Cerita Mantan Santri Pondok IBBAS di Mesir, Visa Mati hingga SPP Bermasalah

25 Agustus 2020 20:51 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi santri pesantren. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi santri pesantren. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
ADVERTISEMENT
Konflik yang terjadi antara Pondok IBBAS (Ibnu Abbas) di Kairo, Mesir, dengan sejumlah wali santri dari Indonesia hingga saat ini masih berlangsung. Bahkan, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan kementerian lembaga terkait lainnya, termasuk Bareskrim Polri sampai turun tangan mengusut konflik itu.
ADVERTISEMENT
kumparan sudah melakukan penelusuran dan mengkonfirmasi kepada sejumlah narasumber tepercaya untuk mengetahui konflik yang sedang terjadi di sana. Hasilnya, diduga Pondok IBBAS telah melakukan pelanggaran dalam pengiriman santri Indonesia ke Mesir.
Pondok IBBAS Kairo merupakan bagian dari Pondok Pesantren IBBAS di Serang, Banten. IBBAS mengirimkan para santrinya mulai dari tingkat SMP hingga SMA ke Mesir agar bisa melanjutkan kuliah di Universitas Al Azhar, Kairo.
Namun, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu, Judha Nugraha, mengatakan diduga ada penyalahgunaan visa para santri Pondok IBBAS Kairo. Sebab visa yang digunakan para santri itu bukanlah visa pelajar.
Setelah melakukan penelusuran, kumparan berhasil mendapatkan kontak salah satu mantan santri Pondok IBBAS di Kairo yang meminta identitasnya dirahasiakan. Dia bercerita dan menjelaskan bagaimana dirinya masuk ke Pondok IBBAS hingga akhirnya memutuskan keluar.
ADVERTISEMENT
Dia sendiri berangkat ke Kairo pada Oktober 2019 lalu. Menurutnya, sistem pemberangkatan santri Pondok IBBAS ke Kairo itu dibagi menjadi beberapa kloter. Namun jumlah tiap kloter itu tidak menentu tergantung jumlah pendaftar.
"Jadi itu sistemnya per kloter, ada kloter satu, dua, tiga. Nah waktu angkatan ana (saya), jadi waktu itu ana kloter tiga tapi gabung sama kloter dua jadi waktu itu ana karantina satu bulan," kata dia, Selasa (25/8).
Dia mengungkapkan, sebelum berangkat ke Mesir, dirinya harus menjalani karantina selama satu bulan di Pondok IBBAS Serang. Lalu masalah waktu karantina para santri juga berbeda-beda ada yang seminggu sampai sebulan. Tujuan karantina itu sebagai sarana pembekalan mereka agar memiliki persiapan sebelum tiba di Mesir nanti.
ADVERTISEMENT
"Jadi kita sebulan karantina buat belajar, ya belajar bahasa Arab buat persiapan ke Mesir, tapi itu kan kemarin (saya) cuman dua minggu saja kita belajar soalnya gurunya anak kuliahan terus dia mau kuliah juga jadi beliau ngundurin diri," ucap dia.
Mantan santri itu mengaku pembekalan yang diberikan hanya dua minggu. Sebab dia diminta membantu mengajar santri lainnya yang ada di Pondok IBBAS Serang.
"Waktu itu saya cuman belajar seadanya, jadi kita dibuat kayak basic bisa apa-apa segala padahal kita semua waktu itu masih ada yang belum bisa bahasa ini itu terus kita disuruh nulis Al-Quran pakai hafalan jadi kita engga ada buat kayak (gambaran) Mesir ini, kaga ada kita dibilang ini itu jadi kita juga engga dikasih tahu detailnya gimana di Kairo," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
"Dua minggu setelahnya, (saya) diminta ngajar anak-anak di IBBAS jadi anak-anak di IBBAS ada yang usia lima, enam, tujuh tahun atau masih SD, jadi belum bisa baca jadi di sana kekurangan guru jadi santri Kairo cuman bertiga waktu itu disuruh ngajar di IBBAS sampai sebulan enggak balik," tambahnya.
Setelah sebulan menjalani karantina, akhirnya tiba gilirannya bersama santri lainnya yang diberangkatkan ke Mesir. Kala itu, ia mengaku tidak ada masalah selama beberapa bulan di sana. Kala itu, ia juga belum paham soal masalah visa yang menjadi sumber konflik ini.
"Setelah beberapa bulan, kan kita pernah dengar jadi permasalahan waktu itu kita kan di sini minim pengetahuan kayak gimana sistem visa terus pembelajaran terus sampai sini kita belajar normal," kata dia.
ADVERTISEMENT
Mengenai jumlah santri IBBAS di Kairo, ia tidak tahu berapa jumlah pastinya. Ia mengatakan ada sekitar puluhan santri.
Kompleks Universitas dan Masjid Al Azhar Mesir Foto: Flickr

