Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Sukatani dan Citra POLRI
24 Februari 2025 11:18 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Wasono Adi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Situs pemberitaan daring diramaikan oleh berita grup band punk Sukatani asal Purbalingga, yang “dikondisikan” meminta maaf melalui video oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah .
ADVERTISEMENT
Akibat lagu ciptaan mereka yang berjudul Bayar Bayar Bayar – mereka berurusan dengan pihak kepolisian, penarikan lagu tersebut dari segala platform musik daring dan bahkan kabarnya Sang vokalis yang berprofesi ganda sebagai guru SD, diberhentikan dari pekerjaannya akibat pelanggaran kode etik guru yang tidak ada kaitannya dengan lirik lagu tersebut.
Terlepas dari permasalahan tersebut, lagu ini sendiri mengisahkan pengalaman seseorang yang harus "selalu membayar" dalam berurusan dengan kepolisian dan tentunya “ketidakberuntungan” bagi yang tidak mampu membayar aparat kepolisian, sebuah kritik yang memang tajam, tetapi seharusnya dipandang sebagai ekspresi demokrasi. Maraknya aksi demo #IndonesiaGelap turut mempopulerkan lagu ini sebagai yel-yel para peserta demo.
Alih-alih menangani kritik ini dengan pendekatan komunikasi yang humanis, Kepolisian justru memilih jalan reaktif: mendatangi dan "membina" musisi tersebut hingga akhirnya mereka meminta maaf secara terbuka melalui video. Peristiwa ini memperlihatkan kegagalan institusi kepolisian di Indonesia – Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dalam menerapkan praktik Excellence Public Relations (Grunig & Hunt, 1984), yang seharusnya menjadi standar komunikasi organisasi modern sekelas Polri dan Polda Jateng .
ADVERTISEMENT
Sukatani: Blunder Komunikasi Strategis POLRI
Dalam sudut pandang ilmu hubungan masyarakat, Excellence Public Relations adalah sebuah upaya komunikasi strategis, yang salah satunya menekankan pendekatan komunikasi dua arah yang simetris (Grunig&Hunt, 1984) di mana institusi dan publik saling berinteraksi, mendengarkan serta memahami. Model ini jika dikaitkan dengan Polri, menempatkan institusi Polri bukan sekadar sebagai otoritas yang mewakili negara, tetapi juga sebagai entitas yang mampu membangun dialog sehat dengan masyarakat di dalam negara.
Namun, langkah Polda Jawa Tengah dalam kasus Sukatani ini justru menunjukkan pola komunikasi satu arah yang cenderung represif. Memaksa musisi meminta maaf dalam video terbuka tidak hanya memperlihatkan wajah institusi yang tidak toleran terhadap kritik, tetapi juga memperparah persepsi publik terhadap citra kepolisian. Maka, terlihatlah fenomena "blue wall of silence" yang diungkap oleh Duncan dan Walby (2021) mengenai budaya komunikasi khas di tubuh institusi kepolisian, di mana solidaritas internal lebih diutamakan dibandingkan transparansi dan keterbukaan terhadap kritik eksternal.
Alih-alih meminta maaf atas kesalahan dan merespons kritik secara empatik, institusi cenderung membangun tembok pertahanan yang menutup ruang diskusi. Dalam konteks demokrasi, pola ini justru memperburuk citra Polri dan menegaskan bahwa reformasi institusional masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam meninggalkan praktik-praktik represif warisan Orde Baru.
ADVERTISEMENT
Maka selanjutnya terlihatlah pula fenomena "thin blue line" institusi kepolisian yang sering kali menggambarkan institusi ini sebagai benteng terakhir dalam menjaga ketertiban, sehingga kritik terhadap polisi dianggap melemahkan keamanan negara (Duncan & Walby, 2021). Meskipun dalam kenyataannya, demokrasi yang sehat justru membutuhkan transparansi dan akuntabilitas dalam institusi kepolisian.
