Berebut Kursi Cawapres Jokowi

23 Juli 2018 8:23 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi dan Jusuf Kalla (Foto: dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Jusuf Kalla (Foto: dok. Biro Pers Setpres)
ADVERTISEMENT
Jokowi tak henti membanyol soal cawapres. Setelah soal ‘cawapres di kantong’, ia menempatkan dua di antara kandidat cawapresnya, Muhaimin Iskandar dan Romahurmuziy, head-to-head di depan publik.
ADVERTISEMENT
Jumat itu, 20 Juli, tawa riuh hadirin tersembur saat Jokowi membuka Musyawarah Nasional VI Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia di Kuningan, Jakarta Selatan.
“Yang saya hormati, ketua-ketua partai--Ketua Umum PKB Bapak Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PPP Bapak Romahurmuziy--yang saat ini sedang bersaing, saya sebagai presiden mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada alumni-alumni PMII yang banyak membantu kerja pemerintah.”
Cak Imin (Muhaimin) dan Romy (Romahurmuziy) hanya dua dari yang sekian nama di kantong Jokowi--yang mungkin separuh lebih kini telah dikeluarkan.
Keduanya sama-sama Nahdliyin, sama-sama ketua umum partai politik pendukung pemerintah yang dekat dengan NU, dan sama-sama rutin bertemu Jokowi.
Awal Juli, Selasa (10/7), Jokowi bertemu Romahurmuziy di Istana Bogor. Kepada sekutu mudanya itu, ia mengatakan nama cawapres belum final.
ADVERTISEMENT
“Saya belum memutuskan (nama cawapres). Masih menunggu masukan Ibu (Megawati),” ujar Jokowi.
Intens menjaring nama kandidat cawapres sejak Desember 2017, Jokowi kini sudah memangkas nama-nama kandidat cawapres ke dalam daftar pendek untuk dikomunikasikan kepada partai-partai koalisi, termasuk Ketua Umum PDIP Megawati.
Beberapa hari kemudian, Romy mengeluarkan 10 nama kandidat cawapres Jokowi. Sepuluh nama itu adalah Mahfud MD, Chairul Tanjung, Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, Din Syamsuddin, Ma’ruf Amin, Moeldoko, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Romahurmuziy.
“Sesuai pembicaraan saya dengan Pak Jokowi, insyaallah calon wakil presiden tidak akan keluar dari 10 nama ini.”
Agak berbeda, Jokowi mengatakan telah mengerucutkan lagi daftar kandidat cawapres menjadi hanya lima nama, dengan Tuan Guru Bajang alias Tuan Guru Haji Muhammad Zainul Majdi masuk dalam daftar.
ADVERTISEMENT
Lima nama yang ada dalam kantong Jokowi itu, jika mengacu kepada sejumlah ucapannya yang sporadis, antara lain Mahfud, Muhaimin, TGB, Airlangga. Satu nama lagi tak jelas benar siapa karena Jokowi tak pernah mengungkapkannya terbuka.
Cawapres di Kantong Jokowi (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Cawapres di Kantong Jokowi (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Jokowi mendapat untung dari koalisi gemuk yang mengusungnya, sekaligus perlu memperlakukan mereka dengan taktis. Akomodasi politik untuk PDIP, Golkar, PKB, PPP, NasDem, dan Hanura, plus PKPI, PSI, dan Perindo jelas agak rumit diracik.
Sejumlah partai koalisi yang punya modal suara di parlemen (Golkar, PKB, PPP) tak segan menyodorkan para ketua umumnya (Airlangga, Cak Imin, Romy) untuk digaet sebagai cawapres Jokowi. Mereka berlomba-lomba berebut kue. Dan Jokowi bukannya tak sadar.
Sebaliknya, Jokowi paham betul. “Pak Jokowi punya cara untuk menyenangkan semua pemimpin partai koalisi. ‘Pak Airlangga, silakan pasang foto saya pakai baju kuning.’ ‘Mas Romy silakan bicara apa saja ke luar, nggak akan saya bantah.’ Kira-kira begitu,” ujar seorang sumber di lingkaran partai koalisi Jokowi.
ADVERTISEMENT
Untuk menenangkan hati para mitra koalisi pula, Jokowi untuk saat ini lebih memilih berdiskusi dengan mereka secara terpisah. Tak lupa, pujian atau ucapan terima kasih ramah terlontar. Betul-betul politikus piawai.
Ini, misalnya, terlihat saat Jokowi mengajak Airlangga joging di Istana Bogor, 24 Maret. Sabtu pagi itu, Jokowi mengenakan kaus kuning yang identik dengan warna Golkar. Ia dan Airlangga terlihat berjoging sambil berbincang dan tertawa akrab.
Ketika dihujani pertanyaan yang menjurus ke soal cawapres oleh wartawan, Jokowi ‘menggoda’ mereka dengan balik bertanya, “Dilihat sendirilah, ini (kami) cocok ndak?”