Ada Konflik Antara Pengajar dari Mesir dan Indonesia

Dia menuturkan, selama belajar di Kairo, guru yang mengajar mereka dari Mesir dan menggunakan bahasa Arab. Para santri kemudian mengeluhkan masalah itu karena tidak semua santri sudah fasih menggunakan bahasa Arab. Kemudian Pondok IBBAS Kairo memutuskan mendatangkan pengajar yang merupakan orang Indonesia.
"Kan di IBBAS yang mengajarnya orang Mesir, kalau saya ada basic bahasa Arab karena lulusan juga dari pondok. Tapi yang saya khawatirkan adalah teman. Jadi ada temen yang umurnya 12 tahun itu enggak tahu sistem dan gimana bahasa Arab. Nah jadi itu ngeluh disuruh ada orang Indonesia yang ngajarin," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Pernah waktu itu orang Indonesia ngajarin tapi cuma beberapa bulan, ada juga santri baru ini yang baru (datang) kloter keempat ini cuma enam orang dia pernah didatangi orang Indonesia yang ngajar. Tapi cuma beberapa hari karena ada perselisihan antara guru Mesir sama guru Indonesia," sambung dia.
Menurutnya, perselisihan itu dipicu akibat ada kesalahpahaman antara guru dari Mesir dan Indonesia. Menurutnya, guru dari Mesir itu tidak mendapat informasi jika ada guru lain yang mengajar para santri sehingga dia marah dan memarahi guru yang merupakan orang Indonesia itu.
"Jadi guru Mesir enggak mau ada guru Indonesia yang ngajar, jadi waktu itu antara IBBAS sama guru ini kan gurunya juga pengacara IBBAS orang Mesir jadi kaga ada konfirmasi antara mereka, jadi ada salah paham dimarahin terus orang Indonesia enggak ngajar lagi," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, para santri IBBAS Kairo mengeluhkan sistem pembelajaran yang diterapkan oleh guru Mesir itu. Sebab guru itu tidak memberikan terjemahan bahasa Indonesia kepada para santri. Padahal seperti yang sudah disinggung sebelumnya masih ada santri yang belum bisa menggunakan bahasa Arab.
"Karena gurunya orang pakai bahasa Arab, jadi kita mau tanya artinya apa diartikan juga pakai bahasa Arab, jadi di situ susahnya pembelajaran waktu itu. Terus sudah saya ajuin (agar pimpinan IBBAS melakukan pembenahan) sampai sekarang enggak ada yang namanya ada buat guru Indonesia pas ana masih di IBBAS. Masalahnya itu ada teman-teman ngeluh sampai enggak mau ikut les gara-gara mereka enggak paham," ucap dia.

