Masyarakat Madani Imajinasi Tinggi Para Tirani

Muhammad Ferdiansyah
Tech and branding enthusiast.
Konten dari Pengguna
6 Desember 2022 23:57 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ferdiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Korea Utara Kim Jong-Un (kiri) dan Presiden Tiongkok Xi Jinping (kanan) berjabat tangan (South China Morning Post)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Korea Utara Kim Jong-Un (kiri) dan Presiden Tiongkok Xi Jinping (kanan) berjabat tangan (South China Morning Post)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap peradaban di dunia menghendaki sebuah kondisi di mana anggota masyarakat hidup dalam sebuah harmoni, memiliki tatanan sosial yang sempurna, tanpa kekangan maupun paksaan untuk memenuhi kesempurnaan tersebut. Masyarakat yang sempurna lagi ideal ini disebut dengan istilah masyarakat madani atau civil society.
ADVERTISEMENT
Secara bahasa. istilah masyarakat madani sendiri berasal dari bahasa Arab. Kata masyarakat berasal dari kata ‘syarakah’ yang berarti ikut serta/berpartisipasi, dan kata madani memiliki arti beradab. Melihat definisi tersebut, masyarakat madani dapat diartikan sebagai sebuah masyarakat yang memiliki adab atau yang hidup dalam sebuah peradaban.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim yang baru saja terpilih menjadi perdana menteri mulai tahun ini. Anwar Ibrahim berpendapat bahwa masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Pencetusan istilah Masyarakat Madani sendiri terinspirasi dari kesempurnaan masyarakat yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW di kota Madinah.

Masyarakat Madani versi Komunis

Negara-negara yang menganut paham komunisme berusaha untuk membentuk sebuah masyarakat tanpa kelas. Ideologi komunisme yang dicetuskan oleh Karl Marx dan Frederich Engels ini muncul sebagai jawaban atas realitas sosial di masyarakat dengan ideologi kapitalisme.
ADVERTISEMENT
Jika kita melihat pendapat Marx, filsuf asal Jerman tersebut mengatakan bahwa masyarakat sebagai suatu struktur yang menderita dan mengalami ketegangan dalam organisasi maupun mengalami hambatan perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.
Usaha-usaha negara yang menganut paham komunisme untuk membentuk masyarakat tanpa kelas ini bagaikan pungguk merindukan bulan, karena hal tersebut sangat tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pasalnya, sebuah masyarakat madani tidak dapat dibentuk dengan paksaan dan kekerasan.
Menurut Max Weber, masyarakat adalah suatu struktur yang pokok-pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dipusatkan pada kehendak warganya. Dalam praktiknya, demi membentuk masyarakat yang sejalan dengan ideologi sosialisme untuk menuju komunisme, para pemimpin negara-negara komunis menggunakan cara yang ekstrem dan merenggut hak-hak asasi dari warga negara mereka.
ADVERTISEMENT
Berikut ini beberapa contoh negara dengan ideologi komunis yang memaksakan upaya pembentukan masyarakat madani mereka dengan berbagai cara, mulai dari pemaksaan minim hingga ke yang paling ekstrem.

Tiongkok

Gerbang depan Tiananmen Square (Wikimedia Commons)
Republik Rakyat Tiongkok adalah sebuah negara yang berdiri pada tanggal 1 Oktober 1949 pasca perang saudara antara kaum nasionalis yang dipimpin oleh Chiang Kai-Sek dan kaum komunis yang dipimpin oleh Mao Zedong.
Di bawah kepemimpinan Mao, Tiongkok tumbuh sebagai negara totaliter yang seluruh aspek politis, militer, maupun ekonomisnya dipimpin secara absolut oleh Mao Zedong sebagai Ketua Partai Komunis Tiongkok. Mao Zedong mencetuskan berbagai program terpusat seperti Great Leap Forward dan Revolusi Kebudayaan.
Great Leap Forward adalah program yang direncanakan untuk mentransformasi Tiongkok dari negara agraris menuju negara industri. Sayangnya, program ini menjadi malapetaka bagi Tiongkok. Diperkirakan kurang lebih hampir 20 juta jiwa penduduk Tiongkok kala itu tewas secara sia-sia.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Revolusi Kebudayaan Tiongkok adalah program yang berusaha untuk menyapu bersih sisa-sisa paham kapitalisme dengan propaganda besar. Program ini juga memunculkan kultus kepribadian Mao Zedong di Tiongkok.
Pasca kematian Mao Zedong di tahun 1976, penerus jabatan Presiden Tiongkok Deng Xiaoping mereformasi Tiongkok menjadi lebih terbuka secara ekonomi dan sosial. Deng Xiaoping terkenal sebagai pencetus “Sosialisme dengan Karakteristik Tiongkok”, di mana unsur sosialisme dan ekonomi pasar dapat berjalan beriringan. Masa terbuka ini berjalan cukup lama hingga Xi Jinping mulai berkuasa.
Xi Jinping dijuluki sebagai pemimpin Tiongkok terkuat setelah Mao. Setelah menjadi presiden sejak 15 November 2012, Xi secara perlahan mulai mengembalikan kekuatan politiknya seperti di era Mao. Berbagai kebijakan bernuansa otoriter pun mulai dikeluarkan olehnya. Misalnya dengan pemblokiran berbagai kata kunci yang dinilai berpotensi mengkritik pemerintah di media sosial, meningkatnya aksi militer terhadap Taiwan, dan berbagai upaya penindasan masyarakat etnis minoritas Uyghur dan Tibet.
ADVERTISEMENT

