Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ADVERTISEMENT
Anies Baswedan, Selasa kemarin (16/5), ditawari bekerja sebagai pustakawan. Tawaran muncul ketika mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengunjungi Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B Jassin di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Anies mengungkapkan kegemarannya mengkliping.
“Hobinya bikin kliping kan?” tanya seorang pegawai di sana.
“Iya, dari SD saya suka bikin kliping,” jawab Anies.
“Bisa kerja di sini, Pak. Kita tawaran kerjanya terlambat delapan bulan,” sahut si pegawai disambut gelak tawa.
Tawaran itu tentu hanya canda. Tapi, jika kamu ditawari hal yang sama, apa yang kamu bayangkan tentang kerja seorang pustakawan?
"Jadi, kebanyakan orang itu ngertinya pegawai perpustakaan itu cuma pelayanan. Masih bagus kalau cuman dibilang pelayanan. Biasanya pelayanan dalam arti yang tidak bagus: ada pengunjung syukur, tidak ada pengunjung menganggur," cerita Supriyanto, Pustakawan Utama Perpustakaan Nasional, ketika ditemui kumparan (kumparan.com), Jumat (12/5).
Pandangan tersebut membuat banyak orang mengira kerja pustakawan tak jauh berbeda dengan penjaga perpustakaan.
ADVERTISEMENT
Kalapun iya, kerja 'menjaga perpustakaan' ini tak sekadar menjaga dengan duduk di belakang meja. Namun menjaga keberlangsungan hidup perpustakaan hingga menjaga kepuasan para pemustaka (pengunjung perpustakaan) dalam mencari informasi
"Pustakawan harus menjadi mitra dalam sebuah proses belajar mengajar. Menjadi mitra artinya harus turut mengambil bagian penting dalam kegiatan pengembangan akademik ataupun penelitian," ujar Lusi Satia Rahmawati, pustakawan di Perpustakaan Telkom University, kepada kumparan melalui surat elektronik, Senin (15/5).
Oleh karenanya, untuk menjadi seorang pustakawan diperlukan kualifikasi akademis, profesional, dan tersertifikasi.
Tugas kepustakawanan, ujar Supriyanto, berkisar pada kegiatan ilmiah dan profesional, mulai dari pengelolaan, pelayanan, dan pengembangan sistem.
Dalam hal pengelolaan, barangkali kita bisa melihat bagaimana buku-buku dan bahan bacaan di perpustakaan tersebut didata, disusun, diklasifikasi, hingga diberi nomor untuk kemudian memudahkan dalam pelayanan. Sehingga ketika kita mencari bahan bacaan tertentu, sang pustakawan dapat dengan mudah dan cepat menyediakan.
ADVERTISEMENT
Itulah yang kemudian disebut layanan teknis.
Lebih jauh dari itu, pustakawan, seperti disebutkan diatas, harus mampu menjadi mitra dalam pengembangan akademik atau penelitian. Tugas pustakawan ibarat mesin pencari Google, namun yang mampu memberikan jawaban dengan tepat.
Dalam istilah kepustakawanan, tugas itu disebut sebagai layanan referensi.
"Layanan referensi itu sebenarnya layanan individu, layanan pribadi, seperti kalau pasien datang ke dokter. Kalau pengunjung datang ke pustakawan, mulai dari informasi sederhana sampai informasi yang kompleks, sampai informasi yang sulit, seorang pustakawan harus bisa memenuhi (kebutuhan informasi) mereka," ujar Supriyanto.
Oleh karenanya, menjadi tugas pustakawan untuk menelaah, mengkritisi, dan menganalisis hal-hal terkait perpustakaan dan pengembangan kepustakaan.
ADVERTISEMENT
"Sehingga dia (pustakawan) bisa menumbuhkembangkan perpustakaan dan perpustakaan bisa mencapai tujuan yang diharapkan," papar Supriyanto.
Tujuan yang dimaksud adalah tujuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan . Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Profesi pustakawan ternyata bukanlah profesi yang mudah untuk dijalankan.
Hingga tahun 2016, jumlah pustakawan yang tersertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Pustakawan sebanyak 3.179 orang, dan ditargetkan di masa depan bisa mencapai 358.975 orang. Itu artinya, hingga akhir tahun lalu kita baru mencapai 0,8 persen dari target.
Perjalanan yang harus ditempuh masih panjang bukan?
Tantang para pustakawan?
ADVERTISEMENT
"Era sekarang adalah era di mana yang cepat akan mengalahkan yang lambat. Dulu, you came to the library. Sekarang, the library come to you," cerita Supriyanto.
Era digitalisasi menjadi tantangan bagi para pustakawan. Kemampuan mengolah teknologi informasi menjadi satu hal yang tak bisa dihindarkan. Ketersediaan layanan online perpustakaan baik berupa website ataupun aplikasi menjadi tren yang sedang dan harus berkembang di dunia kepustakawanan.
Apalagi mengingat pertumbuhan warganet di Indonesia yang cukup pesat.
Maka kemampuan Informasi Teknologi harus diakrabi oleh para pustakawan.
"Minimal dapat memberikan masukan kepada tim IT di perpustakaan dalam memudahkan pengguna dalam melakukan penelusuran informasi bahan pustaka yang dibutuhkan," ujar Lusi.
ADVERTISEMENT
Tantangan di dunia digital bukan saja persoalan perbaikan layanan secara teknis. Bagi Supriyanto, di tengah maraknya hoaks yang bertebaran kini, seorang pustakawan harus mampu menyediakan dan menyebarkan informasi yang akurat serta tidak menyesatkan.
"Pustakawan bisa mengkaji, mengakses, mengeksplor, mengklarifikasi informasi, sehingga bisa memilah, memilih, sehingga informasi (yang disediakan) itu yang akurat, yang benar dan tidak menyesatkan," ujar Supriyanto.
Di tengah riuhnya dunia maya dan berseliwerannya informasi di mana-mana, seorang pustakawan diharapkan mampu menjadi konsultan dalam melakukan literasi informasi. Sehingga para pemustaka bisa memaknai, menggunakan, hingga berdaya dengan informasi yang dimiliki itu.
ADVERTISEMENT