Segitiga Hidup: Antara Tato, Salat, dan Mualaf

13 Juni 2017 10:34 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tato. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tato. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini seorang pria bertato perempuan di lengannya menjadi perbincangan. Sebenarnya tato ini tergolong biasa, mungkin ada juga orang yang bertato dengan gambar lebih seram.
ADVERTISEMENT
Tapi siapa pemilik tato itu yang menjadi ramai. Tato itu ada di lengan kiri anggota FPI Jawa Tengah. Maka tak heran kalau kemudian menjadi viral dan menjadi pembahasan.
kumparan (kumparan.com) akhirnya memberikan foto yang ramai di media sosial itu ke Jubir FPI Slamet Maarif. Diakui Slamet kalau pria itu adalah anggota FPI. Namun Slamet meminta agar publik tak menghakimi seseorang karena tato.
"Itu anggota FPI yang kemarin. Alhamdulillah tadinya preman dan bertobat menjadi muslim yang taat setelah dibina FPI," ujar Slamet, Minggu (11/6).
FPI di Rembang (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
FPI di Rembang (Foto: Istimewa)
Terlepas dari kejadian dan pihak yang terlibat di atas, tato memang dilarang dalam Islam. Namun bukan berarti seseorang layak dihakimi hanya karena "tato" yang melekat pada kulitnya.
ADVERTISEMENT
Seorang non-muslim yang bertato bahkan diizinkan masuk Islam dan menjadi mualaf, dengan catatan nantinya ia bertaubat dan berusaha menghapus tatonya.
“Tidak harus sebelum ia ingin menjadi mualaf, karena mualaf itu kan proses ya, seperti misal dia belum khitan setelah masuk Islam dia baru khitan. Jadi untuk dia yang sebelum masuk Islam punya tato dia tidak apa-apa masuk Islam tapi begitu masuk Islam dia harus berusaha menghilangkan tatonya,” ujar Direktur Institute for Islamic Studies & Development Jakarta, ustaz Rikza Maulan kepada kumparan, Senin (12/6).
Lalu bagaimana jika kamu seorang muslim dan bertato? Sahkah salat yang selama ini dilakukan dengan kulit berlekatkan sesuatu yang dilarang Allah?
ADVERTISEMENT
Berbicara sah atau tidaknya salat maka kita tentunya akan memperhatikan apa saja yang membatalkan salat itu sendiri.
Proses pembuatan tato dengan penusukan jarum berisikan tinta atau zat pewarna ke bagian kulit. Darah yang keluar bercampur dengan tinta. Darah itu menurut pandangan ulama itu adalah sesuatu yang najis.
Namun menurut ustaz Rikza Maulan semua dikembalikan lagi pada keinginan kita untuk bertaubat dan usaha kita untuk ‘semampunya’ menghilangkan tato tersebut.
ADVERTISEMENT
Terlebih lagi proses menghilangkan tato bagi sebagian orang menghilangkan tato dapat menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.
“Bila dengan dia berusaha menghilangkan itu justru timbul keburukan lain umpamanya jika tatonya sudah menyebar diseluruh tubuh kemudian ketika dibersihkan akan timbul luka yang jika dirasakan sakit sekali, tidak bisa dihapus sama sekali tapi dia telah berusaha, dia sudah menyesali dan bertaubat mudah-mudahan Allah mengampuni.” lanjut ustaz Rikza.
Melihat hal ini maka tidak ada alasan bagi yang bertato untuk tidak salat. Tak ada larangan seorang non muslim bertato untuk menjadi mualaf.
Semua ini merupakan gambaran sifat Allah SWT dalam asmaul husna. Al-'Afuww, Yang Maha Pemaaf.
ADVERTISEMENT