Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Selesai sudah.
Ketika papan elektronik itu diangkat tinggi-tinggi oleh wasit keempat, seisi arena tahu bahwa segalanya telah berakhir. Delapan belas tahun perjalanan ditutup malam itu. Pelukan, tangisan, tepuk tangan, nyanyian persembahan, semuanya diberikan untuknya, sang legenda.
ADVERTISEMENT
Hari itu, 27 Mei 2019, Roma menjalani pertandingan terakhirnya pada musim 2018/19 dengan menjamu Parma di Stadio Olimpico. Pertandingan itu sendiri praktis sudah tak ada artinya karena kans Roma untuk menembus empat besar sudah sangat kecil. Kalaupun menang, mereka belum tentu bisa mencapai target itu karena ada banyak faktor lain yang harus masuk hitungan.
Namun, di sisi lain, pertandingan itu juga berarti segalanya bagi mereka yang mendeklarasikan hidup-matinya untuk Roma. Dalam pertandingan itu para pendukung 'Serigala Ibu Kota' harus melepas kepergian pujaannya. Mereka tidak terima, tetapi apa mau dikata? Toh, mereka tak bisa berbuat apa-apa juga.
Ah, sepak bola. Sungguh absurd olahraga satu ini. Berkatnya, banyak pria dewasa yang tiba-tiba saja menjadi bocah cengeng. Mereka yang belum tentu menangis saat ada anggota keluarga yang meninggal bisa dengan mudah menitikkan air mata karenanya. Itulah yang terjadi malam itu.
ADVERTISEMENT
Pertandingan tinggal tersisa kurang dari sepuluh menit ketika momen itu tercipta di hadapan mereka. Papan elektronik diangkat tinggi-tinggi dan di sana tertera angka 16 berwarna merah. Di sampingnya, angka 17 terpampang dalam warna hijau. Daniele De Rossi , si pemilik kostum nomor 16, harus keluar lapangan untuk digantikan oleh Cengiz Uender.
Malam itu adalah malam perpisahan De Rossi, seorang prajurit yang sudah membela panji Roma sejak masih remaja. Delapan belas tahun yang panjang itu berakhir di sana. Hasil laga memang sudah tak lagi menentukan, tetapi kepergian De Rossi adalah sesuatu yang haram dilewatkan. Siapa pun yang mengaku mencintai Roma merasa harus mengucap salam perpisahan.
Itu adalah pertandingan terakhir De Rossi bersama Roma. Beberapa waktu sebelumnya klub sudah mengumumkan bahwa kontrak sang kapten yang habis di akhir musim 2018/19 tidak akan diperpanjang. Dengan turunnya vonis itu, De Rossi pun mau tidak mau harus angkat kaki. Dia memang prajurit terbaik Roma, tetapi dia bukan yang memegang kuasa.
ADVERTISEMENT
Maka pergilah dia. Dengan langkah gontai, dia berjalan ke tepi lapangan. Penghormatan pun diberikan seisi stadion. Francesco Totti, legenda terbesar Roma yang pensiun dua musim sebelumnya, termasuk di antara mereka yang memberi penghormatan. Sebagai salah satu direktur klub, Totti tidak harus kembali ke lapangan, tetapi itulah yang dia lakukan.
Diiringi pelukan, tangisan, dan langgam-langgam pemujaan, De Rossi menutup ceritanya bersama Roma. Selama 18 tahun, De Rossi memang tidak berhasil mendapat segalanya. Jangankan trofi Liga Champions, gelar Serie A saja tak mampu dia persembahkan. Namun, apa yang sudah diberikan De Rossi jauh melampaui semua itu. Apa yang diberikan De Rossi selama itu cuma satu: Cinta.
Kini, De Rossi siap menyambut bab baru dalam kariernya. Terhitung sejak Kamis (25/7) dia sudah menjadi pemain baru raksasa Argentina, Boca Juniors. Konon, Boca jadi pilihan De Rossi karena dia tak mau pensiun sebelum bermain dengan seragam mereka. Dibrokeri Nicolas Burdisso yang pernah juga membela Roma, jadilah De Rossi pujaan baru publik La Bombonera.
ADVERTISEMENT
Dari informasi yang dihimpun kumparanBOLA, De Rossi tidak akan lama bermain untuk Boca Juniors. Kemungkinan besar, kontrak jangka pendek itu akan rampung pada Januari tahun depan. Artinya, bisa jadi Boca merupakan pelabuhan terakhir sang legenda. Untuk itu, marilah kita berhenti sejenak untuk mengenang momen-momen terpenting dalam kariernya.
1) Si Bocah yang Berambut Acak-acakan
Semua bermula dari Belgia, di sebuah stadion bernama Constant Vanden Stock yang merupakan markas klub raksasa Anderlecht.
De Rossi tiba ke Roma pada 2000 setelah menjalani pendidikan sepak bola bersama klub Ostia Mare. Menariknya, saat belajar di Ostia Mare, dia berposisi sebagai penyerang. Baru ketika masuk akademi Roma sifat kombatifnya itu membuat De Rossi dipindahkan ke lini tengah sebagai gelandang bertahan.
