Panen Dua Kali Lebih Cepat, Ini Cara Pebonsai di Bantul Agar Untung Miliaran

Konten Media Partner
12 Januari 2022 18:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Metode 'grounding" yang dikembangkan PBBI Cabang Bantul bisa panen bonsai terbaik dua kali lebih cepat dari metode biasa sehingga bisa menghasilkan keuntungan jauh lebih besar.
Koordinator Wilayah Piyungan PPBI Cabang Bantul, Gunardi (kiri) bersama salah satu petani bonsai di Piyungan, Bantul sedang menunjukkan salah satu bibit bonsai yang sedang ditangani. Foto: Widi Erha Pradana
Para pecinta bonsai yang tergabung dalam Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) Cabang Bantul sedang fokus mengembangkan kebun pembibitan sendiri dalam beberapa tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Metode pembibitan yang mereka kembangkan berbeda dengan cara-cara konvensional, sehingga memungkinkan untuk memanen dua kali lebih cepat.
Mereka menamai cara budidayanya dengan istilah ‘grounding’, yang sudah dikembangkan sejak 2013 silam. Metode itu, bisa disebut sebagai gabungan dari penanaman di dalam pot dan di tanah langsung.
"Bedanya, media yang digunakan dalam metode grounding ini berupa karpet, yang bisa terbuat dari talang atau planter ground yang dibentuk melingkar menyerupai pot tabung namun bagian bawahnya langsung menempel dengan tanah," kata Koordinator Wilayah Piyungan PPBI Cabang Bantul, Gunardi, saat ditemui di kediamannya yang sekaligus jadi pusat pembibitan di Piyungan, Bantul, akhir pekan lalu.
Karpet ini dibagi jadi dua bagian, pertama bagian bawah dengan ketinggian 35 cm, dan karpet bagian atas dengan ketinggian 25 cm. Di dalam karpet inilah bahan atau bibit bonsai akan ditanam.
ADVERTISEMENT
Karpet pertama, diisi dengan media tanam berupa tanah dan pupuk dengan ketinggian beberapa cm di bawah puncak karpet. Di atas media tanam pada karpet pertama, kemudian ditutup lagi pakai karpet sebagai batas antara media tanam dengan bibit yang akan ditanam.
Proses grounding bibit bonsai. Foto: Widi Erha Pradana
Namun, karpet pemisah itu tidak menutup seluruh permukaan media, diberikan sedikit ruang melingkar beberapa cm untuk memberikan keleluasaan akar tanaman bergerak ke bawah.
“Di atas lapisan karpet itulah nantinya pohon ditanam, lalu ditutup lagi pakai media tanam di dalam karpet kedua yang di atas,” jelas Gunardi.
Dengan metode penanaman seperti itu, akar tanaman akan lebih leluasa mencari makanan dibandingkan menggunakan pot seperti biasanya. Karena itu, nutrisi yang bisa diserap oleh akar juga bisa lebih banyak. Apalagi mereka menanam bibit-bibit tersebut langsung di kebun, yang langsung mendapatkan angin, udara, air, sampai sinar matahari langsung. Karena itulah, metode ini bisa mempercepat pertumbuhan tanaman, bahkan sampai dua kali lipat.
ADVERTISEMENT
“Yang awalnya kalau pakai pot kita harus nunggu 12 tahun untuk panen, pakai metode ini 6 sampai 7 tahun saja sudah bisa panen, jadi hemat waktu sampai setengahnya,” lanjut Gunardi.
Kenapa tidak menanam langsung di tanah? Inilah fungsinya karpet kedua yang berada di atas. Ketika akar tanaman akan diatur atau diprogram, karpet kedua yang berada di atas tinggal dilepas sehingga akan memudahkan proses pengaturan akar dan pemindahan ke dalam pot. Sedangkan jika tanaman langsung ditanam di tanah, maka proses pengaturan akar akan sangat sulit karena tak terkendali dan harus menggali cukup dalam.
“Jadi selain untuk menghemat waktu, juga untuk memudahkan proses pemrograman akar dan pengepotan,” kata Gunardi.
Nilai Investasi Capai Miliaran
Kebun bibit Bankopi 1 di Bankopi 1 Desa Srimulyo, Piyungan, Bantul. Foto: Widi Erha Pradana
Saat ini, Korwil Piyungan PPBI Cabang Bantul telah memiliki kebun bibit bersama, yakni Bonkopi I yang berada di Desa Srimulyo dengan luas sekitar setengah hektar dan beberapa kebun milik pribadi. Dengan luas lahan setengah hektar, ada sekitar 300 ground yang bisa ditanam di lahan itu.
ADVERTISEMENT
“Satu kebun habis biaya sekitar Rp 80 juta sampai Rp 120 juta,” kata Gunardi.
Dia mengakui, bahwa biaya yang mesti dikeluarkan untuk membuat kebun pembibitan bonsai memang cukup besar. Untuk satu ground saja, rata-rata biaya yang mesti dikeluarkan sekitar Rp 600 ribu sampai Rp 900 ribu, tergantung bibit apa yang dipakai dan berapa banyak jumlahnya. Karena itu, mereka mengembangkan kebun tersebut secara gotong royong supaya beban yang dipukul terasa lebih ringan.
Targetnya, kebun pembibitan tersebut akan dapat dipanen setelah tujuh tahun. Dan dengan harga saat ini, diperkirakan satu kebun bisa menghasilkan antara Rp 750 juta sampai Rp 1,5 miliar.
“Kalau dua kebun berarti sekitar Rp 1,5 miliar sampai Rp 3 miliar,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Artinya, jika modal awal yang mereka keluarkan untuk dua lahan sekitar Rp 160 juta sampai Rp 240 juta, keuntungan yang dapat diperoleh ketika panen nanti bisa mencapai angka sekitar Rp 2,8 miliar.
Butuh Bantuan Lahan
Pembibitan memerlukan lahan luas yang harga sewa lahan makin mahal. Foto: Widi Erha Pradana
Satu-satunya yang jadi kendala utama bagi para petani bonsai adalah ketersediaan lahan. Karena merupakan kawasan industri, harga sewa lahan di Piyungan jadi cukup tinggi dan memberatkan para petani bonsai. Padahal, untuk biaya perawatan dan bibit saja sudah cukup besar, jika ditambah biaya sewa lahan akan makin tak terjangkau oleh para petani bonsai.
Apalagi, masa panen bonsai butuh waktu bertahun-tahun sehingga membuat para petani semakin berat karena modal yang dikeluarkan baru bisa kembali dalam waktu lama.
ADVERTISEMENT
Karena itu, untuk mendorong perkembangan bonsai di Bantul, Gunardi berharap pemerintah ikut membantu memfasilitasi dalam bentuk lahan. Misalnya, pemerintah menyediakan lahan-lahan Sultan Ground atau tanah-tanah kas desa untuk dikelola sehingga dapat meringankan para petani bonsai. Jikapun tidak bisa memfasilitasi secara cuma-cuma, paling tidak bisa membantu dengan memberikan harga sewa yang terjangkau.
“Kan banyak tanah-tanah Sultan Ground yang belum dikelola, supaya tidak telantar biar kami kelola, kami hijaukan sehingga lebih bermanfaat,” lanjutnya.
Program ini, juga bisa menyerap banyak tenaga kerja. Masyarakat sekitar bisa diberdayakan untuk urusan perawatan dan sebagainya, mengingat perawatan kebun bonsai juga membutuhkan sumber daya manusia yang cukup besar. Nantinya, jika kebun tersebut bisa dikelola sebagai tempat wisata, masyarakat juga bisa mencari nafkah di sana dengan cara menjual makanan dan minuman atau oleh-oleh.
ADVERTISEMENT
“Banyak sekali yang diuntungkan, termasuk masyarakat sekitar yang bisa kita berdayakan nanti,” kata Gunardi. (Widi Erha Pradana / YK-1)