Peluk Hangat Vatikan-Indonesia

15 Maret 2017 6:22 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Vatikan (Foto: Pixabay)
“Barangkali kalau ada usulan dubes ke depan, mungkin bisa Bang Fahri (Hamzah). Di Vatikan cocok, gabungkan dengan Saudi Arabia,” kata Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengulangi canda Presiden Jokowi kepada Fahri saat jamuan makan usai pelantikan 17 duta besar negara-negara sahabat di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/3).
Fahri Hamzah di gedung DPR. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
Fahri, politikus Partai Keadilan Sejahtera itu, termasuk salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang sempat mengobrol dengan Raja Saudi, Salman bin Abdulaziz al-Saud, saat sang Raja berkunjung ke Gedung DPR RI, Kamis (2/3).
ADVERTISEMENT
Sementara candaan Jokowi seperti diceritakan Paloh soal Fahri sebagai Duta Besar Vatikan dan Arab Saudi di masa depan, tak lain bermaksud untuk menggambarkan citra keterbukaan Indonesia akan hubungan antaragama.
Vatikan (Foto: Pixabay)
Takhta Suci Vatikan, pusat Katolik dunia yang menggantungkan pemerintahannya kepada Gereja Katolik, yang jelas punya jejak hubungan diplomatik panjang dengan pemerintah Republik Indonesia.
Ikatan diplomatik Indonesia-Vatikan bahkan nyaris sepanjang umur Indonesia sendiri. Ya, sebab Vatikan adalah salah satu negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia. (Bca selengkapnya: )
Negara Takhta Suci tersebut mengakui kemerdekaan Indonesia beberapa bulan setelah Mesir --negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 6 Juli 1947.
Hubungan hangat Indonesia-Vatikan sejak awal kemerdekaan Indonesia itu terus berlanjut hingga kini. Dimulai tahun 1947 dengan langkah Vatikan mengirim delegasi Apostolik (Kepausan) --misi diplomatik Takhta Suci yang setara dengan Kedutaan Besar meski tanpa konsulat dan tanpa kewenangan mengeluarkan visa kunjungan-- ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, 25 Mei 1950, Vatikan mengubah status hubungan diplomatiknya menjadi Apostolic Nunciature, yakni misi diplomatik tingkat tertinggi Takhta Suci.
Sampai saat ini, hubungan Vatikan-Indonesia masih bertahan hangat dan sepi masalah. Harmonis meski mayoritas penduduk kedua negara menganut agama berbeda.
Istimewanya dua Paus --pemimpin tertinggi Gereja Katolik atau pemimpin tertinggi Vatikan, yaitu Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II, pernah berkunjung ke Indonesia, yaitu tahun 1970 dan 1989.
Tak kalah, Indonesia pun menunjukkan sikap hangatnya kepada Vatikan. Beberapa kali Presiden Indonesia melawat ke Vatikan. Sukarno bahkan sampai 4 kali mengunjungi negara kecil yang berada di dalam Roma, ibu kota Italia, itu.
Gus Dur bersama Paus John Paul II (Foto: NU.or.id)
Tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga mengunjungi Vatikan. Dan dua tahun kemudian, 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri menyusul bertandang ke Vatikan.
ADVERTISEMENT
Eratnya relasi Indonesia-Vatikan dilandasi sejumlah kesamaan nilai yang dipegang, misalnya penghargaan khusus terhadap asas ketuhanan, promosi perdamaian, dan penghormatan terhadap kebebasan beragama.
Hubungan diplomatik Indonesia dan Vatikan tidaklah seperti hubungan dua negara biasa. Dalam sebuah wawancara dengan Majalah HIDUP terbitan Yayasan Hidup Katolik Keuskupan Agung Jakarta, edisi 16 April 2016, Dubes Vatikan untuk Indonesia Antonio Guido Filipazzi mengatakan bahwa dalam hubungan kedua negara, fokus utama diletakkan pada isu-isu yang berkaitan dengan Gereja Katolik di Indonesia.
Selain sebagai negara, Vatikan yang notabene pusat Gereja Katolik dunia mewajibkan hubungan yang baik dengan jutaan Katolik di Indonesia. (Baca juga: )
Hal ini berbeda dengan negara-negara lain, yang menurut Filipazzi lebih memerhatikan hubungan diplomatik pada isu-isu ekonomi, pertahanan, sosial, dan politik.
ADVERTISEMENT
Pada Vatikan, isu-isu tersebut ia tempatkan sebagai konteks yang memengaruhi hubungan Vatikan dan gereja-gereja Katolik di Indonesia, termasuk dalam isu perdamaian dan kemoralan.
Filipazzi menyebutkan bahwa tugasnya adalah untuk mempertahankan komunikasi dengan keuskupan di Indonesia dan memasok informasi kepada Takhta Suci.
St Peter's Dome (Foto: Pixabay)
Hubungan dengan gereja-gereja Katolik bukanlah satu-satunya fokus relasi diplomatik Vatikan dan Indonesia. Di tengah era gawatnya radikalisme dan ketegangan antaragama, kedua negara terus mempromosikan penghormatan antarkepercayaan.
Hal ini misalnya dilakukan dengan menggelar Interfaith Dialogue pada 2007 yang mengundang antara lain Monsinyur Felix Machado dari Takhta Suci, dan Prof Dr. Din Syamsuddin serta Romo Ismartono dari Indonesia.
Interfaith Dialogue digelar untuk menekankan gambaran kehidupan antarumat beragama di Indonesia dan Asia Pasifik. Misi-misi semacam itu terus dilakukan dari tahun ke tahun, seperti konferensi Unity in Diversity pada Maret 2009 yang diselenggarakan di Roma oleh Vatikan-Indonesia.
ADVERTISEMENT
Konferensi tersebut mempromosikan secara lebih jauh toleransi yang berkembang di masyarakat Indonesia yang majemuk. Dalam soal ini, Indonesia dan Vatikan seia sekata.
Indonesia, yang juga menyimpan benih perpecahan antaragama, mendekatkan diri dengan Vatikan dalam kerangka besar persaudaraan antarumat manusia.
Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan, Antonius Agus Sriyono, misalnya mengutamakan diplomasi budaya dalam misi diplomatiknya. Agus juga mencoba membangun jalan tengah untuk memberi pemahaman kepada kelompok ekstremis bahwa perbedaan agama bukan berarti menjadi sumber pertikaian.
Hubungan berbasis rasa kemanusiaan. Itulah yang sedang dibangun Indonesia dan Vatikan.
Rasa kemanusiaan itu pula yang mestinya ditabur ke penjuru dunia dan dipegang semua umat manusia, apapun agama yang dianut.
ADVERTISEMENT
Paus Francis (Foto: Pixabay)
Ingin tahu lebih jauh tentang Vatikan? Baca di sini