ADVERTISEMENT
Setahun sesudah masuk ke akademi Roma, De Rossi langsung mendapat kesempatan untuk melakoni debut kompetitif di ajang Liga Champions. Dia masuk pada menit ke-71 menggantikan gelandang asal Kroasia, Ivan Tomic. Dalam laga ini De Rossi memang tidak berbuat banyak, tetapi momen ini adalah tonggak penting dalam perjalanannya bersama Roma.
2) Como
Meskipun sudah melakoni debut kompetitif pada 2001, De Rossi baru merasakan kompetisi Serie A untuk pertama kali dua tahun kemudian, tepatnya saat Roma bertamu ke markas Como.
25 Januari 2003 adalah hari bersejarah tersebut. Roma bertandang ke Stadio Leonardo Garilli yang aslinya merupakan kandang Piacenza. De Rossi lagi-lagi tampil sebagai pengganti dalam pertandingan itu dan kembali gagal berbuat banyak karena Roma harus menelan kekalahan 0-2.
ADVERTISEMENT
3) Pemuda Penerbang Roket
Setelah dua debut yang tidak mengenakkan—laga kontra Anderlecht berakhir imbang 1-1—De Rossi akhirnya menjalani debut indah pada Mei 2003. Kala itu dia untuk pertama kalinya dipercaya turun sejak menit awal.
Hasilnya pun berbeda. Tak cuma karena Roma menang 3-1 atas Torino, di laga itu De Rossi juga sanggup mencetak gol indah ke gawang Luca Bucci. Tendangan roket itulah yang kemudian jadi merek dagang De Rossi sepanjang berkarier.
4) Pecahnya Langit-langit Kaca
Tidak butuh waktu lama bagi De Rossi untuk menjadi andalan Roma. Dua tahun setelah musim debutnya di Serie A, dia sudah menjadi pemain inti yang posisinya tidak tergantikan.
Pada musim 2005/06, di usia 22 tahun, De Rossi untuk kali pertama dipercaya menjadi kapten Roma dalam sebuah pertandingan Piala UEFA menghadapi Middlesbrough. Ban kapten, kala itu, berpindah ke tangan De Rossi sesuai wakil kapten I Lupi, Damiano Tommasi, ditarik keluar.
ADVERTISEMENT
Tak cuma itu, pada musim tersebut De Rossi juga dinobatkan menjadi pemain muda terbaik di Italia. Satu tempat di skuat Piala Dunia 2006 pun jadi miliknya.
4) Juara Dunia
Usianya memang masih belia tetapi pada Piala Dunia 2006 itu De Rossi langsung dipercaya pelatih Marcello Lippi untuk menjadi pemain inti. Bersama Andrea Pirlo, Simone Perrotta, dan Totti, De Rossi membentuk kuartet lini tengah yang begitu tangguh.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, pada laga fase grup menghadapi Amerika Serikat, De Rossi harus menerima kartu merah usai menyikut Brian McBride. Alhasil, dia pun terpaksa absen dalam beberapa laga, di mana tempatnya digantikan Mauro German Camoranesi.
De Rossi baru bermain lagi pada partai final sebagai pemain pengganti. Dalam laga tersebut dia menjadi salah satu eksekutor Azzurri yang sukses menunaikan tugas. Di akhir cerita, Italia berhasil menjadi juara dunia untuk kali keempat.
ADVERTISEMENT
5) Trofi Domestik Perdana
Pasca-Piala Dunia 2006 sepak bola Italia diguncang skandal Calciopoli yang membuat jagoan-jagoan seperti Juventus dan Milan meredup. Di tengah-tengah situasi itu Roma dan Internazionale mencuat jadi dua klub terdepan. Rivalitas mereka dimulai pada final Coppa Italia 2006/07.
Saat itu pertandingan Coppa Italia masih digelar dalam dua leg. Setelah kalah 1-2 di San Siro, Roma menggila pada leg kedua di Olimpico. Mereka menang 6-2 dan berhasil menjadi juara. De Rossi jadi salah satu pencetak gol dalam kemenangan spektakuler tersebut.
6) Terbaik di Italia
Keberhasilan Roma menjuarai Coppa Italia 2006/07 membawa mereka ke Supercoppa Italiana edisi 2007. Lawan mereka pun, tak lain dan tak bukan, adalah Inter yang sukses menggondol trofi Serie A.
ADVERTISEMENT
Dalam pertandingan tersebut lagi-lagi De Rossi menjadi pahlawan. Gol tunggalnya, lewat tendangan penalti, membawa Roma keluar sebagai pemenang. Dengan gelar tersebut, Roma pun menjadi yang terbaik di Italia, setidaknya untuk sementara.
7) Tuan 10 Juta Euro
Rivalitas antara Roma dan Inter tadi praktis berakhir pada 2011 ketika Milan memutus dominasi tetangganya. Setelah itu, rivalitas tadi kian tak terdengar akibat monopoli Juventus yang berhasil bangkit dari keterpurukan.
