Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ribut dengan Suami Selama WFH, Mertua Ikut Marah
5 Mei 2020 15:11 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
—
Sudah hampir dua bulan aku dan suami bekerja dari rumah. Bisa aku simpulkan, WFH itu nggak enak! Terutama bagi seorang ibu kayak aku. Super melelahkan.
Suami selalu di rumah artinya pekerjaanku makin banyak. Ada saja permintaannya. Sebelum masuk bulan puasa, dia minta dibuatkan kopi dan camilan setiap dua jam sekali. Belum lagi permintaan anak-anak. Belum lagi kerjaan dari kantorku sendiri. Pusiiing!
Selama WFH, kerjaan seperti nggak pernah berhenti. Yang biasanya bisa ngobrol sama teman di sela-sela jam kerja, sekarang aku harus ke dapur atau beres-beres rumah di sela-sela jam kerja. Saat jam istirahat pun nggak bisa leyeh-leyeh.
Suami juga jarang membantu. Lihat aku masak sambil gendong anak, dia cuek saja. Lihat aku kerepotan ngejar deadline, dia tetap minta dibuatkan kopi. Siapa yang nggak emosi?
ADVERTISEMENT
Selama berminggu-minggu, aku masih bisa menahan amarahku. Sabar Rin, jangan memulai drama, pikirku. Tapi nyatanya memendam emosi itu nggak sehat.
Semakin dipendam, semakin capek hati. Aku jadi makin sensitif dari hari ke hari. Puncaknya, ketika ibu mertua kebetulan berkunjung ke rumah. Hari itu, emosiku meledak-ledak.
Saat itu aku sedang banyak deadline dari kantor. Entah kenapa selama work from home , kerjaan jadi bejibun, perusahaan seperti nggak mau membiarkan karyawannya leha-leha di rumah. Tapi sialnya otakku lagi buntu.
Pada saat aku sedang berpikir keras, anak keduaku yang berumur 3 tahun nangis minta dibuatkan susu. Oke aku turuti. Ku beri botolnya sambil aku tenangkan.
Belum selesai satu masalah, suami memanggil.
“Tolong buatin jus mangga dong, bosen nih kopi terus,” pintanya.
ADVERTISEMENT
“Lagi nggak ada mangga di rumah, Pa,”
“Kamu keluar bentar dong ke toko buah depan. Serius aku lagi pengen,”
“Mana bisa, ini aku ada deadline. Anak-anak juga lagi rewel,”
“Halah, bentar doang,” katanya lagi tanpa menawarkan solusi.
Pada detik itu aku merasa amarahku sudah sampai ke ubun-ubun. Lupa ada ibu mertua di rumah, aku meluapkan semuanya.
“Kamu tuh gimana sih? Nggak pernah bantu ngurusin anak-anak, nggak pernah bantu di dapur, minta ini-itu seenaknya! Aku ini juga WFH, banyak deadline. Kamu pikir tenagaku nggak ada batasnya?” tuturku membentak suami.
Refleks suamiku kaget aku emosi seperti itu. Nggak cuma dia, tapi juga anak-anak dan ibu mertua. Ibu mertua yang semula nonton TV, langsung beranjak menghampiri kami.
ADVERTISEMENT
“Ada apa sih ini ribut-ribut? Suami kamu itu cuma minta dibuatkan minuman. Kamu kok kurang ajar bentak-bentak anak saya?” Hardik ibu mertua.
Tampak dari mata dan nada bicaranya ibu mertua juga ikut emosi. Dalam sekian detik, aku merasa takut. Belum pernah aku lihat ibu mertua semarah itu. Tapi di sini posisiku nggak salah. Aku harus berani melawan.
“Saya cuma minta suami saya bantu sedikit, Bu. Selama ini kerjaan cuma kerja, makan, tidur. Mungkin memang didikannya salah,” jawabku.
Aku langsung masuk kamar dan membanting pintu. Aku menangis sejadi-jadinya, menumpahkan rasa capek dan emosi yang sudah lama aku tahan. Mungkin kata-kataku berlebihan, tapi sikap suamiku lebih keterlaluan.
Ibu mertua langsung pulang setelah drama itu terjadi. Sejak hari itu, aku belum dengar lagi kabarnya.
ADVERTISEMENT
Suamiku? Dia jadi lebih menjaga sikapnya. Dia hanya minta tolong kalau aku terlihat lagi santai. Sesekali dia juga bantu membuatkan susu untuk anak-anak.
Intinya, aku nggak menyesal meski sudah marah besar dan membuat mertua tersinggung. (sam)
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Arina? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected]