Refleksi Hari Jadi Kota Ternate

Konten Media Partner
30 Desember 2019 20:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wajah Kota Ternate dengan setumpuk permukiman terlihat dari perairan. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
zoom-in-whitePerbesar
Wajah Kota Ternate dengan setumpuk permukiman terlihat dari perairan. Foto: Nurkholis Lamaau/cermat
ADVERTISEMENT
Ternate sudah berusia 769 tahun. Tentu angka tersebut bukanlah waktu yang singkat untuk perjalanan sebuah kota.
ADVERTISEMENT
Ternate, kota kecil di provinsi Maluku Utara itu, punya posisi penting dalam peradaban dunia lewat kekayaan rempah-rempahnya.
Diusirnya bangsa Portugis dari Ternate oleh Sultan Baabullah, kerap dikatakan telah menunda penjajahan di Nusantara selama 100 tahun.
Kisah inilah yang kemudian menjadi dasar penentuan lahirnya Ternate, dengan mengambil tanggal serta bulannya, yakni 29 Desember. Sementara, tahunnya, 1250 diambil dari awal mula terbentuknya kerajaan Ternate.
Tak hanya kekayaan rempah, Ternate juga menyimpan keanekaragaman hayati lainnya. Cendikiawan dunia yang konon berperan besar dalam lahirnya Teori Evolusi milik Charles Darwin, Alfred Russel Wallace, pernah tinggal selama 4 tahun di sini.
Dari kota kecil inilah ia mengirim surat berisi hasil penelitiannya, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Letter from Ternate” kepada Charles Darwin.
ADVERTISEMENT
Tak heran jika pada perayaan Hari Jadi Ternate yang jatuh pada 29 Desember 2019 ini, mengusung tema "Ternate Episentrum Peradaban Dunia."
Tapi itu semua adalah masa lalu. Bagaimana dengan Ternate hari ini?
Ketua LSM Rorano dan juga pemerhati kota, Asghar Saleh mengatakan, dari sektor pembangunan infrastruktur, Ternate lebih baik dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Maluku Utara.
"Di satu sisi torang (kita) maju. Misalnya dari sisi keberhasilan pembangunan. Kita punya pertumbuhan ekonomi itu sangat tinggi. Rata-rata di angka delapan koma, jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.
Hal ini senada dengan Sofyan Daud, anggota DPRD Provinsi Maluku Utara. Menurut Sofyan, perkembangan infrastruktur di Ternate sangat pesat.
Baginya, laju pertumbuhan infrastruktur, terutama berkaitan dengan jasa, perdagangan dan layanan publik, baik itu yang disediakan pemerintah maupun oleh swasta, telah menimbulkan suatu tren perkembangan yang bisa disebut maju.
ADVERTISEMENT
Namun, keduanya juga sama-sama mengaku bahwa ada hal lain yang masih perlu dibenahi dari pertumbuhan Ternate.
Asghar misalnya, ia menilai saat ini relasi sosial masyarakat Ternate cenderung berkurang. Ia lalu mencontohkan kebiasaan gotong-royong yang dulunya kerap ditemui di Ternate, sekarang mulai pudar.
Salah satunya tentang tradisi Jaga Dandang, yang sering dilakukan manakala ada hajatan perkawinan atau tahlilan.
"Misalnya kalau ada orang meninggal atau orang nikahan. Dulu ada kebiasaan yang memasak itu bukan perempuan, tapi laki-laki. Orang sebutnya jaga dandang. Sekarang yang model begitu sudah mulai kurang," ujarnya.
Selain itu, Asghar juga mempertanyakan kehadiran pemerintah dalam menekan angka kemiskinan di Ternate. Menurutnya, setiap tahun jumlah pengangguran juga terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ia juga menyayangkan masih adanya kelemahan dalam memenuhi pelayanan dasar warga. Misalnya, dalam hal air bersih.
Di Ternate, sampai saat ini masih ada wilayah-wilayah yang belum terakses PDAM. Sudah begitu, di wilayah yang sudah terakses pun masih mengalami pampat. Tak hanya air, sering pula terjadi pemadaman listrik.
"Faktanya, orang miskin masih ada. Jumlah orang yang menganggur tiap tahun meningkat, yang paling miris adalah pelayanan sosial kita kurang. Seperti PDAM. Di kota lain jarang dengar PDAM mati, listrik mati. Kan ada pemerintah," katanya.