Jokowi dan Airlangga berbincang usai joging di Istana Bogor. (Foto: presidenri.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Airlangga berbincang usai joging di Istana Bogor. (Foto: presidenri.go.id)
Jokowi dan Airlangga tak sekadar joging santai. Di balik itu, mereka terlibat diskusi serius soal syarat kursi cawapres bagi Golkar. Jokowi meminta partai beringin meningkatkan elektabilitasnya dari kisaran 15 persen menjadi 18 persen di Pemilu Legislatif 2019, supaya saat Jokowi memimpin di periode kedua, koalisi pemerintah benar-benar kuat di parlemen.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan lain, 15 Mei, giliran Romy yang dipuji Jokowi. Di hadapan legislator PPP se-Indonesia yang sedang menggelar lokakarya nasional di Ancol, Jokowi menyebut Romy sebagai sosok “muda, santri, intelektual” dan “cocok jadi cawapres”, membuat sang Ketua Umum PPP itu tersenyum tersipu.
Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Romy terhitung dekat dengan Jokowi. Pertaliannya dengan sejumlah kelompok Islam, misalnya, membuat dia dipercaya sang Presiden untuk mendekati para kiai dan menjalin komunikasi dengan mereka.
Gerak Romy yang lincah dan lihai membuat masukannya sering kali didengar oleh Jokowi, dan Jokowi pun kerap meminta dukungan Romy soal taktik politik di lapangan.
“Pokoknya Mas Romy itu diizinkan omong apa saja oleh Pak Jokowi. Jadi mau dia bilang cawapres ada 10 atau 11, nggak masalah,” ujar sumber kumparan.
ADVERTISEMENT
Sanjungan juga diberikan Jokowi untuk Cak Imin, ketua umum partai yang dari luar terlihat paling getol mengincar kursi cawapres.
“Sudah ada lima nama di kantong saya. Saya harus ngomong apa adanya. Salah satu nama itu Pak Muhaimin Iskandar,” kata Jokowi saat meninjau venue Asian Games 2018 di Kompleks Olahraga Jakabaring, Palembang, Sabtu (14/7), bersama Muhaimin.
Jokowi dan Cak Imin  di venue Asian Games, Palembang. (Foto: Antara/Nova Wahyudi)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Cak Imin di venue Asian Games, Palembang. (Foto: Antara/Nova Wahyudi)
Cak Imin bisa dibilang paling agresif ketimbang Romy dan Airlangga. Selain mendirikan posko Jokowi-Muhaimin (Join), ia berulang kali main gertak sambal dengan Jokowi.
“Kalau enggak Join, bisa bahaya. Nanti (Jokowi) kalah sama lawannya,” ujar Muhaimin yang mengantongi elektabilitas 2,7 persen berdasarkan hasil survei Populi Center Februari 2018.
Sebulan sebelumnya, 13 Juni, ia dengan percaya diri berkata, “Kinerja Pak Jokowi bagus, pekerja keras. Ke depan, Pak Jokowi hanya butuh satu hal: wapres seperti saya.”
ADVERTISEMENT
Mundur lagi ke pertengahan April, beberapa waktu setelah Muhaimin bertemu dengan Jusuf Kalla. Saat itu ia berujar, “Pak JK Wapres, saya next wapres.”
Bahkan kini, setelah JK--yang juga Nahdliyin seperti Cak Imin dan Romy--berupaya mempertahankan posisinya di kursi cawapres dengan digugatnya Pasal 169 huruf n UU Pemilu oleh Perindo, Muhaimin bak menantang JK.
“Kalau Pak JK lolos, jadi saingan saya. [...] Kalau mobil, Pak JK itu Ferrari, penumpangnya sedikit di NU. Kalau saya (ibarat) Alphard, bisa diisi banyak orang.”
Sikap Cak Imin yang agresif itu, menurut sumber di koalisi pemerintah, diam-diam tak disukai Jokowi. “He’s a bad boy. Jokowi tak suka diintimidasi.”
Airlangga Hartarto dan Muhaimin Iskandar. (Foto: Antara/Galih Pradipta)
zoom-in-whitePerbesar
Airlangga Hartarto dan Muhaimin Iskandar. (Foto: Antara/Galih Pradipta)
Sebagian Tim Jokowi menganggap nama-nama ketua umum partai koalisi seperti Cak Imin, Romy, dan Airlangga bisa dikesampingkan dari daftar cawapres saat ini, karena karier politik mereka masih panjang.
ADVERTISEMENT
Toh meski tak menjadi cawapres, mereka bisa diberi posisi layak di pemerintahan periode kedua Jokowi nanti.
Selain itu, PDIP tak menghendaki cawapres diambil dari sosok yang berpotensi memanfaatkan kursi wapres sebagai kartu As untuk Pemilu 2024. Dengan kata lain: hindari cawapres yang akan maju sebagai capres di 2024.
“Memilih cawapres ini untuk program regenerasi yang mahapenting di tahun 2024,” pesan Megawati kepada Jokowi, seperti diungkapkan politikus PDIP Eva Kusuma Sundari.
Di luar tiga kandidat cawapres dari partai politik itu, Jokowi juga mempertimbangkan tokoh-tokoh non-parpol seperti Mahfud MD, Tuan Guru Bajang, Moeldoko, dan Ma’ruf Amin.