Para Santri Pondok IBBAS Tidak Menggunakan Visa Pelajar

Dalam aturan, seharusnya para pelajar Indonesia yang belajar di luar negeri harus menggunakan visa pelajar. Akan tetapi tidak bagi seluruh santri Pondok IBBAS Kairo. Dia mengatakan selama ini visa yang mereka gunakan adalah visa turis. Bahkan, ia menuturkan visa dia bersama teman-temannya mati karena tidak diperpanjang.
ADVERTISEMENT
"Visa kita kan itu yang ngurus IBBAS ya, setidaknya dia ada ngehandle jadi kayak ngurus itu. Waktu itu kita pernah ditahan paspornya kirain waktu itu buat diurusin eh tahu-tahunya kan sudah beberapa bulan sampai visa ana mati, visa turis waktu itu mati," ujarnya.
Masalah visa itu akhirnya sampai ke telinga para wali santri di Indonesia. Sejumlah wali santri marah mengetahui visa pelajar anaknya itu tenyata tidak diurus oleh Pondok IBBAS. Dari peristiwa itu, pihak IBBAS kemudian baru bergerak untuk mengurus visa para santri.
"Ada masalah orang tua sama IBBAS yang tahu ada anak IBBAS dua tahun visanya belum kelar jadi visanya mati selama dua tahun katanya. Jadi orang tua itu marah, baru pihak IBBAS bergerak kayak bikin visa baru kita digembleng ditekani masalah visa baru," ucap dia.
ADVERTISEMENT
"Itu baru aja setelah berapa bulan setelah visa kita mati, waktu itu kita memang mati semua visa enggak ada yang hidup setelah visa turis mati. Itu jadi permasalahan di awal-awal di visa sama pembelajaran," jelasnya.

SPP Pondok IBBAS Kairo Bermasalah

Selain membeberkan masalah pembelajaran dan visa, ia juga mengungkapkan pembayaran SPP bulanan Pondok IBBAS Kairo tidak masuk akal. Sebab, jumlahnya terus bertambah setiap bulannya. Menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan perjanjian awal sebelum mereka berangkat ke Mesir.
"Masalah SPP terlalu mahal, kita tahu SPP bayarannya Rp 1,8 juta awalnya. Terus SPP kita naik semua jadi Rp 2,5 juta terus pernah Rp 3 juta sampai Rp 5 juta," kata dia.
ADVERTISEMENT
Masalah kenaikan SPP itu sudah pernah ditanyakan oleh para santri kepada pimpinan Pondok IBBAS. Namun pimpinan tidak memberikan jawaban yang memuaskan.
"Kita tanya pihak IBBAS ini kayak gimana sistem pembayarannya, kita minta detail ya kata pimpinan 'antum enggak usah mikirin masalah keuangan, antum fokus belajar' kita bukannya gimana, mungkin dia kira kita ini masih anak-anak jadi fokus belajar aja jangan mikirin uang, uang biar orang tua yang mikirin," ucapnya.
"Kan masalahnya kita juga harus tahu apa yang harus dikeluarin siapa tahu barangnya enggak perlu, barang itu enggak perlu dibeli jadi kita enggak usah bayar, jadi kita engga tahu detail seperti apa SPP ini buat apa-apa, jadi enggak ada pemberitahuan. Di situ kita pada jengkel, orang tua binggung masalah keuangan SPP semakin naik tanpa pemberitahuan kenapa naik," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Selain tiga masalah pokok itu, ia tak menampik masih banyak masalah lainnya selama belajar di Pondok IBBAS Kairo. Mulai dari pihak pengasuh yang keras hingga masalah barang-barang pokok para santri di asrama yang rusak.
Para santri dan wali santri sudah sering memberikan masukan kepada pihak pimpinan IBBAS di Indonesia agar masalah-masalah itu segera diselesaikan dan diperbaiki. Ia menyebut jika pimpinan IBBAS di Indonesia yang berlokasi di Serang itu adalah Wijaksana Santoso.
"(Pimpinan) berdua, ummi Purwanti sama Wijaksana suaminya. Kita usulin ini itu (tapi) ketuanya maunya gini gitu. Orang tua juga kasih usulan enggak mau diterima di situ orang tua mulai gedeg," ungkapnya.
Terkait hal itu, kumparan sudah berusaha meminta konfirmasi dari Wijaksana, namun Wijaksana belum mau memberikan konfirmasinya.
Ilustrasi santri. Foto: Shutterstock

