Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Amien Rais, Lokomotif Tua yang Terus Menderu
30 April 2018 8:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Untuk seseorang yang tengah berulang tahun ke-74, agenda Amien Rais , Kamis (26/4), sungguh padat.
ADVERTISEMENT
Siang hari ia sudah berada di gedung parlemen untuk bertemu Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan dan Fadli Zon. Sorenya, Amien bergeser ke Pejaten untuk berbicara dalam bedah buku baru putrinya, Hanum Salsabila, berjudul ‘I am Sarahza’.
Selepas maghrib dan berbuka puasa, ia lanjut menembus Condet, menuju markas Persaudaraan Alumni 212 dan melakukan pertemuan tertutup bersama pengurusnya.
Pendiri Partai Amanat Nasional itu lincah. Ethes. Pikirannya tajam nyalang. Berbeda dengan kompatriotnya di Majelis Amanat Rakyat (embrio PAN) yang rata-rata meredup, di usianya yang menuju ujung, Amien Rais justru makin aktif, mencereweti banyak hal hingga batas yang memicu pro-kontra.
Tak usah melongok terlalu jauh. Dalam sebulan terakhir, Amien Rais tiga kali menjadi headline pemberitaan nasional karena mulutnya pedas mencecar berbagai golongan.
ADVERTISEMENT
Pertengahan Maret, ia mengklaim sertifikat yang dibagi-bagi Jokowi sebagai pengibulan. Pertengahan April, ia menempatkan PAN, PKS, Gerindra, dan kelompok yang membela agama Allah sebagai hizbullah (golongan Allah), dan mendikotomikan pihak seberang sebagai “partai setan”.
“Kita harus menggerakkan seluruh kekuatan bangsa ini untuk bergabung dengan sebuah partai. Bukan hanya (partai) PAN, PKS, Gerindra, tapi kelompok yang membela agama Allah, yaitu hizbullah. Untuk melawan hizbusy syaithan. Orang-orang yang anti-Tuhan, itu otomatis bergabung dalam partai besar, partai setan,” kata Amien.
Puncaknya, Selasa (24/4), Amien menunjuk-nunjuk foto Jokowi di depan hadirin tasyakuran Uztazah Peduli Negeri di Balai Kota DKI Jakarta, meramal sosok pada potret itu tak akan menang di Pilpres 2019.
Tak hanya itu, Amien mewajibkan para ustazah, demi ‘umat’, untuk menyisipkan pesan politik di setiap pengajian.
ADVERTISEMENT
“Kita jangan kehilangan momentum. Ini baru jelang Pilpres. Ustazah kalau peduli negara, pengajian disisipi politik itu harus. Harus itu,” ujar Amien.
Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin tak setuju apabila pengajian menjadi forum kampanye . Kepala Staf Presiden yang juga mantan Panglima TNI, Moeldoko, juga tak rela masjid digunakan untuk mendorong umat memilih satu pihak atau tak memilih pihak lain. Sebelumnya, Moeldoko juga mengkritik Amien agar tak membikin kegaduhan .
Mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Buya Syafii Maarif juga menolak ide masuknya politik praktis ke masjid. Buya menilai, politik di masjid sah-sah saja apabila sebatas mengajak kebaikan, keadilan, dan untuk menyampaikan kebenaran Tuhan. “Tapi kalau untuk kepentingan pilkada, pilpres, pasti rusak masjid itu.”
ADVERTISEMENT
Mohamad Guntur Romli, aktivis Nahdlatul Ulama yang juga anggota Partai Solidaritas Indonesia, memandang gagasan Amien sebagai ancaman. “Berbahaya, itu kan politisasi agama.”
Menurutnya, apabila politisasi agama terjadi, ada kemungkinan rumah ibadah punya afiliasi politik masing-masing, dan justru bisa menjadi sumber perpecahan di kalangan masyarakat.
“Ini bisa jadi konflik sipil seperti yang terjadi di Suriah. Pengeboman yang ada di Suriah, bom bunuh diri, kan gara-gara afiliasi itu. Masjid ini dianggap afiliasi dengan partai ini, akhirnya dibom oleh lawannya. Itu kan bahaya.”
Oposisi
Amien sendiri terlihat tak peduli pernyataannya banyak menuai respons negatif. Menurut dia, apa yang telah ia katakan adalah kebenaran. Terlebih soal politik dan masjid.
“Hanya orang dungu dan super bodoh (yang bilang) bahwa Islam nggak boleh bicara politik di masjid,” tukas Amien saat ucapannya disebut memicu perdebatan.
ADVERTISEMENT
Amien Rais memang keras dalam mengutarakan pemikirannya. Sekali bilang A, lidahnya tak akan berbelok membicarakan huruf lain. Ia selalu begitu, lebih-lebih pada pemerintah.
Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, menilai sudah sewajarnya seorang Amien Rais menjadi Amien Rais. “Pak Amien dari zaman Pak Harto memang seperti itu karakternya.”
Memang benar. Semua presiden sudah pernah jadi sasaran kritik pedas seorang Amien.
Kritik pada Soeharto ia mulai pada 1993 via konsep suksesi, saat kebanyakan aktivis lain belum muncul melawan kemapanan Orde Baru. Di era Gus Dur juga sama; presiden keempat Indonesia itu ia sebut menyia-nyiakan amanah manusia dan Allah setelah menjadi presiden. Sedangkan Megawati ia sebut inkonsisten, peragu, dan kurang percaya diri. Berikutnya SBY ia ‘dakwa’ didominasi kekuatan asing.
Amien Rais tak takut. Berkali-kali namanya diterpa isu miring, dan dihadapinya dengan berani. Saat tersangkut kasus dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) pada 2007, Amien secara terbuka mengaku pernah menerima uang Rp 400 juta dari mantan menteri DKP Rokhmin Dahuri via sumbangan dana kampanye calon presiden.
