news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Iran, “Biang Keladi” Putusnya Hubungan Saudi-Qatar

5 Juni 2017 18:16 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Arab Saudi vs Iran (Foto: Muhammad F. Nu'man/kumparan)
Awal Mei, seorang pejabat Iran bercerita, belakangan negaranya kian dekat dengan Qatar --salah satu sekutu Arab Saudi di Timur Tengah. Qatar dan Iran meningkatkan kerja sama perdagangan bilateral, termasuk ekspor-impor minyak.
ADVERTISEMENT
Saat ditanya rekan negara lain kenapa Iran berani dekat-dekat dengan Qatar padahal Qatar selama ini dikenal beraliansi dengan Saudi yang sesama negara Suni, ia berkata: kami ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Iran tidak berkonflik dengan negara-negara Suni lain di jazirah Arab, dan kami ingin buktikan bahwa akar konflik ini bukan karena Suni-Syiah.
Percakapan itu diceritakan seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya kepada kumparan.
Jika benar perseteruan Suni-Syiah jadi biang kerok, ujar si pejabat Iran, maka Iran tak akan membantu Palestina karena Palestina adalah Suni.
Ia menegaskan, “Tapi kami membantu Palestina, dan kami bekerja sama dengan Qatar, dan keduanya adalah Suni.”
ADVERTISEMENT
Sebulan kemudian, 5 Juni, Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar --mengirim gelombang kejut ke negara-negara lain.
Langkah Saudi langsung diikuti Mesir, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Yaman --menyusul Libya, Maladewa, serta Mauritius.
Saudi cs menuding Qatar mendukung kelompok sektarian dan teroris yang mengganggu stabilitas di kawasan, yakni Al-Qaidah, ISIS, dan Ikhwanul Muslimin.
Saudi dan sekutunya langsung memutus komunikasi serta menutup perbatasan darat dan udara dengan Qatar. Qatar juga dikeluarkan dari koalisi tempur udara pimpinan Saudi di Yaman, dituding mendukung kelompok ekstremis.
Peta Hubungan Diplomatik Saudi-Qatar (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
“Pemutusan hubungan diplomatik ini sangat berbahaya. Bisa mengubah peta geopolitik Timur Tengah. Kok berani sekali Saudi. Padahal Qatar selama ini sangat setia pada Saudi. Dan mereka secara geografis mereka dekat, menempel. Tapi kini artinya tak ada lagi perjalanan darat Saudi-Qatar, dan larangan terbang di udara diterapkan,” kata Tia Mariatul Kibtiah, pengamat Timur Tengah dan dosen Hubungan Internasional Universitas BINUS, via telepon, Senin (5/6).
ADVERTISEMENT
Tia berpendapat, persoalan ini sama sekali tak cuma soal tudingan bahwa Qatar mendukung terorisme seperti yang dilemparkan Saudi.
“Mesti dilihat, teroris dari perspektif mana? Bagi Barat, Al-Qaidah teroris. Tapi bagaimana dengan negara-negara lain yang merasa tak ada sangkut pautnya dengan Al-Qaidah? Kan belum tentu. Soal Ikhwanul Muslimin, itu Mesir yang berkepentingan,” ujar Tia.
Alih-alih soal terorisme, Tia yakin alasan sebenarnya adalah: Iran.
Bukan rahasia lagi Saudi dan Iran bak musuh abadi sejak 1980-an
“Qatar kerja sama dengan Iran karena menguntungkan, tapi hubungan dengan Iran itu dianggap pengkhianatan, mata Qatar diputus hubungan diplomatik oleh Saudi. Padahal Qatar juga ikut Saudi menggempur militan Houthi di Yaman,” kata Tia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Saudi diyakini Tia telah mendapat “restu” Amerika Serikat, sekutunya, sebelum memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.
“Sejak kedatangan Donald Trump (ke Saudi pada Mei), Saudi semakin berani show off power. Kalau nggak di-acc AS, nggak mungkin seberani itu.”
Sementara AS, melalui menteri luar negerinya Rex Tillerson yang sedang berada di Sydney Australia seperti dilansir Reuters, meyakini pertikaian diplomatik Saudi-Qatar tak akan berpengaruh terhadap upaya bersama memberantas kelompok militan Islam.
AS juga mendorong negara-negara Arab untuk menyelesaikan permasalahan mereka lewat jalur perundingan.
Kunjungan Donald Trump ke Arab Saudi. (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
Posisi Saudi di jazirah Arab, ujar Tia, persis seperti Indonesia di Asia Tenggara: paling besar, vital, dominan, dan konsumtif. Itu sebabnya sikap politik Saudi diikuti oleh negara-negara lain di Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Perseteruan Iran dan Saudi, kata Tia, pun tak sebatas soal Suni-Syiah. Iran yang kerap dianggap sebagai musuh bersama negara-negara Arab, membawa sistem demokrasi yang tak disukai Kerajaan Saudi.
“Saat ini ekonomi Saudi melemah, dan posisi Iran menguat. Dan Iran ialah salah satu negara dengan prinsip demokrasi. Kalau demokrasi menyebar di seluruh jazirah Arab, dinasti Saud terancam runtuh,” kata Tia.
Faktor Iran dalam krisis Qatar sudah terlihat sejak dua pekan lalu, 24 Mei, ketika Kantor Berita Qatar memuat tulisan tentang pidato Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Tsani, pada satu upacara militer.
Dalam pidato itu, menurut Qatar News Agency, Tamim menyatakan bahwa Iran adalah “kekuatan besar”. Ia juga disebut mengatakan Qatar memiliki hubungan “baik” dengan Israel. Ucapan Tamim itu lantas dipasang pada news ticker stasiun televisi Qatar, tanpa menayangkan cuplikan pidatonya.
ADVERTISEMENT
Dalam news ticker tersebut, Tamim disebut mengatakan “Iran mewakili kekuatan regional dan Islam yang tidak bisa diabaikan, sehingga tidak bijaksana jika melawan mereka. Iran adalah kekuatan besar dalam stabilitas di kawasan.”
Tamim juga disebut mengatakan “Qatar tengah bersitegang dengan Presiden AS Donald Trump.”
Pemberitaan Qatar News Agency dan news ticker tersebut ditanggapi keras Saudi. Saudi dan Uni Emirat Arab langsung memblokir seluruh media Qatar, termasuk yang terbesar, Al Jazeera --media yang konsisten memberitakan dan mendukung gerakan prodemokrasi.
Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani (Foto: Reuters/Faisal Al Nasser)
Menghadapi aksi blokir media oleh Saudi, otoritas Qatar mengklaim pemberitaan Qatar News Agency dan news ticker di stasiun televisi Qatar tak benar, menyebut media mereka diretas dan disusupi berita hoaks tentang sang Emir.
ADVERTISEMENT
Namun Saudi tak peduli dengan “pembelaan” Qatar, dan mengatakan, “Kami tidak menoleransi pembangkangan seperti itu, terutama jika berhubungan dengan Iran.”
Persoalan di jazirah Arab, jelas lebih pelik dari yang terlihat di permukaan.