Yang sangat miris, lanjur Asghar, adalah relasi keagamaan di Ternate yang tergolong masih rendah. Pasca konflik horizontal yang melanda Maluku dan Maluku Utara dua dekade lalu, tak ada inisiasi untuk menghilangkan gap antar umat beragama.
ADVERTISEMENT
Sekitar tiga tahun lalu, ia pernah melakukan survey yang melibatkan anak-anak Sekolah Dasar di wilayah Pulau Ternate maupun Pulau Hiri. Hasilnya, persepsi anak-anak tentang orang-orang yang beragama nasrani masih memprihatinkan.
"Dulu zaman torang sekolah, anak-anak yang beragama Kristen dan Islam masih campur. Jadi torang bisa kenal mereka. Sekarang coba lihat sekolah negeri di Ternate. Tidak ada. Yang beragama Kristen menyekolahkan anaknya ya di sekolah Kristen. Berarti kan torang membikin sekat. Sekat ini kan menjadi besar," tegasnya.
Menurutnya, hal ini seperti mereduksi nilai-nilai kosmopolitan yang telah ada di Ternate sejak dahulu kala. Sebab bagi Asghar, Ternate sejak lama merupakan kota yang pluralis, tergambar dari banyaknya etnis yang berkembang di Ternate.
ADVERTISEMENT
Sementara, Sofyan Daud mengatakan, Ternate semestinya menjadi kota hunian yang ideal untuk semua orang. Menurutnya, itu bukan sekadar sloganistik semata.
Karena seperti yang diutarakan Asghar Saleh, kota ini sudah majemuk dari semenjak ia tumbuh sebagai kota bandar dunia.
Sosok yang berperan penting dalam perjuangan pemekaran Maluku Utara ini mengakui salah satu tantangan bagi Kota Ternate adalah soal pemanfaatan ruang. Baginya, kesemrawutan penataan yang kemudian memunculkan beban sosial mesti segera dicarikan solusi.
"Dalam hemat saya, yang paling mungkin dilakukan adalah percepatan pembangunan kecamatan, atau sub-sub kawasan dengan karakteristik tertentu atau keunggulan tertentu," paparnya.
"Kita diberikan anugerah luar biasa, karena Ternate ini, dari dulu orang mengenal kawasan barat dan beberapa titik di pulau itu sebagai kawasan-kawasan wisata," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, sejauh ini belum ada suatu kebijakan yang secara eksplisit menyatakan dari sisi sisi zonasi pengembangan.
"Di zonasi tertentu misalnya, di Ternate barat dan Ternate pulau benar-benar menjadi kawasan strategis pariwisata," tuturnya.
Tak hanya itu, Sofyan Daud juga menilai ada kelemahan dalam pemajuan kebudayaan sebagai jati diri suatu daerah. Selama ini, menurut dia, kebijakan ihwal kebudayaan masih sekadar formalitas.
Sebagai daerah kesultanan yang tua dengan sejarah yang panjang, sejauh ini, Sofyan belum melihat adanya sinergitas yang baik antara pemerintah dengan pemangku adat.
"Misalnya, pihak kesultanan maupun komunitas yang memberikan konsep tentang pelestarian adat dan budaya," katanya."Lalu soal pengendalian lingkungan."
Sofyan mengatakan, saat ini lingkungan di Ternate cenderung mengalami penurunan daya dukung. Sehingga, perlu dilakukan revitalisasi agar kondisinya kembali membaik. Terlebih dengan terus bertambahnya jumlah penduduk di Kota Ternate.
ADVERTISEMENT
Untuk mengurai hal ini, bagi Sofyan, perlu ada percepatan pembangunan luar kota, sehingga ada pergerakan ke luar kota yang signifikan.
"Sehingga ada masa jeda orang bisa mendapat napas di kota ini, mungkin sehari atau dua hari orang bisa bergerak keluar. Dengan demikian, efek secara sosial dan ekonomi dapat dirasakan oleh wilayah-wilayah luar," jelasnya.
"Sekarang kan gerakan orang untuk bergerak ke pusat-pusat kota masih cenderung lebih besar ketimbang pergerakan ke luar," katanya menambahkan.
Ia membayangkan, jika Kota Ternate dikelola secara baik, pasti akan memberikan implikasi yang baik. Bukan cuma untuk Ternate saja, melainkan untuk 9 kabupaten/kota lainnya di Maluku Utara.