Cerita Kasim Dipanggil Mayat Tsunami Aceh Melalui Mimpi (3)

Konten Media Partner
8 Desember 2019 14:58 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Minggu pagi, 26 Desember 2004 atau 15 tahun silam, bencana dahsyat gempa dan tsunami menghantam Aceh. Sebanyak 200 ribu lebih warga menjadi korban, setengah juta lainnya kehilangan tempat tinggal. Peristiwa itu diperingati saban tahun di Aceh, sambil belajar menguatkan pengetahuan siaga bencana.
ADVERTISEMENT
Mengenangnya, acehkini menurunkan laporan khusus sepanjang Desember 2019-Januari 2020, tentang kenangan para penyintas, kesiagaan, lokasi yang remuk, rekontruksi, sampai kebangkitan warga setelahnya.
Muhammad Kasim saat ditemui di Kuburan Massal Korban Tsunami di Siron, Rabu (4/12). Foto: Habil Razali/acehkini
Medio Maret 2005, penguburan korban gempa dan tsunami Aceh disetop di Kuburan Massal Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. Lahan pemakaman seluas dua hektare itu telah digali di semua titik. Jumlah mayat yang telah dimakamkan di sana tercatat sedikitnya 46.718 orang.
Penguburan di liang bersama itu dilakukan sejak dua hari setelah tsunami melanda Tanah Seulanga, pada Minggu pagi, 26 Desember 2004. Selama tiga bulan lamanya, puluhan ribu mayat diangkut ke sana dengan mobil dam truk.
Meskipun areal pemakaman massal Siron telah penuh, namun memasuki bulan keempat tsunami, mayat korban ada yang baru ditemukan dan diangkut relawan. Sebagiannya dimakamkan di pemakaman massal lainnya di Lampeuneuruet, Aceh Besar dan Ulee Lheue, Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Setelah pemakaman di Siron disetop, Muhammad Kasim (68 tahun) yang menjadi pengubur di sana sudah jarang mengunjungi lokasi itu. Pria yang menetap di Desa Gani, Ingin Jaya, ini mulai beraktivitas normal seperti biasanya.
Sebelumnya dua hari setelah tsunami hingga tiga bulan, ia menghabiskan hari-harinya menjadi penghantar mayat tsunami menuju tempat peristirahatan terakhir di makam Siron. Ia pergi pagi dan pulang terkadang sampai dinihari. Dalam sehari, ia menguburkan 1000 hingga 3000 mayat.
Setelah selesai penguburan di pemakaman massal Siron, Kasim beberapa bulan tak mengunjungi lokasi makam itu hingga kemudian tanah lapang kuburan di sana ditumbuhi semak belukar.
Tetapi, ada satu kejadian yang membuat ia kembali ke sana untuk membersihkan semak belukar dan bertahan menjadi pengelola makam itu hingga saat ini.
Kuburan Massal Korban Tsunami Aceh di Desa Siron, Aceh Besar. Foto: Suparta/acehkini
Kejadian itu bermula dari mimpi yang dialami Kasim pada sebuah malam di penghujung 2005. Dalam bunga tidur itu, sosok Kasim keluar dari rumahnya di Desa Gani menuju ke arah Lambaro. Perjalanan itu menjadi berbeda ketika di tengah perlintasan yang dilalui, Kasim melihat ribuan orang berbaris menyerupai sedang apel.
ADVERTISEMENT
Semua orang yang berada dalam barisan itu mengangkat tangan tinggi-tinggi. Kasim melihat mereka sama sekali tak bergerak.
Kondisi fisik mereka sangat memprihatinkan, karena banyak luka-luka di sekujur tubuh. Hal ini hampir menyerupai mayat-mayat tsunami yang belakangan hari dikebumikan Kasim.
"Setelah sadar dari mimpi, saya pun berpikir, di mana lokasi orang-orang tersebut berdiri. Ketika teringat lokasi di tepi jalan dari rumah ke Lambaro, saya langsung teringat pemakaman massal," kisah Kasim, ketika ditemui acehkini di Pemakaman Massal Siron, Rabu (4/12).
Muhammad Kasim. Foto: Habil Razali/acehkini
Setelah mimpi malam itu, paginya Kasim langsung mengunjungi lokasi pemakaman massal. Melalui mimpi, dia merasa dipanggil kembali oleh korban tsunami yang dihantarkannya ke tempat peristirahatan terakhir. "Menurut saya, mimpi tersebut menandakan orang-orang itu masih menghargai saya," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Setiba di lokasi makam, Kasim melihat tanah kuburan yang lapang itu telah ditumbuhi semak belukar. Menurut Kasim, setelah proses penguburan tiga bulan, pemakaman massal Siron memang tanpa pengurus. Kemudian hari itu juga Kasim meletakkan sebuah celengan di pinggir jalan Blang Bintang ke Lambaro.
Uang terkumpul di celengan digunakan Kasim membiayai sejumlah pekerja untuk membersihkan makam. Cara demikian dilakukan Kasim hingga berbulan-bulan untuk biaya perawatan pemakaman massal Siron. Nasib baik kemudian datang ketika masa rehabilitasi dan rekonstruksi dampak tsunami Aceh.
Menurut Kasim, sekitar tahun 2007, lokasi pemakaman massal Siron mulai ditangani Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia. Lahan dua hektare itu mulai dipagar, termasuk pembebasan lahan warga yang turut termasuk dalam kompleks pemakaman.
ADVERTISEMENT
Kementerian yang bergerak di bidang energi, dan sumber daya mineral itu bukan hanya menangani lokasi makam, melainkan juga pengelola makam yaitu sosok Kasim. Ia secara resmi diangkat pengurus makam dan mendapat honor setiap bulannya. "Sehingga saya bertahan sampai saat ini," ujarnya.
Kuburan Massal Korban Tsunami Aceh di Desa Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. Foto: Suparta/acehkini
Sekarang Kasim menjadi juru kunci makam tersebut. Ketika ada tamu yang berkunjung ke sana, orang pertama yang dicari adalah sosok Kasim. Apalagi menyangkut penjelasan cerita di balik keberadaan pemakaman massal. Dengan demikian, Kasim sering bertemu dengan tokoh-tokoh besar yang berkunjung ke sana.
Selain mengurus makam, Kasim juga menernakkan sejumlah lembu yang dipeliharanya di bagian belakang kompleks makam. Soal rumput, di atas tanah lapang kuburan tersedia banyak.
"Kalau misalnya dulu orang tahu bakal begini saat ini, mungkin saat itu banyak orang yang mau menjadi pengubur korban tsunami. Sekarang saya seperti tinggal di kebun orang kaya," ujarnya sembari tersenyum.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pemakaman massal Siron saban hari diziarahi keluarga korban tsunami dan menjadi salah satu objek wisata tsunami Aceh. Menurut Kasim, dulunya tanah kuburan itu merupakan aliran sebuah sungai. Lantas, bagaimana riwayatnya sebuah sungai hingga menjadi pemakaman massal tsunami?
[bersambung]