Meski demikian, berakhirnya rivalitas tadi tak membuat De Rossi jadi tidak lagi berarti. Menyusul kedatangan investor Amerika Serikat, De Rossi pun diberi kontrak jangka panjang yang nilainya mencapai 10 juta euro per musim. Itu membuatnya jadi pesepak bola dengan gaji tertinggi di Italia pada zamannya.
ADVERTISEMENT
8) Tak Berdaya di Hadapan 'Tiki-Taka'
Selain karena mendapat gaji tertinggi di Serie A, tahun 2012 juga menjadi penting bagi De Rossi lewat kiprahnya bersama Timnas Italia. Berlaga di Piala Eropa, De Rossi mampu membawa Lo Nazionale ke partai puncak.
Lawan Italia kala itu adalah Spanyol. Sebelumnya, dalam pertandingan fase grup, kedua negara sudah berjumpa dalam laga berkesudahan 1-1. Di situ De Rossi dimainkan pelatih Cesare Prandelli sebagai libero dalam pakem dasar 3-5-2.
Sayangnya, Prandelli berubah pikiran di final. Sistem yang telah berhasil itu dia tanggalkan dan dia memilih untuk menggunakan pakem empat bek. De Rossi pun kembali ke 'habitatnya' sebagai gelandang bertahan.
Berhadapan dengan Spanyol yang diperkuat banyak pemain Barcelona, Italia tak berdaya. De Rossi sendiri kewalahan menghadapi teknik dan kecerdasan Xavi Hernandez dkk. Italia akhirnya harus mengakhiri turnamen dengan kekalahan 0-4.
ADVERTISEMENT
9) 500
Dekade 2010-an sebenarnya memang kurang bersahabat dengan De Rossi. Walau jadi pemain bergaji tertinggi di Serie A, penampilannya tidak terlalu memuaskan, terutama ketika Roma berada di bawah asuhan Zdenek Zeman.
Namun, perlahan-lahan dia mampu bangkit. Zeman sendiri akhirnya tersingkir karena hasil yang didapatkan Roma tidak memuaskan. Setelah kepergian Zeman, De Rossi kembali menjadi andalan sampai akhirnya mencapai penampilan ke-500 pada Oktober 2015.
Dalam laga menghadapi Empoli itu, Roma menang 3-1. Istimewanya, De Rossi menjadi salah satu pencetak gol di sana.
10) Tongkat Estafet Totti
Dua tahun setelah mencatatkan penampilan ke-500 tadi De Rossi akhirnya benar-benar menjadi kapten Roma. Setelah Totti pensiun di usia 41 tahun, tak ada lagi sosok yang pantas menggantikannya selain De Rossi .
ADVERTISEMENT
Sayangnya, De Rossi menjadi kapten di usia yang tak lagi muda. Pada 2017 usianya sudah 33 tahun. Oleh karena itu, masa jabatan De Rossi pun tak berlangsung lama.
11) Epos di Olimpico
Walaupun masa jabatannya sebagai kapten Roma tak berlangsung lama, bukan berarti tidak ada momen indah yang dialami De Rossi . Pada musim perdananya sebagai kapten, dia mampu membawa Giallorossi melakukan comeback bersejarah di ajang Liga Champions.
Pada babak perempat final musim 2017/18 Roma berhadapan dengan Barcelona. Ketika bertandang ke Camp Nou pada leg pertama mereka menelan kekalahan 1-4 dan De Rossi mencetak gol bunuh diri dalam laga tersebut. Kans Roma pun saat itu dianggap sudah habis.
Namun, pada leg kedua di Olimpico, semua prediksi terbantahkan. Roma sukses menang 3-0 dan lolos ke semifinal berkat aturan agresivitas gol tandang. De Rossi sendiri bermain solid pada laga itu sebagai gelandang bertahan. Berkatnya, permainan Barcelona tidak berkembang.
ADVERTISEMENT
12) Akhir dari Sebuah Era
Hanya dua musim De Rossi menyandang status sebagai kapten Roma karena kemudian kontraknya yang berakhir pada 2019 tidak diperpanjang oleh manajemen. Di laga terakhirnya dengan seragam Roma, dia mendapat sambutan mengharukan dari para suporter dan orang-orang penting di Roma, termasuk Totti dan Bruno Conti.
13) Sebuah Salvo
ADVERTISEMENT
Setelah masa-masa di Roma berakhir, De Rossi memutuskan untuk pergi dari Italia. Boca Juniors dia jadikan pilihan untuk menutup kariernya. Jika dinyatakan fit, De Rossi akan menjalani debut bersama Boca akhir pekan nanti dalam pertandingan melawan Huracan.
De Rossi sendiri dikabarkan bakal mulai menjalani latihan bersama Boca pada Jumat (26/7) waktu setempat. Pelatih Boca, Gustavo Alfaro, sendiri sudah tak sabar untuk menduetkannya dengan Ivan Marcone di lini tengah. Jika semuanya berjalan lancar, kita akan menyaksikan De Rossi dalam laga Superclasico antara Boca dan River Plate pada 1 September nanti.
ADVERTISEMENT