Memutuskan Mengundurkan Diri dan Keluar dari Pondok IBBAS Kairo

Dia mewakili para santri IBBAS Kairo mengatakan rangkaian masalah itu yang membuat suasana di sana tidak kondusif. Banyak santri tidak betah dan wali santri ingin menarik anaknya keluar dari sana.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, mereka sudah mencoba membicarakan masalah ini secara baik-baik dengan pimpinan Pondok IBBAS. Namun masukan mereka untuk perbaikan ke depan yang tidak pernah didengar akhirnya membuat ia dan orang tuanya habis kesabaran.
Akhirnya ia dan sejumlah santri lainnya memutuskan untuk keluar dari Pondok IBBAS Kairo.
"Saya perwakilan dari semua, kira-kira itu suara-suara dari (santri) IBBAS mereka keluhannya itu semua jadi kita sebenarnya peraturan di IBBAS enggak ada yang salah tapi kan peraturan itu (seharusnya) bisa berubah tergantung kondisi. Nah dia (pimpinan) enggak (dengar) maunya tetap saja bersikeras, kayak gitu masalah di IBBAS, kita juga keluar ada alasannya pimpinannya juga kata orang tua engga bisa diajak kompromi," tutup dia.
Wijaksana Santosa, Pimpinan pondok pesantren Ibnu Abbas, Serang, Banten, memberikan keterangan pers mengenai pemberitaan media online maupun para pelajar yang berada di rumah binaan Mesir, Cairo (Rubinsir). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Klarifikasi Pondok IBBAS

Wijaksana Santosa memberikan klarifikasi mengenai pemberangkatan santri ke Mesir. Dia menekankan dalam hal ini santri yang diberangkatkan adalah tingkat SMP dan SMA dan mereka tidak bisa langsung kuliah di Universitas Al Azhar.
ADVERTISEMENT
"Santri tidak bisa langsung melanjutkan ke Al Azhar sebelum menyelesaikan jenjang SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun jalur kuliah sudah diatur regulasinya oleh Kemenag," kata Wijaksana dalam konferensi pers di Kantor Pengacara Hanasti dan Rekan, Tangerang Selatan, Sabtu (5/9).
Ia memastikan tidak ada pelanggaran terkait masalah visa para santri sebagaimana disebut oleh Kemlu. Sebab Wijaksana mengklaim proses pemberangkatan santri ke Mesir dipastikan legal.
"Bahwa semua yang dilakukan IBBAS adalah legal mulai dari berangkat dengan invitation letter dari Mesir dan mendapatkan rekomendasi untuk belajar di Mahad Dirosah Khoshoh Al Azhar dari KBRI bagian atase pendidikan dan semua terdaftar di Mahad AL Azhar dan memiliki kartu pelajar, tasdiq dan visa pelajar. Bila tidak legal, tentunya otoritas Mesir/Kairo akan mendeportasinya," ucap Wijaksana.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, mengenai masalah visa para santri, Wijaksana Santosa mengatakan hal itu bukan merupakan kewenangan mereka. Sebab pembuatan visa menurutnya tidak bisa diwakilkan dan harus diurus langsung oleh para santri.
"Sudah dijelaskan tidak ada lembaga apa pun yang dibentuk IBBAS di Mesir, yang ada mereka saling tolong menolong saja secara mandiri dan diakomodir oleh wakil yang ditunjuk Ponpes IBBAS yang berhak mengurus visa di Mesir tentunya lembaga yang berwenang misalnya KBRI/konsuler dan yang ditunjuk konsuler team intif dan tentunya santri sendiri," jelas Wijaksana.
Wijaksana Santosa, Pimpinan pondok pesantren Ibnu Abbas, Serang, Banten, memberikan keterangan pers mengenai pemberitaan media online maupun para pelajar yang berada di rumah binaan Mesir, Cairo (Rubinsir). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Selain mengklarifikasi pemberangkatan santri, Wijaksana juga memberikan klarifikasi para guru yang mengajar santi di rumah binaan Mesir. Ia mengatakan guru di sana merupakan lulusan Al Azhar dan sedang melanjutkan S2 di Universitas Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dia meluruskan terkait adanya konflik antara guru Mesir dan Indonesia. Ia mengatakan, IBBAS menyediakan guru Mesir yang hanya memberikan pelajaran bahasa Arab agar santri terbiasa berbahasa Arab.
"Hal-hal yang belum dipahami dicatat untuk dibahas dengan guru berbahasa Indonesia yang sudah IBBAS sediakan juga dengan kawan-kawan yang sudah paham," kata Wijaksana.
Wijaksana menyebut, para santri sebelum diberangkatkan ke Mesir sudah diberikan pembekalan dengan baik selama sebulan.
"Semua yang dikarantina sudah diberikan gambaran hal-hal penting secara umum bagaimana kondisi d Kairo sebelum berangkat ke Mesir. Tempat tinggal, etika hidup dengan orang, tujuan pergi ke Mesir untuk serius menuntut ilmu dan sebagainya," tutup dia.
Wijaksana Santosa, Pimpinan pondok pesantren Ibnu Abbas, Serang, Banten, memberikan keterangan pers mengenai pemberitaan media online maupun para pelajar yang berada di rumah binaan Mesir, Cairo (Rubinsir). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Wijaksana Klarifikasi soal SPP di Rumah Binaan Mesir

