Gayung si Gila

27 Januari 2017 8:53 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Gayung si Sakit Jiwa. (Foto: Ulfa Rahayu/kumparan)
Namanya Yadi. Sudah 15 tahun lebih ia seperti menderita skizofrenia –gangguan mental atau penyakit jiwa yang disertai delusi, halusinasi, dan pikiran kacau. Penderita skizofrenia biasanya sulit membedakan antara kenyataan dengan pikirannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Yadi terbiasa dipanggil dengan sebutan “Gayung” karena dulu sering duduk merenung di depan gang dengan membawa gayung.
Anak-anak di lingkungannya di Ujung Aspal, Bekasi, sering meledeknya dengan sebutan “gila-sinting.” Semua orang akhirnya memanggilnya Gayung karena tidak tahu nama aslinya dan tak mau repot-repot mencari tahu.
Saking lama Gayung gila, keluarganya sudah lupa kapan tepatnya ia pertama kali mengalami gangguan mental.
Adik Gayung, Yamin, bercerita kepada kumparan tentang bagaimana Gayung pertama kali mengidap penyakit jiwa. Menurutnya, Gayung dulu sering minum minuman keras dan main judi togel.
Menang judi sekali, dua kali, membuat Gayung ketagihan dan menginginkan menang lebih banyak lagi. Ada zat adiktif dalam judi yang membuat Gayung terobsesi padanya.
ADVERTISEMENT
Saking ingin menang, Gayung memutuskan mengikuti mitos dengan mencari nomor togel di kuburan.
Ia pun menginap di kuburan beberapa hari, dan pulang dengan wajah ketakutan. “Pas pulang, mukanya ketakutan dan teriak-teriak,” kata Yamin.
Ilustrasi kuburan. (Foto: Thinkstock)
Semenjak pulang dari kuburan itu, Gayung lantas sering bengong dan tiba-tiba berteriak ketakutan. Dia seperti berhalusinasi melihat sesuatu.
Keluarga tidak tahu Gayung mengalami gangguan kejiwaan yang membutuhkan bantuan medis. Yang mereka yakini, Gayung pulang dari kuburan dalam kondisi kesurupan atau kerasukan entah setan apa.
Gayung lalu dibawa ke seseorang yang dipercaya bisa mengusir setan.
“Dibawa ke orang pintar, minta disembur,” tutur Yamin.
Disembur di sini maksudnya disembur oleh air yang telah dijampi doa-doa.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kata Yamin, si orang pintar menyarankan kepada keluarga Gayung untuk melakukan beberapa ritual “eksorsis” alias pengusiran setan. Salah satunya dengan memotong kambing.
“Udah ngelakuin ini itu, sampai motong kambing segala,” kata Yamin.
Pengusiran makhluk halus (ilustrasi). (Foto: Thinkstock/Alphaspirit)
Keluarga amat percaya penyakit Gayung murni berasal dari hal gaib. Oleh sebab itu mereka tidak pernah membawa Gayung ke rumah sakit.
Padahal, secara kasat mata, perilaku Gayung yang kerap seperti berhalusinasi mengindikasikan ia mengidap skizofrenia, salah satu jenis penyakit kejiwaan.
Adi Chandra, psikolog klinis dan pendiri Heart People –yayasan yang peduli dengan gangguan kejiwaan, mengatakan kasus semacam Gayung mestinya ditelaah melalui komunikasi/tukar pikiran antara psikolog/dokter dengan keluarga pasien untuk memperoleh keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien. Istilah medisnya: anamnesa.
ADVERTISEMENT
Lewat anamnesa, barulah bisa dipastikan apakah dia memang mendapat gangguan dari alam gaib, atau mengalami gangguan jiwa.
“Diagnosis tidak bisa langsung diberikan. Harus lewat tes dan anamnesa. Apalagi pada kasus ini ada semacam okultisme,” kata Adi.
Okultisme yang disebut Adi ialah kepercayaan terhadap kekuatan gaib.
Yang jelas, ujarnya, orang-orang dengan indikasi gangguan mental membutuhkan intervensi medis dari rumah sakit. Bukannya dipasung seperti yang banyak menimpa orang sakit jiwa.
Penderita gangguan kejiwaan (ilustrasi). (Foto: Thinkstock)
Dokter Laila Bahasoean, Koordinator Manejemen Kasus Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan di Jakarta Barat, menduga Gayung punya masalah lebih serius dari yang terlihat. Masalah itu, ujar Laila, mungkin saja faktor pemicu yang membawanya menuju riwayat penjudi dan peminum.
ADVERTISEMENT
Judi dan mabuk, kata Laila, kerap dipilih orang-orang yang menanggung beban persoalan sebagai pelarian atau jalan keluar instan.
Masalah hidup, judi, dan minuman keras yang merusak fungsi otak, serta ketakutan dan tekanan, ialah penyebab gangguan jiwa.
Untuk mereka yang mengalaminya, ujar Laila, harus mendapat perawatan medis dengan mengonsumsi obat-obatan untuk memperbaiki fungsi otak.
Tapi pengobatan saja tak cukup. Perlu juga dilakukan terapi hingga pelatihan kerja agar ia mampu kembali berbaur dengan masyarakat selepas sembuh.
Di Indonesia, edukasi tentang penanganan orang sakit jiwa masih sulit diterima, terutama jika sudah bersinggungan dengan budaya okultisme.
Lebih parah lagi, masih banyak kasus penderita gangguan mental yang justru dipasung, bukannya diobati dengan semestinya.
ADVERTISEMENT
Riset yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2013 menunjukkan, lebih dari 57.000 orang yang mengidap gangguan kejiwaan di Indonesia, pernah dipasung atau dikurung di ruangan tertutup sedikitnya sekali dalam hidup mereka.
Begitu pula dengan Gayung. Ia diisolasi dan ditempatkan di kamar. Praktis, saat ini Gayung tak memiliki kegiatan apapun, dan tak bisa diajak bicara.
Keluarga hanya mengantarkan makanan ke kamar Gayung tanpa mengecek apakah dimakan atau tidak. Bahkan Gayung sudah lama tidak dimandikan.
"Enggak bisa dimandiin, takut ngamuk-ngamuk," kata Yamin.
Gayung bak sungguh menjelma menjadi sebuah gayung –benda mati yang teronggok begitu saja.
Ia dibiarkan hidup bersama kegilaannya sendiri.
Ikuti rangkaian kisah berikut
ADVERTISEMENT