Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Terlalu Ikut Campur, Mertua Ingin Anak Masuk Pondok Pesantren
19 April 2020 17:45 WIB
Diperbarui 19 April 2020 17:45 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak mertua punya keinginan yang belum tercapai, lalu dipaksakan ke anak dan menantu. Seperti yang dialami Ismi, ibu asal Surabaya ini bingung karena mertua ingin anaknya masuk ke pondok pesantren. Simak kisahnya.
ADVERTISEMENT
—
Tak lama lagi Bayu, anak pertama kami, akan masuk SMP. Aku dan suami sudah punya pandangan SMP mana yang cocok untuk Bayu. Boleh negeri atau swasta, yang penting kualitas pendidikannya bagus dan dekat dengan rumah.
Tapi ayah mertua punya pandangan berbeda. Sebulan lalu dia menelepon, menanyakan Bayu akan masuk pondok pesantren mana. Sejak dulu, ayah mertua memang berambisi Bayu harus sekolah di pondok pesantren .
Dulu, suami dan aku menjawab sekenanya karena berpikir “ah masih lama, nanti juga Ayah lupa,”. Kami sering ngeles dan mengalihkan topik pembicaraan. Tapi sekarang mau tidak mau, kami harus memberi penjelasan.
“Bayu kayaknya sekolah dekat rumah aja. Kasihan kalau jauh dari orang tua, Yah,” jawabku.
ADVERTISEMENT
“Loh, Bayu mau disekolahin di sekolah umum? Kan Ayah sudah bilang, paling ideal itu masuk pondok pesantren. Ilmu agama itu penting, dibawa sampai mati,” kata ayah mertua dengan nada agak ngotot.
“Tapi Bayu udah pernah ditawarin nggak mau, Yah. Kan gimana gimana, yang jalanin Bayu,”
“Bayu itu belum paham, tugas orang tua yang mengarahkan. Udah lah, percaya sama Ayah, anak belajar di sekolah umum sama belajar di pondok itu jadinya beda,”
“Kami diskusikan dulu ya, Yah,” kataku menutup pembicaraan.
Menurut cerita suami, dulu ayah ingin anak-anaknya lah yang masuk ke pondok. Sebab, ayah bekerja sebagai guru di pondok pesantren tersohor di Jombang, Jawa Timur. Sayang sekali, semua empat anaknya tidak ada yang mau. Semua membangkang dan memilih sekolah umum.
ADVERTISEMENT
Sekarang malah Bayu yang kena. Dia jadi pelampiasan keinginan mertua yang belum terwujud. Kasihan anakku.
Sebagai orang tua, tentu aku dan suami ingin Bayu tercukupi dengan ilmu agama. Tapi pondok pesantren bukan jalan yang kami pilih. Kami ingin Bayu tetap berada di dekat orang tuanya selagi bisa.
Menurut kami, perhatian orang tua sangat dibutuhkan anak yang memasuki usia remaja. Justru pengawasan dan didikan dari orang tua lah yang terbaik.
Tapi ayah mertua tetap ngotot meski aku dan suami sudah menjelaskan argumen kami. Terakhir suami menjelaskan lewat telepon, ayah bahkan sampai membentak.
“Yowis terserah! Kalau Bayu jadi bandel kayak kamu dulu berarti salahmu sendiri,” kata Ayah menutup telepon suami.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, suami dan ayah mertua perang dingin. Sudah tiga minggu lamanya.
Kami akhirnya mengambil jalan tengah. Bayu akan masuk ke SMP islam swasta yang tidak disertai asrama. Sekolah islam yang reputasinya cukup bagus dan tidak terlalu jauh dari rumah. Bayu pun sudah setuju.
Dengan pilihan itu, keinginan mertua agar Bayu punya cukup ilmu agama dan keinginan kami agar dia pulang ke rumah setiap hari pun terjawab. Bila ayah mertua masih tidak setuju, itu urusannya sendiri karena terlalu ikut campur. (sam)
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Ismi? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected]
ADVERTISEMENT