2 Poin Pertimbangan Hakim yang Bikin Status Tersangka Pegi Batal

8 Juli 2024 12:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pendukung menandatangani spanduk dukungan usai penundaan sidang perdana praperadilan Pegi Setiawan di Pengadilan Negeri Bandung, Bandung, Jawa Barat, Senin (24/6/2024). Foto: Novrian Arbi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pendukung menandatangani spanduk dukungan usai penundaan sidang perdana praperadilan Pegi Setiawan di Pengadilan Negeri Bandung, Bandung, Jawa Barat, Senin (24/6/2024). Foto: Novrian Arbi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Hakim Pengadilan Negeri Bandung menyatakan status tersangka Pegi Setiawan batal. Ada setidaknya dua poin utama yang membuat Hakim menyatakan status Pegi sebagai tersangka pembunuhan "Vina Cirebon" tidak sah.
ADVERTISEMENT

Penetapan DPO Tidak Sah

Pegi alias Perong, DPO kasus kematian Vina Cirebon. Foto: IG/Humas Polda Jabar
Pertama, terkait penetapan Pegi Setiawan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) per 15 September 2016. Status itu diunggah 15 mei 2024 dalam situs Polri. Proses masuknya Pegi dalam DPO dinilai tidak sesuai prosedur.
Hakim merujuk pada dua ketentuan dalam Peraturan Kapolri. Bahwa penetapan DPO itu didahului oleh pemanggilan terhadap tersangka terlebih dulu.
Berikut aturan yang dikutip Hakim:
Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
"Tersangka yang sudah dipanggil sampai lebih dari 3 kali dan ternyata tidak jelas keberadaannya dapat dicatat dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dibuatkan surat pencarian orang." (Pasal 31 ayat 1)
Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana
"Tersangka yang telah dipanggil untuk pemeriksaan guna penyidikan perkara dan tidak jelas keberadaannya dicatat dalam DPO dan dibuatkan surat pencarian orang." (Pasal 17)
ADVERTISEMENT
Berdasarkan persidangan, Hakim menilai tidak ada bukti yang menunjukkan soal panggilan terhadap Pegi Setiawan.
"Tidak ada satu pun bukti adanya surat panggilan yang dilayangkan oleh termohon kepada pemohon sehingga pemohon tidak mengetahui dirinya masuk ke dalam DPO," kata hakim tunggal PN Bandung, Eman Sulaeman, membacakan pertimbangan putusan praperadilan, Senin (8/7).
Hakim tunggal Eman Sulaeman (tengah) memeriksa berkas saat sidang gugatan praperadilan Pegi Setiawan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Senin (1/7/2024). Foto: Novrian Arbi/ANTARA FOTO
Dalam persidangan, terungkap bahwa penyidik pernah mendatangi rumah Pegi Setiawan di Cirebon pada 2 September 2016. Kala itu, ada ibu Pegi, Kartini. Kartini yang ditanya soal keberadaan Pegi kemudian menyebut bahwa anaknya sedang berada di Bandung.
Hakim menyebut bahwa pada saat itu penyidik tidak turut membawa surat panggilan untuk disampaikan kepada Pegi. Polda Jabar beralasan bahwa tidak perlu ada pemanggilan terhadap Pegi. Namun, Hakim tak sependapat dengan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
"Pemohon dan keluarganya berhak mengetahui bahwa dirinya masuk DPO guna pembelaan diri," ujar Hakim.
Dengan pertimbangan tersebut di atas, Hakim menilai bahwa penetapan Pegi Setiawan masuk dalam DPO tidak sah.
"Penetapan DPO antara 2016-2024 tidak sah menurut hukum," kata Hakim.

Penetapan Tersangka Tidak Sah

Pegi Setiawan hendak bicara saat konpers kasus Vina Cirebon di Polda Jabar, namun tidak diperbolehkan polisi. Foto: Dok. kumparan
Pegi Setiawan ditangkap Polda Jabar pada 21 Mei 2024. Pada hari yang sama, ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Hakim menilai ada prosedur yang dilanggar penyidik Polda Jabar.
Hakim merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tertanggal 16 Maret 2015 yang memberikan telah memberikan syarat tambahan, bahwa untuk penetapan tersangka, selain 2 alat bukti, harus ada pemeriksaan calon tersangka. Hal itu agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil
"Harus ada pemeriksaan calon tersangka, sebelum Pegi Setiawan alias Perong ditetapkan tersangka, termohon memiliki kewajiban hukum untuk melakukan klarifikasi terlebih dahulu pada pemohon," kata Hakim.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan persidangan, Pegi ditetapkan sebagai tersangka pada 21 Mei 2024. Ia kemudian diperiksa sebagai tersangka sebagaimana BAP tersangka Pegi Setiawan alias Perong tanggal 22 Mei 2024 dan pemeriksaan lanjutan dilakukan pada 12 Juni 2024
Polda Jabar beralasan bahwa penetapan tersangka bisa berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup adalah minimal 2 alat bukti. Serta tidak harus adanya pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu.
Namun, Hakim tidak sependapat. Menurut Hakim, harus pula diikuti adanya pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu, karena hal tersebut sudah jelas dan tegas termaktub dalam putusan MK.
Oleh karenanya, Hakim menilai penetapan tersangka Pegi Setiawan tidak sah.
"Fakta di sidang tidak ditemukan bukti satu pun yang menunjukkan bahwa pemohon dalam penyidikan yang dilakukan termohon pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka sebelum ditetapkan sebagai tersangka, maka menurut hakim penetapan tersangka oleh termohon haruslah dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum," kata Hakim.
ADVERTISEMENT

Pegi Setiawan Dibebaskan Hakim

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Hakim kemudian menyatakan praperadilan Pegi layak dikabulkan. Status tersangka dinyatakan tidak sah. Hakim pun menyatakan Pegi harus dibebaskan.
Berikut bunyi vonis hakim:
"Mengadili:
Satu, mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya.
Dua, menyatakan proses penetapan tersangka kepada pemohon [...] atas nama Pegi Setiawan beserta surat yang berkaitan lainnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
Tiga, menyatakan tindakan pemohon menetapkan termohon sebagai tersangka dugaan tindak pidana Perlindungan Anak dan atau Pembunuhan Berencana dan atau Pembunuhan [...] adalah tidak sah dan tidak berdasarkan proses hukum.
Empat, menetapkan surat ketetapan tersangka [...] batal demi hukum.
Lima, menyatakan tidak sah segala keputusan dan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon
ADVERTISEMENT
Enam, memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan perintah penyidikan terhadap pemohon
Tujuh, memerintahkan kepada termohon untuk melepaskan pemohon dari tahanan.
Delapan, memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya seperti sediakala."