Tato di Indonesia: dari Adat Menjadi Stigma

13 Juni 2017 9:29 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tato (Foto: Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tato (Foto: Pexels)
ADVERTISEMENT
Ada masanya ketika tato menjadi sebuah simbol yang harus diberangus dari masyarakat. Sempat kali itu pemerintah begitu gencar menumpas identitas tato hingga ke akar rumput di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tato kerap kali menjadi simbol kekuatan yang dimiliki seseorang. Tak jarang, ia menjadi penanda entitas tertentu yang memegang kekuasaan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan tato sendiri mengalami pergeseran makna.
Dalam komunitas masyarakat adat, tato menjadi bagian dari simbol dan ritual komunitas. Tato yang diambil dari lukisan tertentu menjadi lambang kekuasaan, kekayaan, dan kearifan dalam ranah komunitas tentunya. Lantas, penggunaan tato yang semula menjadi penanda kelompok pun digunakan sebagai simbol individu. Tato menjadi bagian dari bargaining power.
Tato di Indonesia sesungguhnya telah dipakai oleh masyarakat adat sebagai simbol kelompok, salah satunya adalah suku Dayak. Bagi sebagian suku Dayak, tato adalah ahwal yang tak terpisahkan dari tubuh mereka --bahkan dianggap sebagai anggota tubuhnya. Tato menjadi sesuatu yang sakral dan erat berkaitan dengan ritual maupun prosesi yang dijalankan.
ADVERTISEMENT
Setiap motif tato pun berbeda satu sama lain. Pembuatan dan peletakannya pun tak boleh sembarangan. Terdapat kepercayaan bahwa tato yang semula berwarna hitam akan berubah menjadi warna emas guna menjadi penerang jalan menuju keabadian saat si empunya tato meninggal dan sudah melalui rangkaian upacara Tiwah.
Tato Dayak (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Tato Dayak (Foto: Wikimedia Commons)
Bagi suku Dayak sendiri tato memiliki fungsinya, mulai dari penanda kepemilikan, jimat untuk menjaga dari roh jahat, penghargaan atas jasa karena sering menolong juga keberanian di medan perang, tanda sebagai perantau ulung, hingga penanda beda kelas sosial. Sementara, tato bagi perempuan Dayak sendiri dapat berarti dirinya telah siap untuk menikah.
Makna dari tato begitu dekat dengan kekuasaan dan kekuatan. Tak jarang, tato pun diukir di tubuh para kepala suku sebagai bentuk penanda bahwa ia adalah seorang pemimpin dan raja di kelompoknya. Tato mendatangkan hormat dari mereka yang dipandang berada di kelas lebih rendah.
ADVERTISEMENT
Lantas, masihkah makna ini yang disematkan dalam tiap penggunaan tato?
Prof. Dr. Sunyoto Usman dari Universitas Gadjah Mada mengungkapkan adanya pergeseran makna tato, yang semula dipandang sakral oleh masyarakat adat, lalu bergeser makna menjadi simbol kekuasaan yang erat kaitannya dengan kekerasan.
“Tato itu awalnya dari masyarakat tradisional. Kemudian, ada pergeseran makna, membuatnya jadi bagian dari entitas kelompok tertentu yang punya kekuatan,” ungkap Sunyoto saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Senin (12/6).
Pergeseran ini lantas kerap identik dengan kekerasan. Tentu, karena tato menjadi simbol dari kekuatan dan kekuasaan. Sehingga, kelompok yang merasa dirinya penguasa akan mengenakan tato untuk membuat gentar para lawannya.
ADVERTISEMENT
Salah satunya adalah dengan bagaimana kini begitu banyak preman yang dikejar dan dihempas oleh pihak aparat keamanan.
Kisah ini mengingatkan pada masa Orde Baru yang begitu getolnya menumpaskan pelaku kejahatan dengan cara penembakan misterius (petrus). Mereka yang memiliki tato dianggap seabagai bagian dari pelaku kejahatan, sehingga mereka pun menjadi sasaran penembakan misterius tersebut.
Pria dengan tato memenuhi bagian tangan. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Pria dengan tato memenuhi bagian tangan. (Foto: Pixabay)
Kala itu pada tahun 1983 - 1984, masyarakat tengah dirundung kekhawatiran yang tinggi akibat tindak kriminalitas yang meningkat di dalam masyarakat. Pemerintah pun bertekad untuk menekan angka kriminalitas dengan cara menembaki mereka yang menggunakan tato di tubuhnya. Preman kala itu menjadikan tato sebagai identitas kelompoknya, sehingga pemerintah pun menjadikan tato sebagai indikator target sasaran pemerintah.
ADVERTISEMENT
Penggunaan tato seperti yang dilakukan oleh para preman tersebut menjadikan makna tato yang semula begitu sakral lantas kini mengalami berbagai pergeseran makna. Tiap individu pun mengenakan tato dengan motivasi dan pemaknaan yang berbeda. Ketika seorang individu ingin menunjukkan identitasnya yang kuat dan berkuasa, maka tato menjadi salah satu penggambaran dan tampilan yang dipakai untuk menunjukkan identitas tersebut.
Tak heran, dalam beberapa penggunaannya, makna tato akhirnya tereduksi menjadi simbol kekuasaan dan kekuatan yang kerap dikaitkan dengan sikap koersif dan kekerasan.
Namun, terlepas dari reduksi makna yang terjadi, setiap individu berhak untuk mengenakan tato sebagai salah satu bagian dari ekspresi dan pembentukan identitas diri. Asalkan, pengguna tetap bertanggung jawab dengan penggunaan tato yang ada agar sarana ekspresinya tersebut tak lantas malah balik menyakiti entitas lain.
ADVERTISEMENT