Mahfud MD. (Foto: nu.or.id)
zoom-in-whitePerbesar
Mahfud MD. (Foto: nu.or.id)
Mahfud santer disebut kandidat terkuat. Ia mendapat tempat teratas dalam daftar cawapres Jokowi, dan diyakini mengantongi restu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang berinteraksi berkala dengannya di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu juga dikabarkan mendapat dukungan Luhut Binsar Panjaitan--Menko Maritim yang kerap berperan ganda sebagai penghubung Jokowi ke lawan politiknya.
Mahfud yang mantan Ketua Tim Sukses Prabowo-Hatta di Pemilu 2014, dinilai memenuhi syarat dari sisi intelektualitas dan pertalian dengan kelompok Islam.
Namun, Mahfud mendapat penolakan dari PKB. Ia dianggap tidak bisa mewakili identitas Nahdliyin. Politikus PKB Jazilul Fawaid mengklaim, hanya Cak Imin yang bisa membawa mandat dari kalangan Nahdliyin.
Hal lain, kedekatan Mahfud dengan Yenny Wahid, putri sulung Gus Dur, membuat kubu Cak Imin tak nyaman. Yenny dan Cak Imin terlibat konflik pada dualisme PKB tahun 2007.
“Kalau Mahfud jadi wakil presiden, posisi Cak Imin sebagai Ketua Umum PKB terancam. Bisa diambil alih PKB sama Cak Mahfud, lalu balik ke Gusdurian,” ujar sumber kumparan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diamini sumber lain di kalangan NU. “Ketika Yenny sudah dukung Pak Mahfud wapres, skenario lanjutannya ada gerakan untuk mengambil PKB. Sudah pasti itu.”
Hingga kini, Jokowi belum memutuskan bakal menggandeng siapa meski pendaftaran capres-cawapres kurang dari dua pekan lagi. Tarik-ulur belum usai, dan manuver tajam Jusuf Kalla di MK mengindikasikan sang petahana belum bisa move on dari pasangannya itu saat ini.
“Pengumuman (cawapres) menunggu momentum tepat, dan dalam cuaca cerah. Secerah matahari terbit dari timur,” kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan pesan tertulis dari sang ketua umum, Megawati Soekarnoputri, kepada awak media di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, dua pekan lalu, Senin (9/7).
Momentum tepat itu, ujar Hasto, antara tanggal 4 sampai 10 Agustus 2018, yang notabene merupakan waktu pendaftaran capres dan cawapres.
ADVERTISEMENT
Di kemudian hari, ucapan itu dirinci oleh Romy. “Pak Jokowi akan mengumumkan cawapres pada 9 Agustus, dan kami akan mendaftar ke KPU pada tanggal 10 Agustus jam 10 pagi.”
Kenapa lama sekali memilih cawapres? Hasto menjawab diplomatis, “Karena ini adalah pasangan calon pemimpin bangsa yang punya tanggung jawab besar untuk menakhodai kapal besar bernama Indonesia.”
Jawaban diplomatis itu bisa sedikit diperpendek ke konteks realistis: karena Jokowi perlu menimbang calon mana yang bisa menjamin kemenangan mutlak baginya.
Bila dipersingkat lagi dalam bahasa pragmatis: Jokowi mau melirik cawapres lawan lebih dulu.
“Dia ingin melihat cawapres Prabowo siapa. Mereka saling menunggu. Kalau cawapres Prabowo bukan diambil dari yang unsur Nahdliyin-nya kuat, maka Jokowi juga tidak punya kepentingan untuk mengambil sosok yang kuat di Nahdliyin,” ujar seorang sumber di lingkup koalisi pemerintah.
Jokowi dan para kandidat cawapres. (Foto: Reuters, Antara, kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan para kandidat cawapres. (Foto: Reuters, Antara, kumparan)
Jokowi, dalam pidatonya pada Hari Lahir ke-20 PKB di Jakarta Pusat, Minggu malam (22/7), mempersilakan para kandidat cawapresnya untuk berkompetisi.
ADVERTISEMENT
“Masih ada kesempatan kalau ingin bersaing. Dalam satu-dua minggu ini kami putuskan. Jadi silakan bersaing satu-dua minggu ini.”
Di sisi lain, Jusuf Kalla meminta MK memprioritaskan perkara gugatan Perindo terkait masa jabatan cawapres, sehingga putusan dapat keluar sebelum masa pendaftaran calon 4-10 Agustus. Bagi JK, ini penting untuk menentukan apakah ia masih bisa maju lagi sebagai cawapres untuk periode ketiga secara tidak berturut-turut.
Sungguh, tak ada yang pasti dalam politik.
Jokowi di tengah massa pada kampanye Pemilu 2014. (Foto: AFP Photo/Agus Suparto)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi di tengah massa pada kampanye Pemilu 2014. (Foto: AFP Photo/Agus Suparto)
------------------------
Simak rangkaian ulasan mendalam Cawapres Pilihan Jokowi di Liputan Khusus kumparan.
Anda juga bisa menilai para tokoh yang layak menjadi capres-cawapres di sini.