Korea Utara

Seorang pria duduk di gerbong kereta kargo yang menuju Pyongyang di sepanjang pinggiran Hamhung, Korea Utara, pada 21 Juli 2017. (AP Photos/Wong Maye-E)
Setelah lepas dari cengkeraman Jepang di akhir Perang Dunia II, semenanjung Korea terpecah menjadi dua bagian, wilayah selatan dikuasai oleh Amerika Serikat, dan wilayah utara dikuasai oleh Uni Soviet. Perang saudara pun tidak terelakkan dan hingga kini dapat dikatakan masih belum berakhir dan dalam keadaan gencatan senjata.
Korea Utara hingga saat ini merupakan negara komunis yang dipimpin oleh garis keturunan keluarga Kim, atau yang disebut dengan “Garis Keturunan Gunung Paektu”. Didirikan pada 9 September 1948 oleh Kim Il-Sung, Korea Utara memiliki ideologi bernama “Juche” yang berarti “self-reliance”.
Negara ini dijuluki sebagai “Hermit Kingdom” karena sistem pemerintahannya yang tidak demokratis, bahkan terkesan seperti sebuah monarki absolut, Kim Jong-Il adalah anak dari Kim Il-Sung, dan Kim Jong-Un adalah cucunya. Tak hanya itu, isolasi yang luar biasa akibat kontrol pemerintah akan penduduknya dan sanksi yang dijatuhkan ke negara tersebut membuat negara ini semakin tertutup dari dunia.
ADVERTISEMENT
Kondisi masyarakat Korea Utara sudah menjadi rahasia umum, di mana banyak terjadi kelaparan dan kesenjangan sosial antara kaum buruh dan kaum elite di Pyongyang, hal yang cukup ironis bagi sebuah negara komunis. Meski demikian, Korea Utara lebih mendahulukan kepentingan militer mereka dengan mengembangkan senjata nuklir dan pertahanan siber.
Negara ini menggunakan cara-cara yang cukup ekstrem dalam mengatur masyarakatnya. Misalnya dengan memberlakukan sistem kerja paksa, dan menjatuhkan hukuman lintas generasi. Ini semua terjadi di era modern.

Kamboja

Tengkorak bukti kekejaman Pol Pot selama berkuasa di Kamboja (Flickr/totalitarism)
Negara di Asia Tenggara ini tidak lepas dari catatan kelam sejarah. Kamboja sempat jatuh di bawah rezim komunis “Khmer Merah” yang dipimpin oleh Pol Pot dari tahun 1975 hingga 1979.
Di bawah kepemimpinan Pol Pot, Kamboja berada di masa yang sangat kelam, di mana masyarakatnya dipaksa untuk mengikuti kebijakan terpusat "Maha Lout Ploh" yang merupakan tiruan dari kebijakan “Great Leap Forward” Mao Zedong.
ADVERTISEMENT
Kamboja yang saat itu memiliki nama Demokratik Kamboja memaksakan rakyatnya untuk pindah dari kota ke desa untuk membangun kembali ekonomi agraris negara tersebut.
Kamboja yang saat itu memiliki nama Demokratik Kamboja memaksakan rakyatnya untuk pindah dari kota ke desa untuk membangun kembali ekonomi agraris negara tersebut. Setiap masyarakat diberikan pakaian yang sama. Seluruh lawan politik yang menolak kebijakan Pol Pot, kaum intelektual yang dianggap berisiko mengajarkan ajaran kapitalisme, kaum agamis Buddha. dan kaum minoritas beretnis Vietnam yang menduduki wilayah negara tersebut dibasmi habis-habisan.
Pada akhirnya, genosida Kamboja menyebabkan kematian 1,5 hingga 2 juta orang, sekitar 25% dari populasi Kamboja.

Keseimbangan Sosial demi Masyarakat Madani

Melihat ketiga contoh tersebut, kita dapat mengambil hikmah dalam upaya membangun masyarakat madani. Kita tidak bisa memaksakan anggota masyarakat untuk benar-benar patuh kepada aturan dan hukum yang dibuat secara sepihak tanpa adanya proses demokratis. Masyarakat harus diikutsertakan dalam setiap aturan yang akan diberlakukan di masyarakat itu sendiri. Meskipun demikian, pembentukan aturan sangat penting untuk menjadi sebuah fondasi bagi masyarakat yang beradab.
ADVERTISEMENT