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Wijaksana mengatakan tidak ada istilah SPP di rumah binaan Kairo. Menurutnya uang bulanan sebesar Rp 2,5 juta merupakan biaya hidup bulanan para santri.
"Di IBBAS tidak ada SPP yang ada adalah iuran bulanan karena keuangan dari orang tua diperuntukan untuk membantu santri agar sukses menuntut ilmu di Al Azhar Kairo, Mesir, agar ketika mereka pulang ke Indonesia dengan ilmu yang mumpuni yang mampu menyelesaikan problematika masyarakat sekitar dengan keilmuan yang mereka miliki," kata Wijaksana.
"Mereka bisa membantu memajukan wilayahnya masing-masing sesuai dengan kemampuannya dan menebar manfaat untuk masyarakat sekitarnya," tambahnya.
Wijaksana mengatakan, iuran bulanan itu sudah diberitahu kepada wali santri sebelum berangkat ke Mesir. Bahkan jika ada perubahan rate EGP khususnya bulan Maret, April, Mei 2020 akibat pandemi COVID-19.
Wijaksana Santosa, Pimpinan pondok pesantren Ibnu Abbas, Serang, Banten, memberikan keterangan pers mengenai pemberitaan media online maupun para pelajar yang berada di rumah binaan Mesir, Cairo (Rubinsir). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Terkahir, Wijaksana memberikan klarifikasi soal situasi tidak kondusif di rumah binaan santri Kairo hingga menyebabkan santri ingin keluar. Ia mengatakan IBBAS tidak pernah melarang santri jika ingin keluar dari sana.
ADVERTISEMENT
"Perlu kami luruskan dan klarifikasi bahwa tidak betah karena aturan IBBAS tidak memperbolehkan santri keluar malam, tidak boleh pacaran, tidak boleh nongkrong di kafe, tidak boleh ke warnet, tidak boleh pegang HP selama 24 jam, subuh harus bangun untuk salat tahajud dan berjemaah dan tahfiz dengan syekh," kata Wijaksana.
"IBBAS tidak pernah memberikan kesulitan untuk berkoordinasi dengan KBRI karena tidak betah maka ingin keluar dari IBBAS. Padahal semua peraturan itu sudah dipahami dan ditandatangani sebelum berangkat ke Mesir," tegas dia.