Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sering Dikritik Mertua, Aku Kena Baby Blues
13 Juni 2020 15:47 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Merasa tertekan adalah salah satu alasan banyak ibu mengalami baby blues . Tekanan dari mertua juga bisa menjadi penyebabnya. Itulah yang dialami Ayu, ibu muda satu anak. Berikut kisahnya.
ADVERTISEMENT
—
Seperti kebanyakan ibu lainnya, aku berkomitmen memberi ASI untuk bayiku. Menurutku, nggak ada nutrisi yang lebih baik dari ASI, meski susu formula termahal sekali pun. Karenanya, aku ingin menyusui si kecil hingga usia 2 tahun, at least 6 bulan pertama.
Tapi sayangnya, nggak ada yang mendukung niatku itu di rumah. Semua seperti menyudutkan posisiku.
Ibu mertua , misalnya. Dia memaksa memberi susu formula hanya karena bayiku sering menangis tengah malam. Menurutnya, bayiku nangis terus karena selalu lapar.
“Itu bayimu nangis terus kenapa? Berisik banget. Kayaknya ASI-mu keluar sedikit ya makanya bayimu lapar terus,” kata ibu mertua.
“Nggak, Bu. ASI-ku deres kok. Ya namanya juga bayi, Bu. Wajar kalau nangis. Kalau langsung ngomong nanti Ibu kaget,” jawabku berusaha santai.
ADVERTISEMENT
“Kalau masih nangis terus, ibu belikan susu formula ya. Kasihan nangis sampai kejer gitu,”
Aku diam, berusaha cuek. Tapi dalam hati sebenarnya emosi juga.
Ibu mertuaku seperti nggak pernah punya bayi saja. Seharusnya dia tahu banyak alasan bayi menangis, nggak hanya lapar. Tapi juga popok basah, gerah, dan lain-lain. Kenapa harus mengancam pakai susu formula?
Beberapa hari kemudian, ibu mertua tetap membeli susu formula untuk anakku. Dia siapkan botol susu di samping tempat tidur anakku. Aku biarkan saja sampai basi, lalu aku buang.
Aku curhat ke suami. Dia malah cuek. Bahkan dia ikut-ikutan menyarankan agar anakku diberi susu formula saat nangisnya lama nggak berhenti. Ini yang paling bikin aku hilang kesabaran.
ADVERTISEMENT
Aku merasa pendapatku sebagai ibu nggak dihargai. Apa yang aku ucapkan selalu salah, seperti aku nggak tahu apa yang terbaik untuk anakku sendiri.
Tekanan dari orang rumah membuat aku stres. Terutama di malam hari saat bayiku menangis. Aku mulai nggak percaya sama kemampuanku sendiri mengurus anak. Aku merasa nggak berguna sebagai ibu.
Entah kenapa, aku jadi takut mendengar bayiku menangis. Alih-alih menghampirinya, aku malah tutup telinga dengan bantal. Kadang malah aku ikut menangis sejadi-jadinya. Di sini aku merasa sepertinya aku kena baby blues .
Ibu mertua mengambil alih. Dia akhirnya berhasil memberi anakku susu formula . Aku pasrah saja. Terserah dia mau apa.
Aku menunjukkan gejala baby blues selama dua bulan. Mood nggak karuan, gampang panik, gampang emosi, dan merasa nggak berguna. Kadang aku sampai berpikir, biarkan saja anakku diurus ibu mertua. Aku pulang saja ke kampung halaman.
ADVERTISEMENT
Untungnya, aku sadar pemikiranku salah. Aku sadar aku butuh bantuan.
Karena nggak ada orang rumah yang bisa aku andalkan, aku mencari psikiater sendiri untuk mengatasi baby blues yang aku alami. Aku pakai tabungan pribadiku. Yang penting aku harus sembuh dan bisa mengurus bayiku seperti sedia kala.
Suamiku akhirnya sadar istrinya butuh bantuan. Dia beberapa kali mengantarkan aku ke psikiater yang aku pilih. Ibu mertua sengaja nggak kami beri tahu soal ini. Percuma saja, nanti dibilang aku hanya buang-buang uang.
Aku sekarang sadar, nggak ada ibu yang sempurna. Yang ada hanyalah ibu selalu mengusahakan yang terbaik bagi anaknya. Dan untuk itu, dia butuh support system yang baik, terutama di rumah. (sam)
ADVERTISEMENT
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Ayu? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected]