Jangan Salah Tafsir soal Sakit Jiwa

27 Januari 2017 12:25 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Penderita gangguan kejiwaan (ilustrasi) (Foto: Thinkstock)
Apa sih sakit jiwa? Secara harfiah, sakit jiwa ialah gila atau sakit ingatan.
ADVERTISEMENT
Sementara jiwa memiliki arti, “Batin manusia yang terdiri dari perasaan, pikir, dan angan-angan.”
Kita sering mendengar pepatah Latin “Mens sana in corpore sano” alias “Terdapat jiwa yang sehat dalam tubuh yang sehat.”
Apa iya? Lantas kenapa sejumlah orang gila --dengan kain alakadarnya menempel di tubuh-- yang berkeliaran di jalanan, terlihat bugar secara fisik?
Paling banter, rambut gimbal ala Ruud Gullit mereka saja yang mengindikasikan mereka jarang keramas dan mandi layaknya manusia “waras.” Tapi sisanya, fisik sejumlah orang gila tampak tak bermasalah.
Menghadapi orang-orang sakit jiwa ini, masih banyak yang belum paham apa yang mestinya dilakukan. Penanganan medis terhambat mitos.
Belum lagi, banyak orang memperlakukan para penderita gangguan jiwa seperti mahkluk halus yang menakutkan dan patut dijauhi.
ADVERTISEMENT
Dokter Laila Bahasoean, Kepala Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan di Jakarta Barat, memaparkan mitos-mitos salah kaprah soal pengidap gangguan jiwa, terutama skizofrenia yang kerap berhalusinasi.
Skizofrenia adalah jenis gangguan kejiwaan yang menyebabkan penderitanya mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku.
Kepribadian ganda
Kepribadian ganda (ilustrasi). (Foto: Thinkstock/Astova)
Pengidap skizofrenia mengalami kepribadian ganda adalah SALAH. Perilaku skizofrenia yang aneh, muncul akibat pemaknaan terhadap realitas dengan cara tak biasa, yakni melalui halusinasi seperti melihat atau mendengar sesuatu yang sesungguhnya tidak ada.
Itulah yang biasa disangka sebagai kepribadian ganda, padahal tidak. Skizofrenia dan kepribadian ganda adalah dua hal berbeda.
“Skizofrenia ialah kelompok penyakit gangguan jiwa. Kepribadian ganda adalah kelompok gangguan kepribadian. Jadi beda penyakit,” kata dr. Laila.
ADVERTISEMENT
Berbahaya
Pasien gangguan kejiwaan. (Foto: Thinkstock)
Anggapan penderita skizofrenia berbahaya HAMPIR BENAR. Tapi tidak semua pengidap skizofrenia berbahaya. Mereka yang masuk kategori berbahaya adalah yang memiliki gejala agresif seperti merusak lingkungan.
“Sebagian besar memang (berbahaya). Jika ada indikasi agresif, harus dirawat inap,” kata dr. Laila.
Pola asuh
Orang tua memarahi anak (ilustrasi) (Foto: Thinkstock)
Pendapat bahwa skizofrenia terjadi akibat pola asuh orang tua yang buruk, TIDAK SEPENUHNYA BENAR. Itu hanya salah satu faktor, sedangkan banyak hal lain yang juga bisa menyebabkan seseorang terkena gangguan jiwa.
“Teori penyebab skizofrenia adalah biologi (genetik) + psikologi (pola asuh) + lingkungan (stressor),” kata dr Laila.
Stressor ialah kondisi lingkungan atau stimulus eksternal yang menyebabkan tekanan atau stres/kekacauan mental pada organisme.
Keturunan
Rantai Genetika. (Foto: Thinkstock)
Anggapan bahwa jika orang tua menderita skizofrenia, maka si anak juga akan mengidapnya, adalah SALAH.
ADVERTISEMENT
Seperti telah dikatakan dr. Laila di atas, faktor genetik bukan satu-satunya pemicu. Dari total pengidap skizofrenia, hanya 10 persen yang orang tuanya juga menderita skizofrenia.
Bodoh
Otak manusia (ilustrasi). (Foto: Pixabay/PeteLinforth)
Pendapat bahwa pengidap skizofrenia adalah bodoh, SALAH. Mereka punya tingkat kecerdasan yang sama seperti orang normal.
“Penyakit skizofrenia tidak menyebabkan orang menjadi bodoh. Kecerdasannya sesuai keadaan sebelum sakit,” kata dr. Leila.
Namun, ujarnya, keluarga mesti tetap harus berhati-hati dan menangani penderita, karena jika penderita tidak memperoleh penanganan serius, ia bisa jadi betul bodoh.
“Kebodohan timbuh karena penderita tidak dilatih untuk program rehabilitasi,” tutur Laila.
Penderita skizofrenia, juga gangguan jiwa secara umum, perlu meminum obat yang diresepkan dokter dan melakukan terapi rutin agar bisa kembali berinteraksi normal dengan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Jadi, menghadapi mereka yang terganggu mentalnya, ulurkanlah tanganmu.
Ikuti rangkaian kisah berikut
Mengulurkan tangan ke penderita gangguan jiwa. (Foto: Thinkstock)