Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Hasto Pertimbangkan Ajukan Praperadilan Lagi, KPK Siap Hadapi
14 Februari 2025 13:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Gugatan praperadilan yang diajukan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tidak diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Usai putusan itu, pihak PDIP tengah mempertimbangkan apakah akan mengajukan praperadilan baru.
ADVERTISEMENT
Terkait hal itu, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menekankan tetap menghormati hak Hasto untuk mengajukan praperadilan lagi.
"Kita hormati [Hasto pertimbangkan ajukan praperadilan lagi], dan KPK akan menghadapi," ujar Fitroh kepada wartawan, Jumat (14/2).
Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto masih belum bisa menanggapi lebih lanjut terkait adanya pertimbangan kubu Hasto melayangkan gugatan praperadilan lagi.
"Tunggu rilis kalau ada dari PN [Pengadilan Negeri]," katanya.
Adapun pertimbangan untuk mengajukan permohonan praperadilan baru sempat diungkapkan oleh Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy. Ia juga tergabung dalam salah satu tim pengacara Hasto.
"Tim hukum PDI Perjuangan akan segera memutuskan apakah akan mengajukan permohonan praperadilan baru berdasarkan putusan hakim tadi,” kata Ronny dalam keterangan tertulis, Kamis (13/2) kemarin.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (13/2) kemarin, hakim tunggal PN Jakarta Selatan Djuyamto menyatakan gugatan praperadilan Hasto tidak dapat diterima.
ADVERTISEMENT
Hakim Djuyamto menilai permohonan praperadilan Hasto gugur karena tidak memenuhi syarat formil. Sebab, gugatan tersebut dinilai tidak jelas atau kabur.
Dalam permohonannya, Hasto mempersoalkan dua status tersangka yang diterbitkan KPK berdasarkan atas dua surat perintah penyidikan (Sprindik). Dua sprindik itu yakni:
Menurut Djuyamto, penetapan tersangka terhadap Hasto dengan dua Sprindik tersebut terkait dengan dugaan dua tindak pidana berbeda yang disangkakan kepada Hasto, yakni dugaan tindak pidana perintangan penyidikan dan dugaan tindak pidana memberi janji atau hadiah kepada penyelenggara negara. Harusnya praperadilan diajukan juga dalam dua permohonan, tidak disatukan.
Terkait itu, Ronny menjelaskan tim hukum Hasto berpendapat bahwa penggabungan dua Sprindik tersebut seharusnya tidak menjadi masalah karena substansi kasus tetap sama begitu pula dengan objek gugatan dan tersangka. Sehingga, menurutnya permohonan praperadilan bisa tetap diproses.
ADVERTISEMENT
“Putusan hakim adalah Tidak Dapat Menerima permohonan praperadilan karena secara administratif tidak memenuhi syarat. Karena ada penggabungan dua Sprindik terkait suap dan OJ (obstruction of justice),” ucap Ronny.
“Namun, menurut kami sesungguhnya hal ini tidak menjadi masalah karena objeknya sama, tersangkanya sama. Tapi, kami menghormati tafsir hakim terhadap hal tersebut,” lanjutnya.
Meskipun demikian, Ronny mengatakan ia tetap menghormati tafsir hakim atas aturan hukum yang berlaku, meski mungkin tidak sepenuhnya sependapat dengan putusan tersebut.
PDIP masih membuka kemungkinan langkah hukum lain, seperti mengajukan permohonan praperadilan baru dengan format yang lebih sesuai dengan ketentuan administratif.
“Jadi, sekali lagi, kami perlu sampaikan bahwa, ini belum selesai. Tidak ada keputusan bahwa substansi permohonan praperadilan kami ditolak,” tutur Ronny.
ADVERTISEMENT
Kasus Hasto
Hasto adalah tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) eks Caleg PDIP Harun Masiku dan dugaan perintangan penyidikan.
Dalam perkara tersebut, Hasto diduga menjadi pihak yang turut menyokong dana. Ia dijerat sebagai tersangka bersama Donny Tri Istiqomah selaku orang kepercayaannya.
Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. Caranya adalah dengan menyuap Komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio F dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b dan Pasal 21 atau Pasal 13 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.