis dalam unggahan akun resmi KontraS, @kontras_update, sebagaimana dilihat pada Minggu (16/3).
"Selain itu, rentetan panggilan dari nomor tidak dikenal juga dialami oleh staf kami yang melakukan aksi interupsi dalam rapat panitia kerja pembahasan revisi UU TNI di Hotel Fairmont, pada hari Sabtu, 15 Maret 2025," lanjut keterangan KontraS tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam unggahan itu, KontraS juga melampirkan sejumlah dokumentasi saat kantor mereka didatangi OTK dan tangkap layar panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenal.
Selain itu, KontraS juga melampirkan sejumlah dokumentasi terkait sejumlah tentara yang berjaga di area Hotel Fairmont.
"Situasi ini menunjukkan ketakutan dari pihak-pihak yang terusik dan semakin membuktikan bahwa menyebar teror dan ketakutan adalah satu-satunya cara yang mereka pahami untuk membungkam publik dan masyarakat yang kritis pada tata kelola pelaksanaan pemerintah," tulis unggahan tersebut.
Rapat Panja di Hotel Mewah Tak Ada Urgensinya
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai tak ada urgensi rapat Panja RUU TNI itu hingga harus digelar di hotel secara buru-buru.
"Memang se-urgen apa sih sampai harus seburu-buru itu harus banget sekarang? Sampai harus ada di hotel pembahasannya? Tidak ada urgensinya, itu jawaban saya," kata Bivitri lewat keterangannya, Minggu (16/3).
ADVERTISEMENT
Selain itu, Bivitri menilai, tak ada hal-hal yang perlu dirahasiakan dalam pembahasan RUU TNI tersebut. Sebab, isinya hanya sekadar mengatur masalah TNI untuk menduduki posisi jabatan sipil.
"Kan isinya itu memang bukan soal-soal yang misalnya besok mau perang gitu ya, terus kita harus segera secepat mungkin mengubah posisi TNI, enggak begitu," ungkap Bivitri.
"Isinya adalah soal jabatan-jabatan yang harus di, atau boleh sekarang katanya mau diduduki oleh TNI, soal bisnis militer, soal usia pensiun. Hal-hal itu tidak ada urgensinya sama sekali," tambah dia.
Di sisi lain, Bivitri mengungkapkan, pembahasan RUU TNI ini juga telah melanggar konstitusi. Karena, pembahasannya yang tidak menimbang masukan dari publik.
"Jadi enggak hanya partisipatif dalam arti sosialisasi, tapi memang harusnya masukan dari publik itu didengar, itu makna-permakna," ujarnya.
ADVERTISEMENT