Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Ketegangan koalisi Arab Saudi dengan Qatar yang fluktuatif sejak 2014 akhirnya memuncak. Senin (5/6), Arab Saudi bersama Bahrain, Yaman, Uni Emirat Arab, Mesir, dan terbaru Libya serta Maladewa, mengambil langlkah untuk memutus hubungan diplomatik dengan Doha.
ADVERTISEMENT
Alasannya, Qatar dituding mendukung aktivitas kelompok teroris Ikhwanul Muslimin, juga Al-Qaidah dan ISIS, serta menyokong musuh politik Saudi di jazirah Arab, yaitu Iran.
[Baca juga: Iran, “Biang Keladi” Putusnya Hubungan Saudi-Qatar ]
Sejauh ini, dampak paling terasa adalah penutupan arus warga negara. Warga Qatar harus keluar dari negara-negara yang memutuskan hubungan dengannya tersebut dalam waktu paling lama 14 hari.
Qatar yang negara kecil di jazirah Arab itu juga harus meminimalisir ketegangan politik yang membuka kemungkinan munculnya segala ancaman dari luar.
Sebagai puncak prosedur hubungan (negatif) antarnegara, pemutusan hubungan diplomatik berarti memupus seluruh aspek yang ada dalam hubungan bilateral. Pintu juga tertutup bagi kerja sama lain seperti ekonomi dan sosial budaya.
Meski secara geografis kecil, terlebih bila dibanding Saudi yang memiliki wilayah amat luas, Qatar merupakan negara dengan ekonomi paling impresif di Timur Tengah. Bukan karena minyak melimpah seperti negara Arab umumnya, namun sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Menurut World Economic Forum, Qatar punya ketergantungan ekonomi rendah pada sumber daya alam, dan justru di situlah ia melejit. Qatar unggul dalam diversifikasi sektor produksi.
Dikutip dari Forbes, Qatar pada 2016 berhasil menyalip Uni Emirat Arab sebagai negara Timur Tengah dengan ekonomi paling menjanjikan. Integrasi dengan globalisasi ekonomi menjadi kunci Qatar melawan keterbatasan sumber daya yang mereka miliki.
Namun integrasi dengan globalisasi ekonomi memiliki sisi lain, yaitu ketergantungan ekonomi pada negara lain. Negara-negara tetangga di sekitar Qatar --yang kini memblokadenya-- menjadi tiang ekonomi penyangga Qatar.
Alhasil, pemutusan hubungan diplomatik Saudi dan sekutu-sekutunya berdampak besar. Qatar tak hanya ditinggal pergi, namun juga terancam lumpuh tanpa bantuan yang selama ini memutar roda ekonomi mereka.
ADVERTISEMENT
Bukti kerontokan ekonomi Qatar telah tampak dalam hitungan jam sejak Saudi cs mengumumkan memutus hubungan diplomatik. Indeks benchmark Qatar jatuh 7,9 persen --salah satu angka paling tragis sejak 2009.
Salah satu sektor yang paling terluka ialah industri penerbangan. Pemerintah Saudi menerbitkan kebijakan khusus: melarang pesawat tujuan ke Doha, melarang pesawat Qatar terbang di langit Saudi, dan melarang pesawat Qatar mendarat di Saudi.
Qatar terkunci. Ruang geraknya nyaris habis.
Dua maskapai raksasa, Etihad dan Emirates asal Uni Emirat Arab membatalkan penerbangan ke Doha mulai Selasa pagi. Begitu pula pesawat ekonomi FlyDubai, Egypt Air, Gulf Air, dan Air Arabia, mengikuti langkah tersebut.
ADVERTISEMENT
Sementara maskapai andalan Qatar, Qatar Airways, menghentikan penerbangan tujuan Dubai, Abu Dhabi, Riyadh, dan Kairo. Padahal, puluhan penerbangan pada rute-rute tersebut biasa beroperasi setiap hari.
Operasional Qatar Airways --yang ikut melambungkan ekonomi juga reputasi Qatar di dunia-- telak terganggu.
Perdagangan Qatar ikut babak belur. Terlebih negeri seluas 11.437 ribu meter persegi itu mengandalkan impor sebagai cara mereka memberi makan 2,7 juta orang penduduknya.
Dua dari setengah lusinan negara yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar --UEA dan Saudi, merupakan eksportir makanan tertinggi ke Qatar. Mengutip data World Bank tahun 2015, Uni Emirat Arab menyumbang 160 juta dolar AS, disusul Arab Saudi 148 juta dolar AS.
ADVERTISEMENT
Mimpi Qatar menyongsong masa depan sebagai negara maju di Timur Tengah dibikin pupus dengan pemutusan hubungan diplomatik massal ini.
Bahkan persiapan penyelenggaraan Piala Dunia 2022 di Qatar terancam hancur. Padahal sejak diumumkan sebagai tuan rumah Piala Dunia, Qatar mencanangkan megaproyek infrastruktur 150 miliar dolar AS. Sebanyak 10 juta dolar AS di antaranya dialokasikan untuk kebutuhan infastruktur Piala Dunia.
Kebutuhan bahan baku infrastruktur itu, sialnya lagi, ditopang dengan jalur darat dan laut yang melewati Saudi dan Uni Emirat Arab. Baja dan semen disalurkan melalui truk-truk dari UEA dan Saudi. UEA sendiri penyuplai baja terbesar untuk Qatar, mencapai 740 juta dolar AS.
ADVERTISEMENT
[Baca juga: Qatar Terjepit Kobar Api Perseteruan Saudi-Iran ]
Pada akhirnya, meski Qatar bisa mempertahankan perdagangannya dengan negara-negara di luar Saudi dan sekutunya, kondisi geografisnya yang berada di jazirah Arab dan dikitari negara-negara yang memblokadenya, jadi jalan buntu.
Semisal pun Qatar mengandalkan ekspor Liquid Natural Gas, di mana ia adalah pemasok terbesar di dunia dengan angka 79,6 juta metrik ton per tahun, namun untuk menyalurkannya ke luar Qatar, kini ia perlu mengambil jalan memutar karena jalur laut negara itu di Selat Hormuz berbagi dengan Saudi dan UEA.
Parahnya, wilayah Saudi dan UEA itulah yang justru menjadi kunci jalur logistik yang menghubungkan Qatar dengan negara-negara tujuan dagang mereka di Asia Timur dan Eropa. Dan itu belum semua. Sebab baru keluar dari Selat Hormuz, kapal berbendera Qatar bakal langsung terkendala untuk masuk ke Terusan Suez yang menjadi kedaulatan Mesir --yang kini ikut memblokadenya.
ADVERTISEMENT
Insiden yang mungkin terburuk dalam sejarah Qatar ini menjadi tamparan keras bagi negara pimpinan Tamim bin Hamad al-Tsani itu, dan berpotensi besar mengganggu stabilitas domestik negeri tersebut.