Hasyim Muzadi dan Persahabatannya dengan Vatikan

16 Maret 2017 10:08 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hasyim Muzadi, salah satu tokoh nasional. (Foto: Dimas Ardian/Getty Images)
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Indonesia kehilangan salah satu tokoh Islam pluralis, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Kiai Haji Ahmad Hasyim Muzadi. Ia, Kamis pagi (16/3), meninggal dunia di Malang, Jawa Timur. (Baca: )
ADVERTISEMENT
Hasyim Muzadi bukan sembarang ulama. Perannya dalam menjaga kerukunan antarumat beragama dan kebinekaan bangsa, sungguh luar biasa. Maka rasa kehilangan itu lengkap sudah, di tengah kondisi bangsa yang kini demikian tercabik, amat mudah terpecah belah dan tersulut hanya karena pilkada --yang membawa-bawa segala persoalan agama dan nama Tuhan.
Mari tengok bagaimana eratnya persahabatan Hasyim dengan umat manusia yang berbeda Tuhan dengannya. Hal itu terlihat dari kelakarnya saat menerima kunjungan 40 pastor Indonesia di Kantor PBNU, Jakarta, 17 Mei 2008.
“Saya sudah lima kali ke Vatikan. Lebih sering dari Kardinal (Mgr. Julius Riyadi Darmaatmadja). Padahal, Romo Kardinal tak pernah ke Mekkah,” kata Hasyim, melontarkan canda khasnya. (Baca: )
Kardinal Julius Darmaatmadja saat itu ialah Kardinal Gereja Katolik Roma dari Indonesia. Ia menjabat sebagai Uskup Agung Jakarta dari Januari 1996 sampai Juni 2010. Sebagai kardinal, ia adalah pejabat tinggi Vatikan yang diangkat oleh Paus.
ADVERTISEMENT
Hasyim pun sudah pernah bertemu dengan dua pemimpin umat Katolik dunia, yaitu Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI. (Baca: )
[Baca juga ]
Paus Benediktus XVI (Foto: Wikimedia Commons)
Mengapa Hasyim demikian menaruh perhatian pada Vatikan? (Baca juga: )
Ia saat itu menjawab, tak lain untuk menjalin persaudaraan dan persahabatan dengan sesama pemeluk agama di dunia, terlepas dari perbedaan agama yang mereka anut.
Betapa jawaban yang begitu hangat. Hasyim yakin, hanya dengan persahabatan itulah kerukunan antarumat beragama di muka bumi dapat terwujud. (Baca: )
Untuk mewujudkan perdamaian dunia dan menghilangkan rasa curiga, kesalahpahaman, serta syak wasangka, kata Hasyim, adalah penting untuk saling bersilaturahmi, bertatap muka, dan berdialog.
ADVERTISEMENT
Itu pula kenapa Kantor PBNU kerap menjadi tempat silaturahmi para tokoh lintas agama di Indonesia, bahkan menjadi tuan rumah para pemuka agama dunia yang sedang berkunjung ke Indonesia. (Baca: )
Tiga tahun sebelumnya misal, 1 Februari 2005, Kantor PBNU kedatangan rombongan tamu istimewa dari Vatikan yang dibawa oleh Kardinal Julius Darmaatmadja. Mereka yang bertandang adalah utusan khusus Vatikan, dikirim langsung Paus Yohanes Paulus II.
Rombongan yang diterima oleh Hazyim Muzadi itu punya misi penting di Indonesia: membantu korban gempa dan tsunami di Aceh serta Sumatera Utara.
Dua minggu sebelumnya, 14 Januari 2005, gempa bumi Samudra Hindia mengirim gelombang tsunami hebat ke Aceh setinggi 30 meter, menewaskan tak kurang dari 170.000 orang di Aceh dan sekitarnya. Total 14 negara terdampak tsunami itu, dan Indonesia adalah titik terparah.
Tsunami Aceh 2004. (Foto: Wikimedia Commons)
Musibah dahsyat di Aceh itu sontak membuat dunia mengulurkan tangan, termasuk Vatikan. Utusan khusus Vatikan, Uskup Agung Paul Cordez, misalnya ikut terbang ke Aceh untuk melihat langsung kondisi para pengungsi.
ADVERTISEMENT
“Keterlibatan Vatikan semata-mata bantuan kemanusiaan. Lihat dari dimensi kemanusiaan,” kata Hasyim seperti dikutip dari website Nahdlatul Ulama, nu.or.id.
Ucapan Hasyim diamini oleh Kardinal Julius Darmaatmadja. Ia berkata, penderitaan bangsa Indonesia akibat tsunami begitu besar, sehingga “Utusan Bapak Suci di Roma (Paus) yang biasa, yaitu Duta Besar Vatikan di Indonesia, dianggap kurang cukup (sebagai pengirim pesan belasungkawa). Paus Paulus II masih merasa perlu mengirimkan utusannya secara pribadi.”
Paus, ujar Kardinal Julius, bersyukur karena semua negara dan umat manusia bergerak membantu sesama tanpa pamrih dan pretensi. “Kemanusiaan ternyata menyatukan kita semua sebagai manusia.”
Para kardinal di Basilika St. Petrus (Foto: Pixabay)
September 2015, giliran Hazyim Muzadi menyambangi Vatikan. Ia tampil sebagai pembicara utama Inter-Religious Dialogue and Resolution of Conflicts. Hasyim, di negara kota kiblat umat Katolik dunia itu, menyampaikan makalah berjudul Moderate Moslem in Indonesia and Their Role in Social Religion Conflict Resolution.
ADVERTISEMENT
Itu tentu bukan kali pertama Hasyim menginjakkan kaki di Vatikan. Sepuluh tahun sebelumnya, 2005, ia sudah melawat ke Vatikan selaku Ketua Umum PBNU.
Saat itu, Februari 2005, Hasyim memimpin delegasi tokoh lintas agama yang beranggotakan cendekiawan Islam Nurcholish Madjid atau Cak Nur, Ahmad Syafii Maarif selaku Ketua Umum Pemimpin Pusat Muhammadiyah, Kardinal Julius yang ketika itu Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Pendeta Nathan Setiabudi selaku Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, I Nyoman Suwandha dari Parisada Hindu Dharma Indonesia, dan Biksu Supeno Alidjurnawan dari Perwakilan Umat Buddha Indonesia.
“Mudah-mudahan, hubungan harmonis yang dijalin antartokoh dan antarumat beragama di Indonesia dapat dicontoh negara-negara lain yang dihuni sejumlah pemeluk agama berbeda,” kata Hasyim di Vatikan, 2015.
ADVERTISEMENT
Pesan Hasyim kepada warga dunia di Vatikan ketika itu, sudah sepatutnya menjadi cambuk bagi bangsa Indonesia untuk kini bercermin diri: sudahkah toleransi antarumat beragama di negeri sendiri selama ini dipelihara dengan sungguh-sungguh?
Hasyim Muzadi di Rumah Sakit Lavalette, Malang, (Foto: Ari Bowo Sucipto/Antara Foto)
Selamat jalan, Kiai. Berbahagialah di pangkuan Yang Esa. Kami sayang padamu.