Ironisnya, tindakan ini justru membenarkan isi lagu itu sendiri—bahwa ada ketidakseimbangan kekuasaan dalam interaksi antara masyarakat dan kepolisian. Sebuah lagu yang sebelumnya hanya menjadi simbol perasaan sebagian orang, kini divalidasi oleh reaksi berlebihan institusi yang dikritiknya.
Menekan kelompok masyarakat untuk menarik kritiknya bukan hanya tindakan yang melawan semangat demokrasi, tetapi juga merugikan citra Polri sendiri. Dalam era digital saat ini, pemaksaan semacam ini justru menjadi bumerang. Video permintaan maaf tersebut kini beredar luas dan bukannya meredakan polemik, malah memperkuat narasi bahwa Polri belum sepenuhnya bertransformasi menjadi institusi yang demokratis.
ADVERTISEMENT
Mengelola Kritik dengan Profesionalisme
Sebagai institusi yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat, Polri seharusnya memiliki mekanisme komunikasi yang lebih elegan dalam menghadapi kritik.
Ketimbang merespons dengan pendekatan koersif, ada beberapa langkah komunikasi strategis yang bisa diterapkan:
Membangun Dialog, Bukan Mengancam
Polda Jawa Tengah, bisa mengundang band Sukatani untuk berdiskusi secara terbuka, misalnya dalam forum yang melibatkan aktivis, jurnalis, dan masyarakat sipil. Ini akan menunjukkan bahwa kepolisian terbuka terhadap kritik dan siap berdialog.
Meningkatkan Transparansi
Jika Polri merasa tuduhan dalam lagu tersebut tidak berdasar, mengapa tidak menggunakannya sebagai momentum untuk membuktikan reformasi internal yang telah dilakukan?
Pendekatan Komunikasi Humanis dan Pelibatan Masyarakat
Studi oleh Ginting dan Zulkarnain (2023) meneliti bagaimana Kepolisian Daerah Sumatera Utara menggunakan pendekatan komunikasi humanis dalam membangun hubungan yang lebih baik dengan masyarakat. Mereka menyoroti pentingnya membangun kepercayaan melalui keterlibatan langsung dengan komunitas serta penggunaan komunikasi yang terbuka dan persuasif.
ADVERTISEMENT
Daripada melakukan tindakan represif hanya untuk sebuah kritik yang disampaikan melalui media seni musik, Polri seharusnya bisa membuat kampanye kreatif empatik yang justru merangkul budaya anak muda semacam ini, termasuk musik punk.
Perbaikan Citra Institusi
Citra kepolisian di Indonesia telah lama menjadi sorotan, terutama karena berbagai kasus yang menurunkan kepercayaan publik, mulai dari kasus Ferdy Sambo hingga kasus pungli di acara gelaran musik DWP . Dalam kondisi seperti ini, daripada meredam kritik dengan tindakan reaktif, Polri seharusnya menunjukkan keterbukaan dan kemampuan berkomunikasi yang lebih strategis.
ADVERTISEMENT
Momen Introspeksi untuk Polri
Insiden ini seharusnya menjadi pelajaran bagi Polri dalam mengelola citranya di mata masyarakat. Institusi yang kuat bukanlah institusi yang tidak pernah dikritik, melainkan yang mampu merespons kritik dengan bijak.
Jika Polri ingin mendapatkan legitimasi yang kuat di tengah masyarakat, maka pendekatan represif harus bijak dan proporsional penggunaannya. Sebaliknya, komunikasi strategis yang berbasis transparansi, keterbukaan, dan profesionalisme harus menjadi standar dalam merespons kritik.
Kritik adalah bagian dari demokrasi, dan respons terhadap kritik adalah cerminan dari kualitas demokrasi itu sendiri. Semoga kasus Sukatani menjadi momentum bagi Polri untuk melakukan introspeksi dan membuktikan bahwa mereka benar-benar telah berubah menjadi institusi yang excellence.
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara diresmikan Senin (24/2). Danantara dibentuk sebagai superholding BUMN dengan tujuan mengoptimalkan kekayaan negara melalui investasi strategis. Aset yang dikelola Rp 14.659 triliun.