ADVERTISEMENT
Malahan, ia mengajak capres lain yang merasa pernah menerima sumbangan dana kampanye serupa untuk lantang terbuka seperti dia. “Saya tidak menantang dan sok pahlawan, tapi mari tegakkan hukum bersama-sama,” kata Amien seperti dikutip dari Majalah Tempo , 21 Mei 2007.
Juni 2017, kasus serupa menimpanya. Amien tersangkut kasus korupsi proyek alat kesehatan tahun 2007 yang menjerat mantan menkes Siti Fadilah Supari. Alih-alih menolak seperti Bu Menteri, Amien malah mengaku menerima uang via Soetrisno Bachir, Ketua Umum PAN periode 2005-2010.
“Nah, kalau kejadian 10 tahun lalu kini diungkap dengan bumbu-bumbu dramatisasi di media massa dan sosial, tentu akan saya hadapi dengan jujur, tegas, apa adanya,” ucap Amien .
ADVERTISEMENT
Amien memang keras. Meski begitu, publik mengingatnya sebagai sosok pro-reformasi yang amat nasionalis saat menggiring massa dan mahasiswa melengserkan Soeharto di 1998.
“Sampai dia disebut Lokomotif Reformasi. Dia memang begitu sejak dulu, selalu memilih posisi berhadapan dengan penguasa,” kata Mahfud MD, tokoh NU dan mantan ketua Mahkamah Konstitusi.
Kini, kritik Amien pada pemerintahan lebih sering dikaitkan dengan isu agama, yang tingkat sensitivitasnya berlipat ganda pada tahun-tahun terakhir ini.
Soal mengentalnya unsur agama dalam kritik politiknya dengan cukup frontal, Amien Rais tidak risau. “Buat saya Al-Quran itu sumber hukum, sumber moral, sumber etika.”
Amien meneruskan, tak cukup umat Islam hanya amar makruf nahi munkar (mengajak ke hal-hal baik dan mencegah hal buruk). Menurutnya, banyak umat Islam melupakan doktrin kedua, yaitu al amru bil adli wa nahyu anil dzulmi.
ADVERTISEMENT
“Yaitu menancapkan keadilan sosial, ekonomi, politik, hukum, pendidikan, untuk semua anak bangsa. Jangan malah membiarkan kezaliman di berbagai bidang itu berjalan terus.”
Sweet Seventy Four
Tak semua setuju dengan irisan politik dan agama yang telah banyak merembet ke arena praktis. Guntur Romli salah satunya.
“Kalau agama mau mengawasi politik, harusnya kan dia netral, sebagai kekuatan moral. Tidak berpihak pada salah satu kelompok, baik yang namanya ‘ganti presiden’ atau ‘tetap presiden’. Agama nggak boleh terjebak di situ. Harus netral, nggak boleh memihak.”
Soal ucapan kontroversial Amien, Guntur berkata, “Ya nggak perlu didengerin, wong orang 212 aja nggak mau dengerin.” Ia merujuk pada pernyataan Kapitra Ampera, penasihat hukum Persaudaraan Alumni 212 yang mengatakan PA 212 tak berimam ke Amien soal politik.
ADVERTISEMENT
Tentu, tak semua sependapat. Sahabat Amien dari Yogya percaya bahwa Amien tak ngawur dalam mengeluarkan pendapat-pendapatnya.
“Dia masih 70-an tahun,” kata Yahya Muhaimin, teman dekat Amien sejak mengajar ilmu Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada, kepada kumparan, Jumat (27/4).
Yahya seumuran dengan Amien, 74 tahun. Bicaranya lirih dan pelan. Orang harus agak mengeraskan suara saat berbincang dengannya.
Yahya mengaku tak terganggu dengan pernyataan kontroversial sahabat dekatnya. Baginya, kontroversi atau tidak, sama seperti tua-tidaknya mereka berdua --relatif. Mantan mendiknas di zaman Megawati itu bahkan yakin 100 persen Amien rasional dalam segala ucapannya.
Menurut Yahya, Amien tak akan mengeluarkan pernyataan keras tanpa dasar kuat. Ia guru besar di universitas ternama, mantan ketua umum Muhammadiyah selama bertahun-tahun, pula orang Jawa tulen. “Jadi dia pasti punya pertimbangan agama, pertimbangan akademisi, dan dengan pertimbangan juga kultural.”
ADVERTISEMENT
Selemahnya Iman
Sejuta orang mungkin meragukan kewarasan Amien, tapi kritik, seperti ia katakan berkali-kali, adalah salah satu cara menegakkan keimanan dan menjalankan perintah agama yang ia percaya.
“Saya ini selalu menerapkan perintah kitab suci saya, ‘Selama kau masih kuat, masih sehat, setiap ada hal yang nggak bener, itu harus kamu koreksi. Kalau bisa dengan tanganmu, kalau nggak bisa dengan lisanmu, kalau nggak bisa (lagi) dengan hatimu. Kalau dengan hati, itu selemah-lemah iman,’” katanya.
Tangan, tentu saja, Amien tak pegang kuasa apa pun di sektor politik. Maka mungkin tak ada cara lagi untuk mengubah kemungkaran yang dalam penglihatannya kini merajalela, selain dengan kata-kata.
ADVERTISEMENT
Sang Lokomotif Reformasi berjanji, ia akan tetap melaju bersuara --lurus, tanpa tedeng aling-aling.
Yang jadi perkara, mengutip pepatah latin yang pernah disematkan untuknya belasan tahun silam: non dicendo causa finite --masalah tak selesai hanya dengan kata-kata.
------------------------
Ikuti terus Kontroversi Amien Rais di Liputan Khusus kumparan.